Oleh: Frans Sarong*
Bangsa Indonesia berkabung. Merah putih setengah tiang hingga Jumat (13/9) pagi masih berkibar di seluruh pelosok Tanah Air. Presiden Joko Widodo dua kali melayat.
Kesemuanya itu sepenuhnya bagian dari bentuk penghormatan kepada Presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf Habibie yang telah berpulang, Rabu (11/9/2019) malam di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Masih bagian penghormatan lainnya. Di Gorotalo, pemerintah daerah setempat langsung berinisiasi membangun Monumen BJ Habibie di sekitar gerbang utama Bandara Jajaluddin. Juga langsung bergulir usulan mengganti nama Universitas Negeri Gorontalo menjadi Univesitas BJ Habibie.
Penghormatan yang sama menggema di Makassar. Di kota itu muncul usulan mengganti nama rumah sakit daerah setempat menjadi RSUD Ainun Habibie.
Berbagai penghargaan itu pantas bagi BJ Habibe. Kecerdasan Sang Tokoh sebagai teknokrat dan negawaran tidak hanya dipandang hebat di dalam negeri. Dunia interasional juga mengakuinya.
Sebelum meraih gelar doktor dari studi khusus teknik penerbangan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di RWTH Aachen Jerman tahun 1965, BJ Habibie sudah bergabung dengan Messerschmitt Bolkow Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.
Karena talenta keahliannya, BJ Habibie ketika di Jerman pernah mengemban sejumlah jabatan penting. Di antarananya Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di Rheinsich Westfaelische Technische Hochshule (RWTH), Aachen (1960 – 1965).
Lalu dipercayakan sebagai Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur di Hamburg (1966 – 1969) dan Kepala Divisi Metode dan Tenologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmitt Bolkow Blohm (1969 – 1973).
BJ Habibie memang secara resmi kembali ke Indonesia tahun 1973, atas ajakan Presiden Soeharto. Namun Jerman ternyata tetap memberikan kepercayaan kepada BJ Habibie sebagai Wakil Presiden Direktur di Messerschmitt Bolkow Blohm, Hamburg (1974 – 1978). Kepercayaan itu dimungkikan karena BJ Habibie juga sebagai warga kehormatan Jerman.
Setiba di Indonesia, BJ Habibie kemudian dipercayakan sebagai Meneg Riset dan Teknologi (1978 – 1998). Kiprahnya di Indonesia meninggalkan sejumlah industri strategis. Sebut di antaranya, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung (1976) dan PT Pelayaran Armada Laut (PAL) di Surabaya (1978).
Jembatan Barelang
Jejak karya BJ Habibie yang juga sepantasnya dikenang adalah pembangunan Jembatan Barelang di wilayah Otorita Batam, Provinsi Kepulauan Riau atau Kepri.
Barelang adalah akronim dari nama tiga pulau di kawasan itu, yakni Batam, Rempang dan Galang. Namun pembangunan Jembatan Barelang sejatinya menyatukan enam pulau melalui enam jembatan. Tiga pulau lain yang terhubung melalui Barelang adalah Tonton, Nipah dan Galang Baru.
Karena menghubungkan pulau pulau, maka pembangunan enam jembatan selama enam tahun (1992 – 1998) itu tentu saja dengan teknologi standar tinggi. Menariknya, proses pembangunannya tanpa ahli asing. Ratusan ahli yang dilibatkan BJ Habibie, semuanya insinyiur terbaik Indonesia.
Jembatan Barelang sejak awal kehadirannya langsung menjelma menjadi simbol atau ikon Batam bahkan Kepri. Menyambungkan jaringan jalan mulus sejauh kurang lebih 60 km, Barelang juga menjelama menjadi destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi. Daya tariknya selain konstruksi jembatannya yang unik, juga keberadaan Kampung Vietnam di Desa Cijantung, Pulau Galang.
Kampung Vietnam adalah nama bekas lokasi pengungsian sekitar 250.000 jiwa warga asal Vietnam selama 16 thun (1979 – 1995) di Pulau Galang. Pengungsian warga negara tetangga itu terjadi menyusul pergolakan perang saudara yang mencekam di Vietnam tahun 1970-an.
Saya berkesempatan mengunjungi Kampung Vietnam di Pulau Galang, Febrari 2015. Tak ada lagi warga pengungsi Vietnam di sana. Sebagian besar dari mereka telah kembali ke negara asalnya. Ada pula yang melanjutkan perjalanan dan menjadi warga negara lain setelah melalui jalur suaka politik.
Jejak tersisa di Kampung Vietnam di antaranya sejumlah bangunan seperti rumah ibadah, bekas bangunan penampungan, lokasi pekuburan berisi sekitar 600 makam dan lainnya.
Kementerian terkait di Jakarta juga telah membangun museum khusus di Kampung Vietnam, Museum itu khusus mengisahkan bantuan kemanusiaan Indonesia bagi bangsa Vietnam yang terpaksa mengungsi dan ditampung di Pulau Galang.
Fakta tak terbantahkan, Kampung Vietnam di Pulau Galang telah menjelma menjadi obyek pelancongan andalam Batam bahkan Kepri. Menurut catatan awal tahun 2015, Kampung Vietnam selalu ramai dikunjungi wisatawan domestik dan juga mancanegara.
Kalau pada hari Minggu atau hari libur lainnya, pengunjungnya bisa 4000 – 5000 orang per hari. Jelmaan Kampung Vietnama menjadi destinasi wisata yang menggeliat, tentu saja tidak terlepas dari dukungan Jembatan Barelang, salah satu karya berharga BJ Habibie.
Karenanya, sangat beralasan jika Jembatan Barelang berganti nama menadi Jembatan BJ Habibie. Apalagi sejauh ini jembatan itu dikenal juga dengan nama lain: Jembatan Habibie.
*Penulis adalah Pensiunan Wartawan Kompas dan kini Wakil Ketua DPD Golkar NTT