*) Puisi-Puisi Melki Deni
Kenari di bawah Hujan Renyai
Di samping taman kampus; hujan renyai bertari lagi,
tersembunyi di bawah mulut daun bunga melati.
Sekelompok burung kenari menyanyi di bawah hangatnya mentari pagi.
Sayap-sayapnya masih basah dihujani embun pagi sekali.
Petir yang tetiba menyambar, mengusir pergi.
Mengukur waktu dengan melintasi peta bumi yang mahaluas ini.
Jika Suatu Hari Nanti
Jika suatu hari nanti,
Tanganmu tak bisa menampar lagi,
Mata pun mulai rabun kembali.
Namun dalam jejak-jejak riwayatku ini,
Aku takkan pernah rela selesai.
Jika suatu hari nanti,
Kakimu tak sanggup menyentuh tanah lagi,
Telinga pun tuli kembali.
Namun dalam syair-syair pusakaku ini,
Aku takkan pernah sudi akhiri.
Jika suatu hari nanti,
Hidungmu sulit bernapas lagi,
Mulut pun bisu kembali.
Namun dalam kitab-kitab bumi ini,
Aku takkan tega habisi.
Kekasih dari Surga
Di bawah bulan susut dan pohon mangga,
Ada ribuan kunang-kunang menyongsongmu di depan gapura istana.
Kataku: sebelum matahari panas tergesa-gesa,
Sebelum langit bisa mengira waktu kita.
di depan gapura dan lampu gas menyintas,
Ada ratusan pasukan teras menyambutmu pada batas.
Pintaku: sebelum binatang-binatang buas dilepas,
Sebelum tugas-tugas bumi sudah tuntas.
di teras istana dan lentera selalu menyala,
Ada ribuan penari tari gambus mengiringimu ke dalam istana raja.
Gumamku: sebelum dunia kenal kekasihmu dari surga,
Sebelum tetangga-tetangga kita merampas dia.
Katastrofe Bangsa Indonesia
Hari-hari ini, kota-kota metropolitan menggigil,
Rakyat pinggiran dilema, bangsa tercinta dilanda ancaman bencana berpotensi bahaya.
Dari corong kepentingan elite-elite dan teknokrat berwawasan kenegaraaan yang kerdil.
Bangsa Indonesia dibawa entah ke mana.
Pulau-pulau Nusantara bergemuruh ketakutan,
Keputusan wakil rakyat, katanya, memang tidak bisa dibatalkan.
Rakyat ditindih di atas kepentingan-kepentingan.
Tapi rakyat berhak bereaksi tuk mengalami keadilan dan kesejahteraan.
Mahasiswa dan aktivis pun pantas mengikuti kuliah kewarganegaraan di jalan dan lapangan.
23 September 2019 Ibu Pertiwi bersusah hati lagi,
Roh kebijaksanaan para leluhur negeri mati tanpa disepakati.
Wakil rakyat mengebiri kekuatan KPK tanpa diskursus dan serba tergesa-gesa.
KPK: Kiamat Pemberantasan Korupsi, katanya.
*Melki Deni, Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere. Penyair aktif menulis puisi dan cerpen pada koran lokal dan nasional. Bergabung dalam KMK dan ALTHEIA.