Borong, Vox NTT-Pemuda asal Elar Maximilianus Herson Loi mengatakan, disparitas pembangunan menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik tapal batas Manggarai Timur (Matim) dan Ngada. Disparitas pembangunan itu terutama di wilayah Elar dan Elar selatan, Kabupaten Matim.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri diskusi terbuka di Aula Kevikepan Borong, Kecamatan Borong, Sabtu (31/08/2019).
“Pembangunan wilayah perbatasan tidak pernah disentuh oleh pemerintah hingga saat ini makanya mereka lebih memilih ke wilayah kabupaten lain,” ucap pria yang akrab disapa Herson itu.
Koordinator Bidang Advokasi, Hukum dan Kebijakan AMAN Daerah Flores Barat itu juga menjelaskan, selain persoalan sentuhan pembangunan, juga masyarakat yang ada di wilayah di Matim sudah ber-KTP Ngada.
“Oleh karena saya berharap ke depan kita harus mampu membangun wilayah perbatasan ini dan tetap mempetahankannya,” tukasnya.
Terpantau, diskusi yang digelar oleh Forum Peduli Manggarai Timur itu dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti mantan Bupati Manggarai Christian Rotok, anggota DPRD Matim, pimpinan partai politik dan beberapa tokoh lain.
Menanggapi hal itu, mantan Bupati Manggarai Christian Rotok mengaku sudah berupaya membangun wilayah perbatasan Matim dan Ngada.
“Itu makanya saya mekar wilayah Kabupaten Manggarai Timur pada 2007 silam dengan tujuan untuk pendekatan pelayanan kepada masyarakat di sana,” ucap Christ.
Dikatakannya, saat ini dirinya tidak lagi berkuasa, maka tentu saja tidak memiliki wewenang untuk mengatur pembangunan di suatu daerah.
Kendati demikian, kata dia, untuk berbuat sesuatu tidak menjadi seorang pejabat atau penguasa.
“Saya kira tidak harus menjadi bupati atau DPR. Oleh karena itu, ke depan tapal batas perlu di buat buku dan ditulis dengan benar lalu membagikan buku itu ke seluruh masyarakat Manggarai secara gratis,” kata politisi PAN itu.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba