Ende, Vox NTT-Heribertus Gani, calon anggota DPRD Ende dari PDIP dapil dua meraih suara terbanyak pada pemilihan legislatif April lalu.
Namun, Heri tidak ditetapkan sebagai calon terpilih oleh KPUD Ende.
Ketua KPU Ende, Adolorata M.D. Bi menerangkan bahwa Heri tidak memenuhi syarat penetapan calon DPRD terpilih karena berstatus terpidana.
“Berdasarkan temuan dokumen hasil koordinasi KPU dengan instansi-instansi terkait dinyatakan bahwa yang bersangkutan saat ini statusnya tetap sebagai terpidana. Sehingga dari regulasi KPU tidak bisa menetapkan yang bersangkutan karena tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi calon anggota DPRD terpilih,”jelas Adolorata kepada wartawan pada sela-sela Rapat Pleno Terbuka Penetapan Calon Anggota DPRD Ende terpilih di Aula Hotel Flores Mandiri pada Senin (22/07/2019) siang.
Ia menjelaskan sesuai PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tertera bahwa apabila calon yang memperoleh suara sah terbanyak tersandung masalah maka penetapan dilakukan terhadap calon suara sah terbanyak berikutnya.
Sehingga, KPU menetapkan Silviah Indra Dewa, calon suara terbanyak kedua sebagai anggota DPRD Ende terpilih.
“KPU menyiapkan format E-2 yaitu keberatan saksi dan apabila mereka menindaklanjuti keberatan itu ke rana hukum misalnya ke Bawaslu atau PTUN atau DKPP bisa mereka lanjuti. Dan KPU siap merespon itu,” sambung dia.
Data yang dihimpun Voxntt.com, total perolehan suara PDIP dapil dua yakni Kecamatan Ende, Pulau Ende, Nangapanda dan Maukaro sebanyak 3294 suara.
Dari total itu, Heri merebut suara terbanyak yakni 968 suara. Sedangkan urutan dua diraih Silviah dengan perolehan suara 767 suara.
KPU akhirnya menetapkan Silviah sebagai calon DPRD Ende terpilih. Keputusan itu karena Heri berstatus terpidana oleh Pengadilan Negeri Ende dalam kasus sengketa tanah Suku Paumere, Nangapanda.
Keputusan KPU dengan menetapkan Silviah sebagai calon terpilih mengundang reaksi saksi PDIP Vinsen Sangu dalam rapat terbuka tersebut.
Vinsen menilai menetapkan Silviah sebagai calon terpilih adalah bentuk pelanggaran oleh KPU. Ia menilai bahwa keputusan KPU itu bukan berdasarkan “salinan putusan” melainkan atas dasar “petikan putusan”.
Sebab, dalam UU No 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan ke-2 UU No 2 Tahun 1986 Tentang Kekuasan Kehakiman poin 22 pasal 52 A ayat 2 bahwa Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak putusan diucapkan.
Namun faktanya, hingga KPU menggelar pleno penetapan calon terpilih salin putusan belum diterima baik oleh Pengadilan Negeri Ende, Kejaksaan Negeri Ende maupun terpidana Heribertus Gani.
Bagi PDIP, tambah Vinsen, keputusan KPU Ende yang menggunakan landasan hukum petikan putusan sangatlah merugikan calon terpilih dan PDIP.
“Jika tidak mengantongi bukti salinan putusan Pengadilan Negeri Ende maka PDIP menolak penetapan serta mengajukan penundaan penetapan calon terpilih khusus PDIP dapil dua,”tegas Vinsen dalam rapat tersebut.
Ia menyatakan bahwa PDIP akan melanjutkan proses hukum ke Bawaslu dan PTUN jika rekomendasi PDIP tidak diindahkan oleh KPU.
Penulis : Ian Bala
Editor: Irvan K