Maumere, Vox NTT- KSP Kopdit Pintu Air tidak mau HUT RI sekadar diisi dengan perayaan-perayaan.
Perayaan HUT RI ke-74 ini diisi dengan pencanangan pembelian minyak kelapa (crude coconut oil) dari petani.
Di antara para pengurus, manajemen dan karyawan koperasi primer nasional tersebut, hadirlah beberapa petani dalam apel peringatan pada Sabtu (17/8/2019) lalu di pelataran kantor pusat Pintu Air di Rotat, Desa Ladogahar, Kecamatan Nita.
Para petani bertransaksi langsung dengan Ketua KSP Pintu Air, Yakobus Jano di tengah upacara apel.
Minyak dalam jeriken 5 liter tersebut ditimbang terlebih dahulu, lalu diserahkan ke Yakobus Jano. Selanjutnya Yakobus memberikan sejumlah uang.
Para petani tersebut tergabung dalam kelompok Mayang Sari. Kelompok yang dipimpin oleh Mikael Jonawe tersebut merupakan kelompok contoh yang dibentuk koperasi Pintu Air melalui Project CCO (Crude Coconut Oil).
“Perayaan HUT RI jangan hanya seremoni-seremoni saja. Tidak cukup hanya kata-kata. Kita harus mengangkat harkat dan martabat masyarakat kelas bawah yang menjadi kelompok utama dalam Pintu Air,” tegas Lobus Kano dalam sambutannya.
Pintu Air memang terkenal dengan komponen NTTB yang berarti Nelayan, pe-Tani, pe-Ternak dan Buruh.
Pintu Air meyakini kelompok-kelompok tersebut yang selama ini diabaikan dan termarjinalkan secara ekonomi.
Yakobus menambahkan, minyak goreng berbahan kelapa ini hanya langkah awal. Ke depannya akan ada pengembangan garam, pertanian, perkebunan, dan sejumlah usaha lainnya.
Mimpi ini bukan tidak mungkin. Bahkan bisa dibilang sudah sepatutnya dilaksanakan.
Sampai dengan Maret 2019 lalu, Pintu Air telah memiliki aset lebih dari Rp 1 T dengan 200.000 lebih anggota.
Pintu Air tersebar di 4 provinsi dengan lebih dari 40 kantor cabang.
Pintu Air telah menyiapkan 20 kantor cabang sebagai pembeli. Untuk sementara, pembelian akan dikonsentrasikan di-3 kabupaten yakni Sikka, Ende dan Nagekeo.
Minyak Kelapa Pintar
Jonawe, Anselmia Ine Ka’e, dan Margareta Trivonia mengaku senang. Sebelumnya mereka harus menjual ke pasar. Itu pun belum tentu habis dibeli.
Anselmia menerangkan butuh waktu dua hari untuk menghasilkan minyak kelapa. Namun, dari dalam dua hari tersebut mereka hanya membutuhkan 4-6 jam.
Tahapannya kelapa dikupas, diparut, diperas, difermentasi, dimasak lalu disaring. Proses fermentasi membutuhkan waktu 8 jam.
Memang Pintu Air mematok harga beli Rp 12.000 per kg. Namun, Jonawe merasa tak merugi.
“Memang selama ini kami jual Rp 15.000 per botol. Kalau ini hanya Rp 12.000 tetapi saya merasa lebih untung,” tegasnya.
Alasannya Jonawe tidak perlu ke pasar, dia cukup mendatangi kantor cabang Pintu Air di desanya.
Selain itu, Pintu Air membeli residu pengolahan minyak mulai dari batok kelapa sampai ampas minyak.
Ide minyak goreng kelapa berangkat dari kegelisahan akan harga kopra yang terus anjlok.
Padahal kelapa hampir ada di setiap kebun petani dan menjadi tanaman komoditi.
Alhasil, petani pun enggan menjual kelapa dalam bentuk kopra. Belakangan kelapa dijual gelondongan.
Menurut Project Manager CCO Pintu Air, Berno Letepung setiap minggu 20 sampai dengan 30 truk jenis fuso membawa kelapa gelondongan dari Flores ke Jawa.
Di sisi lain produk minyak goreng berbahan kelapa yang merupakan warisan nenek moyang mulai bahkan tak diminati.
Minyak Kelapa Pintar masih dipersiapkan. Dalam alur produksi pembelian minyak kelapa dari petani masih di level hulu. Sedangkan produksi minyak goreng Pintar ada di level hilir.
“Target produksi minyak goreng Pintar untuk pertama sebesar 5 ton sesuai dengan kapasitas mesin,” ungkap Berno.
Berno optimistis mampu bersaing dengan minyak goreng berbahan sawit yang menguasai pasar minyak goreng di Flores.
Pemberdayaan
Salah seorang pegiat pemberdayaan, Ivan Parera yang ditemui di Pintu Air mengaku terlibat dalam Project CCO bukan karena alasan bisnis.
“Kalau pure bussines saya tidak akan ikut. Saya ikut karena ada pemberdayaannya,” terangnya.
Aroma pemberdayaan kuat dalam proyek ini. Ivan tidak sendirian. Berno sebagai pimpinan program merupakan pemain lama pemberdayaan petani kelapa.
Bertahun-tahun Berno bekerja bersama Oxfam dalam pemberdayaan petani kelapa dan produksi minyak kelapa.
Untuk memastikan giat pemberdayaan berjalan, Pintu Air terlebih dahulu membentuk kelompok-kelompok produsen minyak kelapa di bawah koordinasi 20 kantor cabang.
Setiap kantor cabang akan menugaskan satu tenaga pendamping.
Tugas tenaga pendamping adalah memastikan minyak kelapa terus diproduksi dengan kualitas sesuai kebutuhan Pintu Air.
Dengan pengelompokkan seperti itu program pemberdayaan akan mudah dilaksanakan.
Banyak ide telah direncanakan namun masih terbungkus. Tujuannya petani kelapa bisa sejahtera dan minyak kelapa tak jadi anak tiri di kampung halamannya.
Penulis: Are de Peskim
Editor: Ardy Abba