Oleh: Roy Nabal
(Magister Manajemen Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta)
Dunia pendidikan Indonesia perlu menyambut baik visi Presiden Indonesia terpilih periode 2019-2024. Dalam penyampaian visinya yang bertajuk Visi Indonesia Maju, Joko Widodo (atau Jokowi) meyampaikan bahwa saat ini yang menjadi urgensi pembangunan di Indonesia adalah pembangunan sumber daya manusia.
Pembangunan sumber daya manusia adalah menjadi hal urgen untuk membentuk manusia Indonesia agar dapat bersaing, baik dalam skala lokal, nasional, maupun global. Dengan membangun manusia yang siap bersaing, Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara lainnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber daya manusia Indonesia masih tertinggal bahkan di antara negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara.
Untuk tahun 2018 (sumber: tirto.id), Indonesia menempati posisi ke-87 dari 157 negara dalam Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index) 2018 yang dikeluarkan Bank Dunia.
Terkait posisi itu, Indonesia memperoleh skor sebesar 0,53. Skor 0,53 itu ialah bahwa setiap anak yang lahir di Indonesia hari ini memiliki 53 persen kesempatan untuk bisa bertumbuh, dengan catatan ia menyelesaikan pendidikannya dan memiliki akses penuh terhadap kesehatan.
Human Capital Index tertinggi dipegang oleh Singapura, dengan nilai HCI sebesar 0,88. Disusul oleh Jepang dan Korea Selatan dengan HCI masing-masing 0,84.
Sementara itu, empat negara dengan pendapatan menengah di kawasan ASEAN lainnya, yakni Malaysia 0,62; Filipina 0,55; Thailand 0,60; dan Vietnam 0,67.
Hal ini menjadi catatan penting bagi dunia pendidikan, mengingat bahwa pembangunan manusia adalah tugas yang harus diemban oleh dunia pendidikan, di mana pendidikan masih memiliki atau diharapkan berperan lebih baik dan utama atau salah satu garda terdepan dalam membangun manusia Indonesia.
Seperti dalam visinya, Jokowi menyampaikan bahwa peningkatan kualitas pendidikan diperlukan untuk dapat membawa Indonesia bersaing di tengah arus globalisasi.
Penigkatan Kualitas Pendidikan
Untuk dapat bersaing dalam kancah ASEAN atau pun global, manusia Indonesia perlu dipersiapkan dengan baik dan tentunya dilatih agar dapat bersaing atau memiliki jiwa kompetitif.
Melalui pendidikan, manusia diasupi dengan berbagai pengetahuan dan informasi serta pengembangan bakat. Namun, semua hal itu akan terwujud jika pendidikan, mulai dari input dan prosesnya dapat berjalan dengan baik.
Input pendidikan yang paling krusial yang membentuk manusia berkualitas adalah kepala sekolah dan tenaga pendidik atau guru. Kepala sekolah dan tenaga pendidik atau guru dalam sebuah dinamika pendidikan merupakan orang-orang yang sangat mempengaruhi baik serta efektifnya sebuah dinamika pendidikan.
Meskipun pada dasarnya guru merupakan sebagai fasilitator dalam sebuah dinamika pendidikan, tetapi kehadirannya masih sangat berpengaruh terhadap keefektifan dinamika pendidikan.
Untuk itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai pelaku pendidikan ini adalah peningkatan kinerja dan kesejahteraan guru.
Kinerja guru berkaitan dengan berbagai tupoksi kerja yang harus dikerjakan oleh guru dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
Guru yang profesional dalam bekerja akan berdampak pada keefektifan dan keefisienan kerjanya. Hasibuan (1997) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu.
Lebih lanjut, Hasibuan menggungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan serta penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta pekerja.
Untuk itu peningkatan kinerja guru adalah langkah yang perlu diambil agar mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa yang berakibat pada peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.
Selain meningkatkan profesionalitas kerja seorang guru, salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap kualitas kerja seorang guru adalah kesejahteraan guru.
Memang pada dasarnya tidak terlalu begitu tampak pengaruh antara kesejahteraan guru terhadap kualitas kerja, namun sejatinya kesejahteraan guru mempengaruhi kualitas kerja.
