Kupang, Vox NTT- PT Timor Live Stock Lestari (TLL) diduga memanfaatkan kesempatan untuk merebut kembali lahan milik warga Kabupaten Kupang.
Lahan seluas kurang lebih 400 hektare dari 712 hektare lebih itu terletak di Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang.
“Ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kesempatan untuk merebut kembali lahan kami. Jadi, istilah kami dari mulut buaya datang ke mulut singa,” ujar Yeheskiel Se’i salah seorang warga Nunkurus saat konfrensi pers bersama relawan Jokowi NTT di Kabupaten Kupang, Selasa (16/07/2019).
Ia mengatakan lahan itu bukan lahan baru. Tetapi lahan dari leluhur warga Nunkurus.
“Dan lahan ini adalah ibu kami, kalau lahan dicaplok lalu dibagikan kepada orang lain, ekonomi kami tidak ada dan kami makan di mana,” kesal Yeheskiel.
Ia berharap lahan itu bisa dikembalikan dan kepada warga Nunkurus.
“Tetapi yang di bawah ini yang seolah-olah memperkosa kami. Jadi, kami berharap agar dikembalikan ke asalnya,” tegasnya.
Terpisah, tokoh masyarakat Desa Nunkurus Oni Benyamin mengatakan, lahan warga itu selama 26 tahun di-Hak Guna Usaha (HGU) ke PT Panggung Gunda Ganda Semesta (PT PGGS).
Namun, kata dia, tidak pernah dikelola untuk membangun tambak garam.
“Akhirnya Pemerintah Provinsi NTT mencabut HGU PT PGGS itu pada 27 Mei 2019,” ungkap Oni.
Ia mengatakan, dengan pencabutan HGU itu, maka lahan yang di-HGU kembali menjadi tanah Negara. Namun Negara akan meneliti asal usul tanah itu dan melalui pemerintah desa akan dikembalikan ke pemilik tanah.
“Namun faktanya, pemerintah desa justru menyerahkan lahan tersebut ke pemilik lahan baru yakni PT TLL yang hendak menguasai seluruh lahan milik warga itu,” katanya.
“Padahal sudah dibagi atas kesepakatan bersama bahwa lahan 312 hektare tetap dikelola oleh PT TLL, sedangkan sisanya dikembalikan ke masyarakat,” tambah Oni.
Lahan seluas 400 hektare lebih itu, kata Oni, merupakan lahan milik Koperasi Fetomone yang di dalamnya terdapat tujuh keluarga.
Ketujuh keluarga itu yakni, kelurga Seik, Polin, Patola, Gago, Benyamin, Tanone dan Takubak.
Ia mengatakan, setelah Pemprov NTT mencabut HGU itu, pihaknya membuka lahan garam seluas 25 hektare.
Namun saat hendak membuat pagar di atas lahan milik koperasi itu, dia mengaku didatangani sejumlah pemuda menggunakan barang tajam agar menghentikan pengerjaan di lahan tersebut.
“Saat saya hendak menarik batas tanah, saya didatangani anak muda dengan membawa parang. Mereka katakan ini lahan perusahaan. Kami juga dilarang garap lahan kami. Kami punya bukti penguasaan hak ulayat,” tegasnya.
Karena itu, masyarakat Desa Nunkurus meminta relawan Joko Widodo (Jokowi) untuk memediasi penyelesaian sengketa lahan tersebut agar dikembalikan ke masyarakat.
“Kami minta bantuan relawan Jokowi untuk memediasi penyelesaian sengketa lahan ini,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Relawan Jokowi NTT Jhon Ricardo mengatakan, proses ini berjalan setelah pihaknya melakukan advokasi di Kabupaten Kupang.
Dalam proses keterlibatan itu kata Ricardo, sikap relawan Jokowi NTT melihat proses HGU itu keliru dan cacat.
“Karena masyarakat diintimidasi, ditipu, dibohongi, sehingga sikap kami sejak awal bahwa proses HGU ini keliru. Apapun hasilnya setelah proses HGU itu menurut kami cacat hukum,” kata Ricardo.
Sikap Relawan Jokowi NTT waktu itu kata dia, yakni, pertama memita HGU itu dicabut. Kedua, mengembalikan tanah itu ke pemilik-pemiliknya.
“Karena dalam perspektif kami bahwa karena HGU ini sudah cacat dari awal maka ketika proses pencaplotan, solusi terbaiknya adalah berikan kembali tanah itu ke pemiliknya. Kalau itu Personal-personal, kalau itu ulayat-ulayat,” ujarnya.
Lanjut Ricardo, pihaknya akan melaporkan masalah ini ke Presiden Jokowi.
“Hari Selasa, kami akan ke Jakarta untuk laporkan masalah ini ke Jakarta,” katanya.
Ia juga mengaku akan megggelar aksi demonstrasi di DPRD NTT.
Aksi untuk menuntut DPRD dan pemerintah untuk turun ke lokasi dan menyelesaikan masalah ini.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba