*) Puisi-puisi Bryan Lagaor
Rumah Rakyat
(Buat Ibu Puan Maharani di Rumah Rakyat)
“Ini semacam satu dari sekian asa bu..”
Engkau jauh lebih tahu perihal rumah itu kan?
Pintu, jendelanya tergantung suara rakyat yang
berteriak minta didengarkan
Di setiap sudut rumah itu tercium nama-nama penghuninya
Tidak sedikit sudah pergi namun tetap pulang ulang-ulang
di pintu kamar ingatan
sedangkan yang baru mulai tercium baunya. Harum. Barangkali karena baru
Tentu engkau simak betul
lakon yang terjadi saban hari di jalan dekat rumah itu
sebagai akibat pintu-jendela rumah itu rapat tertutup
seolah tak bertuan
Tetapi bu…..semua sudah terlanjur terjadi
Gunakan itu sebagai kayu bakar untuk masak makanan baru
Kami percaya engkau punya menu terbaik buat anak-anakmu
Yang merengek minta makan
Tetaplah setia di dekat tungku dapur rumah itu
jaga apinya untuk tetap menyalah, jangan sampai tercium hangus masakanmu
Ingat bu..
engkau sosok perempuan ibu pertama duduk di kursi tungku rumah rakyat
sementara di depan rumah, bendera Merah-Putih masih tetap berkibar
dan di rumah kami masing-masing,
kami tunggu hidangan terbaik di atas meja perdamaian dengan kursi keadilan
Ledalero, 01 Oktober 2019
Tubuh Gantung Tubuh
(Terispirasi dari teater singkat “Tubuh Gantung Tubuh” karya Dede Weruin yang dipentaskan pada tanggal 31 Desember 2018 di Novisiat Sang Sabda Kuwu)
“Tubuh Gantung Tubuh”
Siapa mau tubuhnya digantung
atau mau menggantung
atau sedang menggantung dan digantung?
Semoga tidak! atau
Kalau ada. Sebaiknya dihentikan
Biar di mana-mana, di sana-sini
hanya ada tubuh yang merebah pada tanah kemudian merangkul sama yang lain
Menopang yang tidak mau bangun dari jatuhnya
Menghibur yang begitu tabah merawat laranya
Sebab atas dasar kisah penciptaan kita adalah satu lagi sama
Kemungkinan \1\
Adalah seandainya dalam kira
Paling tidak ada dua hal yang terjadi
Semesta mungkin lebih tahu dan mengharuskanku menelaah kata “kalau”
Lebih supaya mengukur semogaku (semoga yang ini saja, yang itu tidak!)
“Padahal menggelisakan. Tunggu ‘kau!!”
Akan kupasang jerat waspada pada empat penjuru
Suatu ketika, pasti engkau tertangkap dengan cepat-tepat
Kemungkinan \2\
Entah pasti atau tidak, belum dipastikan
di antara butir hujan yang luruh,
pada sejuta bersit hari bermata.
Selalu aku berwaspada
Karena hujan turun teruntuk semua makhluk dan
esok matahari tetap terbit buat orang benar, yang hari ini boleh benar tetapi tidak untuk lusa, dan juga orang salah yang hari ini salah tetapi bisa jadi lusa disebut benar.
Pendeknya, manusia hidup serupa roda berputar
Kendati-demikian, ada dua payung kusiapkan tepat digantung di atas pintu
yang satu untuk lebat hujan Desember
yang lainya untuk gerah panas September
Kemungkinan \3\
“Kurang ajar……kepastian harus dijaga dalam kemungkinan. Biar kita tahu pasti”
Berwaspadalah !!
*Penulis adalah penikmat sastra, tinggal di Ledalero