Oleh: Frans Bukardi, SS*
Masih terekam dalam ingatan publik pemilukada serentak pada tahun 2018. Jumlahnya mencapai 171 daerah, terdiri dari 17 provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten.
NTT merupakan salah satu daerah provinsi yang melaksanakan pemilukada dimaksud beserta 10 kabupaten yaitu Rote Ndao, Alor, Timor Tengah Selatan, Kupang, Sikka, Nagekeo, Manggarai Timur, Ende, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.
Hasilnya telah diketahui bersama. Ada wajah baru dan ada juga wajah lama. Wajah-wajah itu tidak saja menggambarkan kehendak sebagian besar rakyat namun juga terselip keyakinan terbukanya jalan perubahan.
Seiring waktu, memori tentang pilkada itu perlahan-lahan memudar dari perbincangan publik. Kesibukan sehari-hari berganti topik oleh pemberitaan media massa seputar pileg dan pilpres 2019.
Meski demikian, pada saatnya rakyat akan kembali mengenang dan menelusuri jejak-jejak yang telah dilalui sang kepala daerah, baik pra maupun pasca terpilih. Yang menjauh dari harapan dan janji akan di-punish, sebaliknya yang mendekat ke mimpi dan harapan rakyat akan mendapat reward yaitu pendelegasian kedaulatan untuk kedua kalinya.
Menyadari tanggung jawab moral-konstitusional dimaksud, setiap pemimpin biasanya menyusun berbagai upaya strategis dalam rangka memenuhi janji-janji yang telah diucapkannya. Mulai dari program satu tahunan sampai lima tahunan.
Upaya dimaksud tentu bukan sekadar letter list. Suka tidak suka, program yang akan dan sedang diusung, banyak melahirkan dinamika-dinamika yang berarti dalam masyarakat.
Dinamika ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi kepala daerah. Salah satunya adalah keberagaman cara pandang dan pola pendekatan serta tawaran solusi problema pembangunan dari elemen-elemen masyarakat yang mungkin saja berbeda dengan kepala daerah terpilih. Di sinilah tantangan kepala daerah.
Sang kepala daerah terpilih senantiasa menjaga dan meyakinkan rakyatnya untu menggunakan kekuasaannya ke arah kesejahteraan melalui penciptaan momen-momen perubahan kecil dan cepat.
Pada titik ini pula penting dijabarkan suatu upaya menemukan pembangkit rasa percaya diri dan pemberi semangat kepada rakyat untuk terus melangkah bersama meraih cita-cita yang telah disepakati.
Quick Win
Di dalam ilmu manajemen, pemberi semangat dan pembangkit rasa percaya diri ini, lebih populer dikenal sebagai quick win atau low hanging fruit. Konsep ini merupakan bagian dari manajemen strategi cepat (Siagian, 2005).
Penciptaan quick win merupakan momentum yang digunakan sang kepala daerah untuk meyakinkan masyarakat dalam meraih kesuksesan-kesuksesan yang kecil namun memicu kesuksesan yang lebih besar di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, quick win atau low hanging fruit merupakan pencapaian- pencapaian awal yang bisa menjadi modal pencapaian-pencapaian berikutnya.
Ibarat membangun sebuah rumah, yang dimaksud quick win atau low hanging fruit ini adalah telah terpasangnya pondasi rumah dalam tempo 5 hari kerja.
Selain dapat memperkirakan model rumah dan waktu yang dibutuhkan, pencapaian pondasi terpasang tersebut dapat membangkitkan rasa percaya diri si tukang, juga memberi semangat bagi anak buah untuk bekerja hingga tujuan akhir tercapai.
Beberapa kepala daerah terpilih pada tahun 2018 menganggap manajemen strategi cepat ini sebagai suatu momen penting guna menciptakan kepercayaan publik akan pemerintahannya.
Karena itu, sejak awal mereka telah mengumumkan secara terbuka apa yang hendak diraih secara cepat dalam waktu dekat.
Contoh Bupati Sikka, Roberto Diogo dengan Kartu Sika Sehat, Kota Maumere Bebas Sampah dan Kota Maumere bebas banjir.
Aplikasi komplain online dan satu desa satu perusahaan dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil atau moratorium Pengiriman TKI, serta Kerja sama Pinjaman Dana Luar Negeri dari Gubernur NTT.
Program quick win atau low hanging fruit tersebut pada umumnya menyangkut kebutuhan dasar pembangunan yang menyentuh kehidupan rakyat banyak dan perlu mendapat perhatian dan penanganan serius. Jadi, program quick win atau low hanging fruit bukan lip service atau ear service dari kepala daerah untuk rakyatnya.
Quick win adalah program yang bersifat inovatif-solutif, terukur dan bersifat memperbaiki pelayanan. Selain itu, manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat secara cepat dan juga nyata.
Contoh pembangunan jalan propinsi Ruas Bealaiang – Mbazang dengan jarak 17 KM yang menelan dana 30-an miliar yang beberapa waktu lalu telah dilaunching di Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur dan beberapa ruas lainnya di wilayah Timor dan Sumba.
Pembangunan jalan dimaksud merupakan bagian dari manajamenen strategi cepat Pemerintah Provinsi NTT melalui kerja sama pinjaman dana luar negeri dengan Pemerintah Cina. Sebab jika mengikuti pola yang ada, maka jalan provinsi di Kabupaten Manggarai Timur baru akan selesai terbangun berpuluh tahun kemudian.
Dengan program tersebut, maka dalam waktu tidak terlalu lama lagi masyarakat Elar Selatan akan menikmati lalu lintas barang jasa dari dan ke ibu kota Kabupaten lebih cepat.
Contoh lain yang masih hangat adalah diputuskannya persoalan batas administratif antara Kabupaten Ngada dan Manggarai Timur.
Dengan diputuskannya sengketa tapal batas dimaksud, terbuka peluang bagi kedua kabupaten juga provinsi untuk melakukan intervensi pembangunan di wilayah perbatasan tersebut.
Di sinilah makna terdalam dari quick wins. Dengan kata lain, quick win adalah suatu petunjuk bahwa kepala daerah tahu soal dan tahu solusi serta siap dan serius menyelesaikan masalah pembangunan daerahnya.
Masih banyak sektor lain di daerah-daerah di wilayah NTT yang membutuhkan sentuhan manajemen strategis cepat masing-masing kepala daerah guna mendorong percepatan pembangunan dan pencapaian yang lebih besar.
Misalnya angka Tenaga Kerja Tidak terampil yang saat ini bekerja di Kalimantan maupun Malaysia dan berbagai eksesnya, tingginya ketergantungan pada sektor pertanian, yang masih bercorak subsisten, dalam komponen PDRB daerah, masih rendahnya angka lama sekolah penduduk, pelayanan publik yang belum maksimal dan memuaskan warga.
Penerapan manajemen strategi cepat atau quick wins pada sektor-sektor tersebut dapat berupa aspek organisasi namun dapat berupa regulasi yang menghambat tumbuh kembangnya.
Di samping itu, jangka waktu manajemen strategi cepat pun tidak harus terbatas pada waktu 100 hari sebagaimana biasa dipraktikkan selama ini. Setiap tahun mestinya selalu menjadi moment penciptaan program-program quick wins. Bahkan, jika dimungkinkan dapat diselesaikan dalam waktu cepat tanpa harus menunggu sampai lima tahun.
Namun tentu saja konsep ini tidak sekadar membalikan telapak tangan. Dukungan sistem yang terbuka menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan seorang kepala daerah (Gitosudarmo, 2008). Sistem yang dimaksudkan di sini adalah wadah berbagai faktor input, interaksi berbagai faktor input serta out put berlangsung.
Sistem yang baik ibarat rumah yang memungkinkan bertumbuhnya dialektika yang sehat dalam mengidentifikasi, merumuskan, memutuskan, melaksanakan dan mengevaluasi berbagai program pada setiap sektor startegis menjadi program quick wins atau low hanging fruit.
*Penulis adalah Alumnus Sastra Perancis Universitas Hasanuddin Makassar