Ende, Vox NTT- Warga Dolog, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, Flores, NTT menanyakan separuh aliran dana ganti rugi pembebasan lahan Bandara H. Hasan Aroeboesman Ende yang diblokir.
Warga mengaku tidak mengetahui alasan kenapa sebagian dana yang diterima non tunai tersebut tak dapat diambil dari rekening.
“Kenapa sampai dana puluhan juta ini diblokir. Padahal semua dana sudah ditransfer ke rekening kami,” ungkap Mariana Y. Roju kepada wartawan di Ende, Selasa (02/10/2019) siang.
Mariana adalah salah satu dari 14 warga yang telah menyetujui lahannya dibebaskan untuk kepentingan perpanjangan Bandara H. Hasan Aroeboesman Ende.
Dari hasil persetujuan, pemerintah telah mentransfer biaya ganti rugi ke rekening masing-masing pada akhir tahun 2018.
Mariana sendiri telah menerima biaya ganti rugi sebesar Rp 703.119.581 dari luas lahannya 392 meter persegi. Namun, dari nominal tersebut, ia mengaku hanya menerima uang sebesar Rp 674.686.493.
“Yang masih di rekening sisa 28 Juta lebih. Nah, uang itu yang diblokir. Kita sama sekali tidak tahu kenapa ini diblokir karena selama sosialisasi dan pertemuan tidak ada pernyataan bahwa uang kami itu akan diblokir,” katanya.
Hal serupa dialami Petronela Mo’i yang diakui uang ganti ruginya diblokir sebesar Rp 14.599.000 dari total biaya ganti rugi lahannya sebesar Rp 360.191.000.
Petronela maupun Mariana meminta otoritas bandara untuk menjelaskan alasan sebagian dana yang menjadi hak mereka diblokir secara sepihak.
“Yang kami tahu, dana yang ditransfer ke rekening kami itu sudah semuanya menjadi hak kami. Tapi kok, tidak bisa diambil,” ucap Petronela berharap pihak berwenang dapat mempertanggungjawabkan.
Dana yang Diblokir Bukan Hak Warga
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kantor UPBU H. Hasan Aroeboesman Ende Agustinus M. Moa menerangkan bahwa dana yang diblokir bukan dipotong dari hak warga.
Namun, dana tersebut adalah dana milik negara untuk kepentingan pengurusan administrasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris.
Agustinus mengatakan, dana pada item BPHTB dan PPAT sebagai bentuk bantuan negara terhadap warga yang mengalami dampak langsung untuk kepentingan mengurus administrasi pembelian lahan baru.
“Jadi sekali lagi uang yang diblokir bukan dipotong dari hak warga. Uang itu adalah milik negara untuk membantu mereka mengurus BPHTB dan PPAT. Sementara uang hak warga yang sudah ditransfer sama sekali tidak diganggu,” kata Agustinus kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Rabu (02/10/2019) siang.
Dana tersebut diblokir, kata dia, hanya untuk sementara waktu hingga warga menyerahkan kwitansi dan bukti notaris ke pihak Bandara. Selanjutnya, pihak Bandara mengembalikan uang sesuai nominal dalam kwitansi.
Ia menjelaskan, pembayaran akan sesuai dengan biaya pengurusan administrasi BPHTB dan PPAT yang dilampirkan dalam kwitansi. Jika, kurang dari nominal angka uang yang diblokir maka sisanya akan dikembalikan ke kas negara.
“Jadi, dalam perjanjian itu mereka (warga) mengurus administrasi menggunakan uang sendiri. Lalu, kwitansinya dibawa ke kami dan kami akan menggantikan atau mencairkan sesuai dengan nominal dalam kwitansi. Jika uang yang diblokir itu masih lebih, akan kembalikan ke kas negara,” jelas Agus.
Ia menambahkan, pemblokiran dana BPHTB dan PPAT tersebut berdasarkan surat perjanjian kontrak tertanggal 21 November 2018. Surat tersebut ditandatangani oleh warga dan pihak bandara disaksikan Lurah Tetandara dan Camat Ende Selatan.
“Jadi, semua sudah terisi dalam kontrak termasuk dengan tata cara pembukaan dana yang diblokir. Jadi, terisi semua dalam kontrak perjanjian,” katanya.
Sistem Pembayaran Reimbursement
Yunus Bureni, SH.,M.Hum, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya pada Kanwil Kementerian Hukum dan HAM NTT menanggapi aliran uang negara dalam urusan BPHTB dan PPAT ke rekening warga.
Menurut Yunus, uang negara yang ditransfer sekaligus ke rekening warga dapat disahkan jika ada kesepakatan antar pihak dalam kontrak perjanjian.
“Sistem pengelolaan dan pembayaran keuangan negara atau keuangan daerah dapat dilakukan dengan mentransferkan dana sekaligus melalui rekening warga. Kalau ada kesepakatan kedua bela pihak maka dana itu bisa disahkan,” jelas Yunus ketika dihubungi VoxNtt.com pada Rabu (02/10/2019) malam.
Terkait dengan pemblokiran dana BPHTB dan PPAT pada rekening warga, kata Yunus, diberlakukan dengan sistem pembayaran reimbursement.
Mekanisme ini ialah keuangan untuk membayar pengurusan BPHTB dan PPAT digunakan uang warga kemudian dilakukan pembayaran kembali.
“Ada mekanisme keuangan didepan kemudian bukti pembayaran dipertanggungjawabkan kemudian. Ada juga pembayaran belakangan, misalnya kita pakai dulu uang kita baru diganti kemudian. Nah, kalau saya cermati mekanismenya jika ada pemblokiran semacam itu maka warga membayar dulu dengan uang pribadi kemudian diganti kembali. Itu juga bisa terjadi dan sah,” jelas Yunus.
Ia kembali menegaskan bahwa jika ada dana yang diblokir pada rekening warga dengan berdasarkan kontrak perjanjian bela pihak maka hal itu wajar dan tidak dipermasalahkan secara hukum.
Sebab, kata Yunus, kontrak perjanjian itu berlaku atas faktor kesepakatan. Kesepakatan itu menjadi kekuatan hukum yang bersepakat.
“Sekalipun tidak ada peraturan dalam aturan perundang-undangan, ketika ada kesepakatan bersama maka itu adalah hukum antara kedua bela pihak. Itu sah dan legal secara hukum,” tegas Yunus.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba