Oleh: Andrew Donda Munthe
ASN BPS Kota Kupang, Alumnus Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Kota Kupang yang merupakan wilayah ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah penduduk yang cukup besar.
Jumlah penduduk di Kota Kupang pada tahun 2018 telah mencapai 423.800 jiwa (BPS, Publikasi Kota Kupang Dalam Angka 2019).
Jumlah penduduk di Kota Kupang merupakan peringkat kedua terbesar setelah Kabupaten Timor Tengah Selatan (465.970 jiwa penduduk).
Luasan wilayah yang tidak terlalu besar dengan tingkat kepadatan yang relatif tinggi tentunya menimbulkan banyak persoalan kependudukan di Kota Kupang.
Visi Walikota Kupang (Dr. Jefirstson R. Riwu Kore, MM, MH) dan jajarannya selama periode 2017-2022 adalah “Terwujudnya Kota Kupang yang Layak Huni, Cerdas, Mandiri dan Sejahtera dengan Tata kelola bebas KKN”.
Layak huni erat kaitannya dengan permasalahan di sektor kesehatan dan juga keamanan. Menciptakan suasana lingkungan Kota Kupang yang aman, sehat, dan nyaman.
Cerdas berarti berkaitan dengan permasalahan di sektor pendidikan. Mandiri dan sejahtera adalah visi Walikota untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran yang masih menjadi persoalan pelik di Kota Kupang.
Hal lain yang juga menarik dari Visi Walikota Kupang adalah pembangunan yang terjadi harus dikelola dengan bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Artinya kinerja aparatur di bawah kendali Walikota Kupang harus bersih dan transparan, serta bekerja dengan optimal dalam pelayanan kepada publik.
Apakah visi tersebut telah berjalan dengan baik di tengah rumitnya persoalan kependudukan yang “membelit” kota ini?
Daya tarik Kota Kupang sebagai pusat pemerintahan maupun pusat bisnis menjadikan kota ini penuh “sesak” dengan para pencari kerja.
Berdasarkan laporan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2018, penduduk berumur 15 tahun ke atas yang merupakan pengangguran di Kota Kupang sebanyak 18.408 jiwa.
Lapangan kerja yang terbatas menjadi salah satu penyebab masih banyak penduduk kota ini yang menjadi pengangguran.
Maraknya pengangguran akan berimplikasi pada banyak faktor lainnya. Salah satunya adalah terkait daya beli masyarakat yang rendah. Efek utamanya adalah pengeluaran utama masyarakat digunakan untuk sebatas konsumsi bahan makanan.
Efek selanjutnya adalah banyak orang tua yang pada akhirnya tak sanggup untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang pendidikan tingkat lanjut. Tanpa pendidikan yang memadai maka akan sulit mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak.
Hal ini berakibat pada lingkaran jerat kemiskinan yang terus saja “menghantui”. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2018 penduduk miskin di Kota Kupang telah mencapai 40.440 jiwa.
KB Sebagai Solusi?
Pemerintah Kota Kupang melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Kupang terus berupaya mengatasi berbagai permasalahan kependudukan terutama terkait dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk.
Salah satu upayanya adalah dengan melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak. Rapat tersebut telah dilakukan di tingkat kelurahan maupun tingkat kecamatan untuk mendengar aspirasi masyarakat secara langsung.
Acara serupa dilaksanakan untuk tingkat Kota Kupang dengan mengundang lebih banyak peserta dan menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing.
Rapat Koordinasi Pengendalian Penduduk Tingkat Kota Kupang diselenggarakan di Hotel Ima, Kupang (11/9/2019). Kegiatan ini sangat menarik dengan kehadiran 4 narasumber yang berkesempatan memaparkan materi terkait permasalahan kependudukan dan kesehatan di Kota Kupang.
Keempat narasumber tersebut berasal dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Kupang, Dinas Kesehatan Kota Kupang, Bappeda Kota Kupang, dan juga BPJS Cabang Kupang.
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari penyelenggaraan rapat koordinasi ini.
Pertama, terkait dengan sasaran dan tujuan kegiatan. Jika sasaran rapat ini adalah memperluas cakupan masyarakat agar terlibat aktif dalam mensosialisasikan keluarga berencana maka idealnya peserta yang diundang harusnya lebih banyak tokoh masyarakat/tokoh agama/tokoh perempuan maupun juga akademisi.
Sayangnya, peserta yang hadir pada rapat lebih didominasi oleh pegawai Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Kupang dan juga pegawai Dinas Kesehatan Kota Kupang.
Kedua, terkait dengan tujuan pelaksanaan rapat. Apabila tujuannya adalah untuk merancang strategi dalam rangka penyusunan program kebijakan di bidang kependudukan maka waktu pelaksanaan rapat ini sangatlah tidaklah tepat.
Jika tujuan utamanya adalah “merancang” maka idealnya rapat ini dilakukan di awal tahun bukan di penghujung tahun. Rapat di bulan September lebih terkesan seperti untuk “menghabiskan” anggaran semata.
Ketiga, terkait dengan rapat yang sebelumnya telah dilakukan di tingkat kelurahan dan tingkat kecamatan. Harusnya hasil-hasil rapat yang telah dilakukan sebelumnya dapat dipaparkan sehingga dapat membuka wawasan setiap peserta yang hadir terhadap realita kependudukan yang dihadapi di masyarakat. Sayangnya, hal tersebut tidak ada dan tidak mendapat perhatian serius pihak panitia penyelenggara kegiatan.
Hal lain yang menarik dalam pertemuan tersebut adalah terkait dengan lika-liku program kebijakan pemerintah dalam menekan angka kelahiran yaitu Keluarga Berencana (KB) di Kota Kupang.
Program ini merupakan strategi pemerintah pusat dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan reproduksi masyarakat terutama untuk mengurangi risiko kematian ibu dan bayi.
Penekanan dalam program KB adalah menghindari 4 T dan 3 Terlambat. 4 T yang dimaksud adalah Terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), Terlalu sering melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu Tua melahirkan (di atas 35 tahun).
Sedangkan 3 Terlambat yang harus dihindari adalah Terlambat mendeteksi kehamilan, Terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan, dan Terlambat ditangani dokter atau bidan.
Banyak pro dan kontra terkait pelaksanaan program ini di masyarakat Kota Kupang. Sebagian masyarakat Kota Kupang yang sudah teredukasi memiliki pandangan terbuka dan menjalankan program ini demi kualitas anak-anak generasi masa depan yang sehat dan unggul.
Sebagian lainnya punya pandangan berbeda dan masih meyakini bahwa “banyak anak, banyak rejeki’. Disinilah tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kota Kupang melalui Organinasi Perangkat Daerah terkait (DPPKB, Dinas Kesehatan, Bappeda, dll) untuk mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan KB.
Apabila masyarakat Kota Kupang abai dalam merencanakan masa depan keluarganya maka akan membuat masalah kependudukan menjadi lebih kompleks. Mulai dari tingginya angka kematian ibu dan bayi, masalah ketahanan pangan, masalah perumahan/pemukiman, masalah pendidikan dan kesehatan, masalah penyediaan lapangan kerja, masalah kemiskinan, bahkan hingga ke masalah berbagai tindakan kriminalitas.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Kupang saat ini adalah permasalahan bersama. Pemerintah kota harus mampu merumuskan dan mengeksekusi program yang efektif dan tepat sasaran dalam menekan laju pertumbuhan tersebut.
Berbagai elemen masyarakat pun harus mampu “dirangkul” agar masalah kependudukan yang terjadi di Kota Kupang dapat diselesaikan berdasarkan kearifan lokal. Bukankah kerja sama yang baik dan intens dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat membuat berbagai persoalan kependudukan di Kota Kupang menjadi lebih mudah ditangani?***