Kesejahteraan berpengaruh terhadap motivasi seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kerjanya. Pandji Anoraga (2006) menyatakan bahwa kompensasi, gaji, atau imbalan merupakan faktor yang mudah mempengaruhi ketenangan dan kegairahan kerja guru.
Bisa ditegaskan bahwa kesejahteraan merupakan alasan seorang pelaku pendidikan (guru) untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh gairah atau semangat.
Kepala sekolah merupakan pemimpin dalam sebuah lingkungan sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah dinamika pendidikan yang terjadi dalam sebuah lingkungan sekolah dan merupakan penanggungjawab utama.
Mulyasa (2007) menjelaskan bahwa kepala sekolah adalah salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kepala Sekolah adalah penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan lainnya, pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana juga sebagai supervisor pada sekolah yang dipimpinnya.
Selanjutnya, untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan, kepala sekolah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam menentukan program baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Aspek yang dimaksud adalah bahwa program harus mampu menghimpun berbagai elemen sekolah, mulai dari sumber daya manusia, fasilitas-fasilitas penunjang dinamika dalam lingkungan sekolah.
Untuk itu kepala sekolah perlu dibekali dengan pelatihan kepemimpinan kepala sekolah untuk meingkatkan kemampuan manajerial atau pengelolaan terhadap dinamika dalam suatu institusi pendidikan atau sekolah.
Peningkatan Kualitas Siswa
Dinamika pendidikan sejatinya untuk kepentingan peningkatan kualitas siswa agar dapat mengimbangi segala perubahan yang terjadi serta mampu bersaing untuk menjadi yang terbaik di tengah perubahan yang terjadi.
Pendidikan menjadi salah satu media yang menyiapkan para petarung tersebut. Untuk itulah pendidikan perlu melaksanakan tugasnya dalam menyiapkan manusia yang mampu bersaing tersebut.
Dalam rangka mempersiapkan manusia yang mampu bersaing, hemat saya, bukan hanya dilakukan melalui proses formal yang selama ini dilakukan oleh guru dan siswa.
Artinya, mempersiapkan siswa tidak hanya dengan menumpukan segala macam pengetahuan dan informasi tetapi juga dengan melatih dan membiasakan kemampuan lainnya yang kita kenal dengan minat dan bakat.
Dalam hal ini yang saya maksudkan adalah dengan kegiatan ekstra dalam bentuk unit-unit kegiatan siswa. Ada dua hal yang bagi saya menjadi konsep peningkatan kualitas siswa dengan jalan unit-unit kegiatan ini adalah peningkatan kecerdasan siswa dan juga peningkatan faktor minat dan bakat siswa.
Pertama, peningkatan kecerdasan siswa. Howard Gardner, seorang psikolog dan ahli Pendidikan, menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki setidaknya sembilan kecerdasan dalam dirinya, yakni kecerdasan linguistik, matematis-logis, musikal, kinestetik-badani, interpersonal, intrapersonal, ruang, lingkungan, dan eksistensial.
Namun, hanya ada beberapa yang paling dominan atau nampak dalam sebuah dinamika sosial yang terjadi. Penunjukkan kata “setiap” yang didaraskan oleh Howard Gardner ini menegaskan bahwa tidak ada manusia yang diberi label pengecualian tentang kecerdasan pada diri manusia. Guru dan siswa tentunya tidak lepas juga dari hal ini.
Hal ini tentunya menjadi sebuah landasan yang perlu dipertimbangkan dalam membentuk sebuah unit kegiatan untuk seorang peserta didik atau siswa. Kegiatan yang berdasarkan kecerdasan bermaksud untuk meningkatkan kualitas kecerdasan dengan melatihnya secara terus menerus.
Kedua, unit kegiatan yang didasarkan pada minat bakat siswa. Unit kegiatan yang didasarkan pada minat dan bakat siswa lebih ditujukan untuk meningkatakan kemampuan selain kemampuan akademik siswa.
Selain itu, unit kegiatan siswa ini di samping meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang dimilikinya juga untuk melatih siswa dalam hal berdinamika dalam sebauh perkumpulan atau perhimpunan, kita sering menyebutnya kemampuan berorganisasi. Tentunya ini menjadi poin tambahan yang bisa didapatkan oleh siswa dari unit-unit kegiatan yang dijalani siswa.