Kupang, Vox NTT-Seruan meminta menghentikan perusakan Mangrove di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus disuarakan berbagai pihak.
Pasca Tim Advokasi Lingkungan dari Walhi dan JPIC OFM melaporkan PT IDK ke Polda NTT, kini solidaritas mahasiswa dan masyarakat NTT di Yogyakarta meminta PT IDK untuk menghentikan aktivitasnya di lokasi pembangunan tambak garam tersebut.
Seruan itu disampaikan pada Kamis 28 Maret 2019 dalam aksi solidaritas demi selamatkan mangrove di Malaka dengan tema: Hanimak No Lo’o Ba Rai Moris Fatin (Mengakrapi dan memuliakan kembali alam semesta).
Dalam Press Release yang diterima VoxNtt.com, Jumat (29/03), Ikatan Keluarga Malaka Yogyakarta (Ikamayo) mengatakan Mangrove bagi orang Malaka adalah tumbuhan yang sangat bermanfaat.
Rai Tara Kelen No Kamelin adalah ungkapan kebermanfaatan itu oleh masyarakat Kabupaten yang berbatasan dengan RD Timor Leste itu.
Jack Fahik, koordinator kegiatan tersebut mengatakan, filosofi Rai Tara Kelen No Kamelin mengandung makna yang sangat dalam yakni, mangrove adalah berkah.
“Manggrove bagi kami adalah tempat hidup leluhur kami yaitu Naibei (buaya). Ketika dirusakan itu berarti, yang merusak sedang mengusir nenek moyang kami,” jelas koordinator aksi Jack Fahik (29/03/2019).
Sementara itu, Niko Loi, Dosen Universitas Pembangunan Veteran Yogyakarta menjelaskan, pembangunan harus memperhatikan keberlanjutan dari alam itu sendiri.
“Sekarang orang sudah memikirkan pembangunan yang berkelanjutan (SDGs), karena alam itu sudah harus diwariskan kepada anak cucu kita nanti. Pembangunan pun harus juga menghitung Natural Capital Stock yaitu modal cadangan alam itu sendiri. Harus hitung cadangan alam sebelum dan sesudah diambil,” ungkapnya.
Astra Tandang, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Republik Indonesia (PMKRI) St. Thomas Aquinas Yogyakarta, mengajak semua organisasi mahasiswa yang hadir dalam aksi kultural tersebut, untuk membangun kolektivitas gerakan.
Baca: Walhi dan JPIC OFM Lapor Pengrusakan Mangrove oleh PT. IDK
Hal ini penting kata Astra, mengingat masalah ekologi saat ini sedang menjadi ancaman serius bagi semua makhluk hidup.
“Hari ini teman-teman di Malaka, Pulau Timor yang mengalami, esok mungkin pulau-pulau yang lain yang ada di NTT sana yang mengalami. Karena itu, kita harus bersama-sama mengawasi agar pembangunan itu harus memperhatikan aspek ekologis, budaya, dan sosial kemasyarakatan,” jelas Astra.
Aksi Kultural berbagai organ mahasiswa kedaerahan NTT dan simpatisan serta solidaritas kelompok-kelompok peduli lingkungan hidup ini berlangsung dalam nuansa kultural.
Mengusung tema “Hanimak no lo’o ba Rai Moris Fatin” (Mengakrabi dan Memuliakan kembali Alam Semesta), acara ini diisi oleh ragam kegiatan bernuansa kultural seperti tarian bidu, aktus-aktus kultural dengan ciri khas Malaka-NTT, puisi dan pantun dalam bahasa daerah.
Dan diskusi mengenai situasi terkini di Malaka hingga komitmen bersama untuk terus memperjuangkan kelangsungan ekologi di NTT, khususnya Kawasan Mangrove yang sudah dirusakkan di Malaka.
Hadir dalam acara ini, sesepuh-sesepuh NTT yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kelompok Dosen asal NTT lintas-Universitas, perwakilan mahasiswa-mahasiswi se-NTT, hingga simpatisan dan kelompok-kelompok peduli lingkungan hidup yang aktif dan giat membela kepentingan ekologi, seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta, Komunitas Indonesia Hijau (KIH) Yogyakarta, Forum Batu Tulis Nusantara (FBTN) Yogyakarta, Forum Peduli Mangrove Malaka (FPMM).
Solidaritas ini untuk menguatkan sinergi gerakan membela ekosistem kawasan Hutan Mangrove Malaka yang sudah rusak.
Sekadar diketahui, aksi ini lahir dari keprihatinan Ikatan Keluarga Malaka Yogyakarta (Ikamayo), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Thomas Aquinas Yogyakarta, INTAN, Ikatan Keluarga Mahasiwa Adonara Yogyakarta (KAMAY), Kelompok Mahasiswa Pasca Sarjana UGM Asal NTT, GAFARTA, IKTTU (Ikatan Keluarga TTU), Ikatan Keluarga Belu (IKB), GEMBEL Yogyakarta, dan Janabadra.
Akhir dari aksi itu mereka menyampaikan sikap:
Pertama, PT IDK segera menghentikan perusakan atau pembabatan terhadap Manggrove Malaka.
Manggrove bagi orang Malaka adalah tumbuhan yang mampu memperluas daratan dan memberikan manfaat yang besar bagi kami. Karena itu, ada ungkapan “Rai Tara Kelen dan Kamelin”.
Secara sederhana istilah ini artinya tanah yang tersangkut dan meluas sekaligus menopang sebagaimana paha manusia itu tumbuh dan berkembang untuk menopang tubuh manusia dan kamelin artinya keharuman.
Keharuman inilah yang bagi kami adalah kebaikan dari Manggrove itu sendiri yakni, menyerap karbon dioksida, menahan angin deras dari laut, menahan pukulan ombak yang keras dan besar sebagaimana sifat laut selatan.
Kedua, Manggrove bagi orang Malaka juga adalah obat. Daunnya adalah obat yang mujarab untuk menyembuhkan luka gigitan Buaya atau Naibei dan juga untuk menyembuhkan patah tulang.
Ketiga, Manggrove bagi orang Malaka adalah rumah bagi para leluhur kami yaitu Beinai atau buaya. Oleh karena itu, jangan sekali-kali menghancurkan rumah leluhur kami.
Keempat, Manggrove bagi kami orang Malaka adalah sumber energi. Dari sana akan bermunculan jenis ikan, kepiting dan udang yang akan memberikan kelimpahan bagi kami orang Malaka.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J