Borong, Vox NTT-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Flores Bagian Barat menggelar diskusi publik di Hotel Primadona Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Kamis (23/05/2019).
Dalam diskusi publik itu AMAN mengangkat tema, Mendorong Bupati Kabupaten Manggarai Timur untuk Percepatan Peraturan Bupati (Perbub) tentang Pengesahan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Kabupaten Manggarai Timur.
Terpantau kegiatan itu dihadiri ketua Komisi A DPRD Matim Leonardus Santosa, Anggota DPRD Frumensius Frederik Anam, Advokasi Kebijakan Deputi Sekjen AMAN Monika, Ketua AMAN Flores Bagian Barat Ferdi Dance dan beberapa anggota AMAN.
Dalam sambutannya, Fredi Dance mengatakan kegiatan diskusi publik itu sebagai upaya untuk mendapat pengakuan secara konstitusi.
“Kami akan tetap rutin dalam membangun konsolidasi dan komunikasi di internal lembaga AMAN wilayah Flores Barat ini, supaya ada pengakuan hukum dari Pemda Matim,” ujarnya.
Dia berharap dengan adanya kegiatan itu mampu mendorong Pemda Matim untuk percepatan peraturan daerah (perda) Nomor 1 Tahun 2018 tentang pembentukan panitia masyarakat hukum adat.
Sementara itu dalam pemamparanya, Ketua Komisi A DPRD Matim Leonardus Santosa mengatakan, substansi peraturan daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2018 itu yakni pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan.
Menurutnya, masyarakat yang diakui secara konstitusional, harus memiliki keturunan/ turun temurun, teritori yang mendiami wilayah, memiliki kelembagaan, mempunyai syarat (kepercayaan) dan mempunyai norma yakni larangan dan sangsi.
“Kalau ini terpenuhi baru bisa diakui. Dan harus diakui oleh bupati,” ujar pria yang kerap disapa Onsa Joman itu.
Apabila sudah ada pengakuan, kata dia, maka masyarakat dan wilayah adat akan terlindungi dan diperdayakan oleh pemerintah.
Dikatakannya, tanpa perdapun bupati bisa membuat panitia sesuai Permedagri 52 tahun 2014. Onsa menilai pemerintah Matim belum siap untuk mengeluarkan perbub tentang pengesahan masyarakat adat dan wilayah adat.
Dia berharap, pada Juni mendatang harus sudah ada pengakuan terhadap peraturan masyarakat hukum adat di Matim.
Sementara itu, anggota DPRD Matim Frumensius Frederik Aman mengatakan, dirinya bersama Onsa Joman sudah melakukan fungsi DPR sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang.
“Kami sudah menjalankan fungsi DPRD buat Perda, mengawasi dan anggaran,” ujar Mensi.
Terkait ketidakhadiran Bupati Matim Agas Andreas, dia mengatakan diskusi publik tentang percepatan peraturan bupati itu tidak akan mendapatan hasil.
Diakui, satu bulan lalu pihaknya sudah menyampaikan kepada Bupati Agas untuk membuat panitia terkait peraturan bupati itu. Namun, hingga kini pemerintah belum juga membentuk itu.
Kendati demkian dirinya berharap, sebelum ada pengakuan sangat diperlukan konsolidasi jumlah dan kualitas organisasi.
“Harus ada perwakilan di setiap Kecamatan dan desa,” ujarnya.
Sementara itu, Advokasi Kebijakan deputi Sekjen AMAN, Monika mengatakan kendati bupati tidak hadir dalam diskusi pihaknya berkomitmen akan melakukan audiens dengan pemerintah.
“Kita akn memberikan masukan materi yang kita sampaikan dan bersinergis dengan pemerintah. Karena sasaran utama pemerintah,” ujarnya.
Diakui, AMAN merupakan salah satu organisasi besar yang saat sudah lebih dari 2300 komunitas. Sedangkan di Matim sendiri sejauh ini masih berjumlah 18 orang.
Dirinya berharap, agar terus melakukan konsolidasi dan yang tak kalah penting melibatkan perempuan dalam setiap forum diskusi.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba