Oelamasi, Vox NTT-Kasus tragis menimpa SM, gadis belia asal Desa Pantai Beringin, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT.
Gadis berumur 16 tahun ini dijadikan budak seks seorang kakek berinisial ZA (70) demi mengawetkan ‘kesaktian’ keris sang kakek.
Tragisnya kasus ini telah terjadi sejak tahun 2015 lalu dan baru terungkap saat ini ke publik.
Akibat ulah sang kakek, gadis kelahiran 05 Juli 2002 ini tengah hamil 8 bulan.
Kasus tersebut menurut pengacara korban, Dedy Jahapay, Senin 22 Juli 2019 malam, sudah dilaporkan ke Polres Kupang pada bulan Februari tahun 2019.
Menurut Dedy, SM pertama kali disetubuhi ZA di rumah milik SM.
Usai disetubuhi, darah perawan korban diambil menggunakan tisu, kemudian digosok pada sebilah keris yang diyakini punya kesaktian.
Kejadian tragis itu, menurut keterangan Dedy diduga kuat atas izin kedua orang tua korban.
ZA bahkan selalu membawa telur, ayam dan makanan untuk orang tua SM setiap kali berkunjung ke rumah mereka.
Selain SM, kejadian serupa juga diduga dialami beberapa anak SMP di Desa Pantai Beringin. Mereka juga dikabarkan menjadi budak seks ZA.
Diduga Diamkan Polres Kupang
Sayangnya, sejak dilaporkan, hingga Juli 2019, kasus tersebut masih belum jelas.
Deny menyebut Polres Kupang berdalih tidak ada saksi dalam kejadian tersebut. Padahal, kata dia, SM selaku korban pernah mengajukan beberapa nama saksi namun tak kunjung dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Saksi-saksi tersebut adalah kakak kandung korban, Frit Mesakh, tanta kandungnya Weli Pello Mesakh dan om kandungnya bernama Chornelis Pello termasuk salah satu ibu yang sering disuruh ZA untuk menjemput SM untuk disetubuhi” tuturnya.
Selaku pengacara yang menangani kasus tersebut, Dedy juga pernah mengajukan saksi kepada pihak Polres Kupang, namun masih tidak ada titik terang.
Minta Polda NTT Ambil Alih
Senin, 22 Juli 2019, keluarga korban didampingi oleh organisasi Cipayung Kota Kupang, melakukan aksi di depan kantor Polda NTT.
Desakan para massa aksi yakni kasus ini diambil alih oleh Polda NTT.
“Keluarga korban tetap bersikap sebaiknya polda ambil alih kasus ini. Saksi ada 3 yang sudah diajukan ke Polda inisial CP,WM dan FM”, tambah Dedy.
Menurut Dedy, penanganan yang dilakukan pihak Polres Kupang belum mampu menghasilkan titik terang.
“Sudah gelar perkara, namun katanya (dari pihak Polres Kupang) adanya kekurangan saksi dari korban dan dalam keterangan juga tidak adanya keterkaitan”, katanya.
Dirinya juga menyampaikan, dalam laporan kepada Polres Kupang di bulan Februari tahun 2019, belum ada pemberian keterangan oleh tiga saksi dari pihak korban yakni CP, WM dan FM.
Kasus tersebut, jelas Dedy, merupakan suatu tindak pidana berat dan diduga ada motif penjualan manusia demi nafsu syawat seorang kakek.
Keluarga dan Korban Gelar Aksi
Senin, 22 Juli 2019, 50 massa aksi yang terdiri dari organisasi cipayung plus Kota Kupang (GMKI, PMKRI, HMI, LMND, dll) menggelar aksi menuntut keadilan dan kepastian hukum bagi SM.
Saat menggelar aksi demonstrasi, para aktivis didampingi korban dan keluarga di depan Polda NTT.
Ferdinand Umbu Tay Hambandima, Ketua GMKI Kupang selaku koordinator umum aksi kepada VoxNtt.com menjelaskan, massa aksi mendesak agar pihak Polda NTT mengambil alih kasus tersebut.
“Kami menilai pihak Polres Kupang tidak berpihak kepada masyarakat. Pihak korban tidak lagi mendapat keadilan di Polres kupang. Sudah beberapa bulan ini pihak korban belum mendapatkan kepastian hukum,” jelas Ferdinand (22/07/2019).
Lanjut dia, pihak korban sudah mengajukan surat sejak 2 minggu yang lalu ke Polda NTT, namun sama sekali tidak direspon.
“Pihak Polda menyampaikan sementara gelar perkara tapi pihak korban tidak dimintai keterangan tidak dipanggil. Ini gelar perkara seperti apa yang mereka lakukan. Katanya untuk penguatan bukti makanya pihak Polda akan uji tes DNA. Tapi Kan pihak korban tidak meminta untuk menguji tes DNA soal anak dalam kandungan korban, yang dilaporkan adalah kasus pencabulan,” imbuhnya.
Ferdinand sebagai salah satu aktivis yang mengadvokasi kasus ini bahkan menyebut korban dan tetangganya sudah mengaku bahwa ZA yang mencabuli korban sejak 2015.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Irvan K