Labuan Bajo, Vox NTT- Matheus Siagian, pelaku pariwisata di Manggarai Barat (Mabar) mengapresiasi langkah pemerintah untuk menutup Pulau Komodo selama satu tahun.
Penutupan Pulau Komodo ini diklaim menjadi komitmen bersama antara Pemerintah Provinsi NTT dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Presiden Joko Widodo pun ikut mendukung upaya penutupan Pulau Komodo dalam rangka konservasi dan rehabilitasi.
Upaya pemerintah tersebut mendapat respon positif dari Matheus Siagian, salah satu pelaku pariwisata di wilayah Flores Barat itu.
“Menanggapi penutupan sementara Pulau Komodo, saya yakin sekali kalau Presiden yang bicara, beliau pasti punya pertimbangan dan perencanaan yang matang. Kalau pak Presiden ingin menutup demi konservasi pastinya beliau sudah pikirkan apa yang akan diberikan kepada penduduk Pulau Komodo selama pulau ditutup,” ujar Matheus kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Minggu (14/07/2019) malam.
Ia menganjurkan agar pemberitaan mengenai wacana penutupan Pulau Komodo sebaiknya dikomunikasi dengan jelas dan seksama.
Hal itu mengingat, kesejahteraan warga di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo hampir 80% tergantung pada sektor pariwisata.
“Saya ingat dulu ketika pemberitaan nasional diawali dengan konsep ‘Taman Nasional Komodo akan ditutup’. Protes-protes besar sana-sini, yang kemudian ternyata diperjelas, bahwa yang akan ditutup adalah pintu masuk wisata Loh Liang di Pulau Komodo saja, dan penutupan ini pun hanya sementara,” kata Matheus.
Matheus pun mengutip pernyataan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang intinya ingin menyejahterakan masyarakat di balik upaya penutupan Pulau Komodo tersebut.
”Hewan Komodo saja saya perhatikan, apalagi manusianya, kalian ini masyarakat, saya sebagai pemimpin pastinya mau yang terbaik untuk kalian, saya percaya semangat yang sama ada pada semua tim Pak Jokowi,” ucap Matheus mengutip pernyataan Gubernur Viktor.
Sebagai pengusaha kecil yang bergantung pada pariwisata, Matheus menilai wacana penutupan Pulau Komodo ini mungkin membuat deg-degan. Namun tidak demikian ketika disosialisasikan dengan baik.
Matheus menegaskan, pihaknya mendukung semua rencana pembangunan di Mabar. Misalnya, Bandara Komodo menjadi bandara internasional, pelabuhan kontainer akan dipindahkan ke Nangga Bido, perapihan Gua Batu Cermin, dan penutupan Pulau Komodo untuk sementara.
Dikatakan, tim ahli sudah datang mengambil data dan melakukan kajian-kajian. Matheus percaya hasilnya sudah pasti tidak akan merugikan siapapun.
“Toh kalau saya pikir-pikir Rinca, Padar dan pulau-pulau lainnya tetap dibuka,” ujarnya.
Komodo, lanjut dia, tidak hanya berada di Pulau Komodo. Tetapi juga ada di Rinca, Wae Wuul, Pulau Longos, Bari, Pota, Pulau Motang, dan Riung.
Ke depannya pemerintah juga akan memperhatikan tempat-tempat lain yang memiliki satwa purbakala ini.
Tidak menutup kemungkinan bila sudah ada banyak tempat untuk melihat Komodo, lokasi-lokasi ini akan ditutup secara berkala.
“Tujuannya agar insting alami Komodo kembali lagi, kembali liar, tak dapat dipungkiri kalau hewan ini terlalu terbiasa melihat manusia mereka akan jadi jinak dan instingnya berubah. Kita lihat saja Pulau Galapagos, sudah beberapa kali tempat ini ditutup dari pengunjung. Tujuannya agar mengembalikan kealamian destinasi pariwisata tersebut,” pungkas Matheus.
“Saya rasa yang bisa membawa dampak negatif justru bila kita menanggapi hal ini secara berlebihan dan gaungnya ke mana-mana, seperti yang saya kira diawal dulu itu, seolah-olah seluruh Taman Nasional Komodo akan ditutup. Padahal, faktanya bukan demikian,” sambungnya.
Sebaiknya, kata dia, media massa dan pemerintah harus menggunakan nama ‘Loh Liang akan ditutup’, bukan ‘Pulau Komodo akan ditutup’.
“Karena hal ini dapat disalahartikan oleh orang awam dan wisatawan lainnya yang tidak dapat membedakan antara Pulau Komodo, binatang Komodo, Taman Nasional Komodo. Belum lagi bedanya Suku Komodo dan Kecamatan Komodo. Peran pemerintah dalam pemilihan kata dan sosialisasi sangat krusial agar hal ini tidak berdampak negatif pada pengurangan jumlah wisatawan di salah satu kawasan strategis pariwisata nasional,” tukas Matheus.
