Borong, Vox NTT-Nama Jefrin Haryanto saat ini tengah menjadi perbicangan hangat dari banyak kalangan, baik dari politisi, akademisi, maupun para warganet di media sosial facebook.
Perbicangan itu terutama terkait desas desus pencatutan nama pria kelahiran Ruteng 7 Januari 1977 itu pada radar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Manggarai pada 2020 mendatang.
Tak hanya Jefrin, sejumlah grup media sosial tengah membincangkan sejumah nama yang bakal bertarung pada pesta demokrasi di Kabupaten Manggarai.
Nama itu tak hanya mereka yang elit lama seperti, Deno Kamelus, Viktor Madur, Osi Gandut, Silvester Baeng dan Heribertus G. L Nabit, tetapi juga sejumlah nama baru seperti Tarsi Hurmali, Heri Ngabut, Gusti Ganggut dan Jefrin Haryanto.
Entah apa alasan di balik pencatutan nama Jefrin. Namun yang pasti pria yang kental dengan potongan rambut plontos itu sebenarnya bukanlah nama yang begitu asing.
Mantan jurnalis dan dosen itu dikenal dekat dengan berbagai kalangan. Lebih dari itu, Alumnus Pascasarjana Psikologi UGM ini sangat familiar di kalangan LSM.
Di LSM Jefrin begitu familiar. Dia kerap menjadi konsultan program-program LSM. Beberapa konsep pendidikan, pendekatan kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia, bahkan dipakai dan direplikasi oleh berbagai LSM dan pemerintah.
Sebagai ASN Jefrin bersama lembaga bentukkannya banyak mendampingi desa-desa di Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur).
Dari informasi yang dihimpun VoxNtt.com, ASN yang bekerja di Matim itu kerap dimintai keahliannya oleh beberapa partai politik dan kandidat untuk membuat kajian dan analisis pemenangan.
Di dunia pendidikan Jefrin dikenal dekat dengan guru-guru sebagai mentor yang mumpuni terkait pendidikan.
Ketika dikonfirmasi terkait isu yang beredar itu, Jefrin mengucapkan terima kasih terhadap apresiasi publik.
“Bagi saya, publik mendapat banyak alternatif itu kemajuan demokrasi. Publik harus terbiasa melihat hajatan pilkada sebagai hajatan semua orang dan tidak elitis,” ujar dia saat dihubungi VoxNtt.com, Rabu (12/06/2019) malam.
Menurutnya, dalam mengahapi konstestasi pesta demokrasi, setiap warga masyarakat Manggarai harus ikut terlibat untuk menemukan pemimpin yang ideal.
“Bagi saya, seperti yang saya sampaikan ke media beberapa waktu lalu, bahwa jadikan momentum pilkada sebagai momentum kontestasi gagasan. Publik harus disuguhkan dengan tawaran gagasan, bukan dengan sentimen-sentimen geneologis dan kewilayahan,” tandasnya.
Dia berharap pemimpin ke depan adalah pemimpin yang memiliki kehendak bebas yang tidak disandra kepentingan pihak tertentu.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba