Oleh : Andrew Donda Munthe*
ASN pada BPS Kota Kupang, Alumnus Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Permasalahan kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) hingga kini masih menjadi isu utama pembangunan.
Salah satu indikator perekonomian untuk melihat kesenjangan tersebut adalah melalui data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Hingga tahun 2018, wilayah-wilayah di kawasan Pulau Jawa dan Sumatera memberikan kontribusi nilai PDRB yang terbesar dibandingkan wilayah lainnya.
Pulau Jawa menyumbang 58,49 persen, sedangkan Pulau Sumatera berkontribusi sebesar 21,58 persen dari total PDRB Indonesia. Bandingkan dengan kontribusi PDRB di KTI yang hanya berkisar di bawah 4 persen saja. Kontribusi Pulau Maluku-Papua hanya sebesar 2,47 persen.
Sedangkan kawasan lainnya yaitu Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Balnusra) juga punya kontribusi yang rendah yaitu hanya sebesar 3,05 persen.
Bukankah hal ini menjadi cerminan bahwa kesenjangan pembangunan itu memang nyata terjadi?
Data perekonomian di atas menggambarkan kondisi ketimpangan yang masih merajalela di negeri ini. Oleh karenanya dibutuhkan para pemimpin yang jeli dan memahami berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat didukung data yang valid dan akurat.
Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraannya pada tanggal 16 Agustus 2019 menyampaikan bahwa data memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia. Bahkan beliau menyatakan “Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita. Kini data lebih berharga dari pada minyak.”
Oleh karena itu, kedaulatan data harus diwujudkan. Lalu bagaimana dengan para pemimpin di NTT, sudahkah “melek” data dan statistik?
Sekilas tentang IRIO
Penyusunan Inter Regional Input-Output (IRIO) merupakan salah satu bentuk upaya mengumpulkan data-data strategis yang nantinya dapat digunakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada.
Perencanaan kebijakan nasional dan daerah berdasarkan aspek kewilayahan merupakan hal penting agar pemerataan pembangunan dapat diwujudkan. Tabel IRIO diharapkan mampu menjadi jawaban dalam memberikan informasi akurat mengenai struktur ketergantungan sektoral maupun ketergantungan antar wilayah.
Tabel tersebut berisi data-data yang terkait dengan transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada periode waktu tertentu.
Mengingat akan pentingnya penyusunan Tabel IRIO maka BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur mengadakan pertemuan Focus Group Discussion (FGD) beberapa waktu yang lalu (17/9/2019).
FGD diselenggarakan di Hotel Aston, Kupang dengan mengundang berbagai pihak yaitu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup pemerintah provinsi NTT, akademisi, pelaku usaha, insan statistik, dan juga insan media.
Acara FGD tersebut diisi dengan pemaparan materi-materi yang berkaitan dengan pentingnya pembangunan berbasis data di NTT. Ada dua sesi yang dilakukan.
Pada sesi pertama, pemaparan materi oleh Keynote Speaker yaitu Rektor Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si., Ph.D. Paparan beliau berjudul “Peran Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Rakyat.”
Sesi kedua FGD dikemas secara talk show. Ada 3 narasumber yang memberikan paparan singkatnya sebelum kemudian dilanjutkan dengan sesi dialog (tanya jawab).
Ketiga narasumber tersebut adalah Kepala BPS Provinsi NTT (Maritje Pattiwaellapia, SE, M.Si), Perwakilan dari Bapelitbangda Provinsi NTT, serta mewakili pelaku usaha yaitu Ketua DPD REI NTT (Bobby Thinung Pitoby, MBA).
Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si., Ph.D dalam pemaparannya menggarisbawahi bahwa peningkatan laju pertumbuhan ekonomi bukanlah ukuran mutlak untuk menarik kesimpulan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tumbuh positif dalam kisaran 5 persen. Akan tetapi, dalam kacamata beliau sebagai akademisi hal tersebut belumlah cukup.
Agar kesejahteraan masyarakat meningkat dengan kondisi tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat ditekan maka laju pertumbuhan ekonomi harus mampu mencapai angka 2 digit atau di atas 10 persen.
Narasumber dari Bapelitbangda Provinsi NTT menekankan pentingnya data bagi perencanaan pembangunan ekonomi daerah di Provinsi NTT. Hal ini sejalan dengan visi Gubernur Viktor B. Laiskodat dan jajaran pemerintahannya yaitu, “NTT Bangkit Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Tanpa didukung data yang akurat maka pembangunan menjadi tak terarah. NTT sudah lama menjadi daerah yang “terpuruk”, “tertinggal”, dan “terbelakang”.
Oleh karenanya visi menjadikan NTT bangkit harus dilakukan dengan “loncatan” kebijakan berbasis data. Pendekatan pembangunan yang dilakukan Pemprov NTT saat ini adalah menjadikan sektor pariwisata sebagai “prime mover” perekonomian masyarakat. Perkembangan sektor pariwisata diharapkan menjadi stimulus bagi perkembangan sektor-sektor lainnya.
Narasumber dari DPD REI NTT (Bobby Thinung Pitoby, MBA) menyatakan bahwa pelaku usaha tetap optimis dengan perekonomian NTT yang akan terus tumbuh positif.
Meskipun kondisi global masih dihadapkan pada suasana perang dagang, namun kondisi tersebut tidak memberi dampak yang signifikan terhadap kondisi di NTT.
Pembangunan di propinsi ini masih akan terfokus pada sektor riil dan kebutuhan pokok seperti perumahan, infrastruktur, dan lainnya.
Kepala BPS Provinsi NTT (Maritje Pattiwaellapia, SE, M.Si), menyatakan bahwa pembangunan berbasis data merupakan hal yang tak bisa ditawar. Dukungan pemerintah daerah, akademisi, dan pelaku usaha sangat diharapkan dalam menghasilkan data berkualitas. Salah satu output data berkualitas tersebut adalah dalam bentuk tabel Input Output.
Secara spesifik ada beberapa manfaat utama dari penyusunan tabel ini yaitu
(1) Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa,
(2) Untuk mengetahui sektor-sektor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian nasional/regional,
(3) untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi, dan
(4) untuk menyusun simulasi dan evaluasi variabel-variabel ekonomi makro.
Menuju Masyarakat Sadar Data
Keberhasilan membangun NTT berbasis data tentunya sangat bergantung dari kolaborasi semua pihak. Mulai dari lembaga statistik, akademisi, pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemprov dan pemkab/pemkot), pelaku usaha, serta masyarakat umum.
Masyarakat yang sadar data tentunya akan memberikan informasi yang benar kepada petugas pendata ketika dilakukan sensus atau survei.
Demikian pun dengan para pelaku usaha yang mau mengisi daftar isian kuesioner sesuai dengan fakta yang ada tanpa takut akan adanya penarikan pajak di kemudian hari.
Jajaran pemerintah pusat dan daerah juga harus mampu memberikan data-data terkait capaian kinerja dan anggaran kepada publik secara transparan. Bukankah dengan kondisi itu semua maka pembangunan berbasis data dapat dilaksanakan di NTT?