Pemerintah Wajib Genjot Promosi Pariwisata Labuan Bajo
Menilik lebih lanjut tentang daya tarik wisata level nasional, menurut Matheus pemerintah wajib menggenjot promosi pariwisata Labuan Bajo yang tak hanya terfokus pada binatang Komodo.
Hal ini perlu dilakukan untuk menyeimbangkan ditutupnya salah satu pintu masuk Taman Nasional Komodo, yang dalam hal ini Loh Liang, dengan cara promosi pariwisata non TNK yang meliputi wisata pantai garis utara, wisata pegunungan, wisata diving, wisata gua, wisata road trip, wisata hiking.
Dalam jangka panjang, usul Matheus, diperlukan juga penambahan kualitas sumber daya manusia (SDM) kepariwisataan di Labuan Bajo.
Selain itu, diperlukan juga pemantapan perencanaan kawasan-kawasan pariwisata strategis daerah dengan pusat daya tarik yang berbeda dengan Taman Nasional Komodo (TNK).
Hal ini diperlukan untuk menambah length of stay wisatawan dan pengeluaran wisatawan di tanah Mabar.
Sebagi contoh, di Indonesia contoh yang berhasil adalah Yogyakarta. Jika orang ke Yogyakarta untuk melihat Keraton, ia akan juga berwisata ke Magelang (Borobudur), dengan opsi jalan-jalan ke Bromo, Merapi, atau wisata gua di Kebumen dan sekitarnya.
Menurut Matheus, pusat-pusat daya tarik sekitar ini berfungsi untuk menambah pengalaman pariwisata yang nantinya akan mensejahterakan rakyat di bumi NTT.
Kunjungan Jokowi ke Labuan Bajo Punya Dampak Positif
Untuk diketahui, Presiden Jokowi berkunjung ke Labuan Bajo pada 10-11 Juli 2019 lalu. Bagi Matheus kunjungan orang nomor 1 di Indonesia itu punya dampak positif bagi seluruh masyarakat NTT.
Ia berharap, di balik kunjungan Presiden Jokowi tersebut NTT semakin diperhatikan lagi ke depannya.
“Biar bagaimanapun juga, NTT selama 32 tahun pemerintahan Soeharto tidak pernah mendapat perhatian khusus, hingga akibatnya menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia,” terang Matheus.
Dikatakan, kehadiran pemerintah pusat di daerah diharapkan dapat mengangkat NTT dari posisi salah satu provinsi termiskin di Indonesia, dengan prototype keseimbangan antara alam dan manusia yang baik dan berkelanjutan.
Kesan
Matheus berkesan kedatangan rombongan Presiden Jokowi di Labuan Bajo beberapa waktu lalu membekas di hatinya.
“Bagaimana tidak, ke Pulau yang dulunya dikenal sebagai tempat pembuangan tahanan politik ini (alm. Presiden Soekarno ke Ende); Bapak Jokowi beserta dua orang Menteri, para Dirjen, Bapak Gubernur NTT, Bapak Kapolda dan orang-orang penting pemerintah pusat lainnya datang untuk membenahi Nusa Tenggara Timur, khususnya Labuan Bajo,” kesan Matheus.
Kesan lain dari Matheus yakni kesempatan berbincang-bincang dengan para petinggi Negara ini merupakan pengalaman yang membumikannya.
Sebagai rakyat kecil, ia merasakan sebuah harapan, yakni perubahan besar akan terjadi di bumi Mabar.
“Tanpa birokrasi yang berbelit-belit, aksi nyata dan efeknya saya bayangkan akan jelas terlihat di semua tempat yang mereka kunjungi selama kunjungan kerja kemarin. Puncak Waringin,Taman Nasional Komodo, Gua Batu Cermin, dan lain-lain,” katanya.
Penulis: Ardy Abba
Baca Juga:
- Matheus Siagian Minta Warga Pulau Longos Jaga Ekosistem Bakau
- Matheus Siagian Dorong Petani di Meleng Budidaya Tanaman Porang
- Wisatawan Asal Thailand Meninggal di Pulau Padar Mabar
- Solusi Masalah Sampah di Labuan Bajo Hanya “Diakali” dengan Pola Sapu-sapu Jalan
- Hijrah- Berpindah untuk Tingkatkan Taraf Hidup
- Polindes di Pulau Longos Mabar Diduga Mubazir
- 41 Komodo Diselundupkan, Pelaku Pariwisata: Telusuri Asalnya
- Ini Beragam Masukan untuk Gubernur NTT Terkait Penutupan TNK
- Pariwisata Itu Kawan dan Bukan Musuh Konservasi
- Harga Tiket akan Naik ke TNK, Pelaku Pariwisata: Perlu Duduk Bersama
- Menggantung Nyawa di Ujung Ekor Kadal Raksasa
- Tumbuh dengan Identitasnya Sendiri, Labuan Bajo Jangan ‘Disuntik’ Wisata Halal
- Julie Laiskodat Salurkan Bantuan untuk Masjid di Pulau Seraya
- Yayasan Levico dan Restoran Treetop Peduli Masjid Papagarang