Kefamenanu, Vox NTT-Tanaman porang atau dalam bahasa daerah Timor Tengah Utara (TTU) disebut maerato saat ini memiliki nilai harga jual yang cukup menjanjikan bagi petani.
Selain harganya yang menggiurkan, jangkauan pasar yang luas juga membuat tanaman umbi tersebut mulai dikembangkan para petani.
Melihat potensi tersebut, 10 warga Kampung Maumolo, RT 18, RW 006, Kelurahan Bansone, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU pun mulai fokus untuk mengembangkan tanaman porang.
Dengan tergabung dalam kelompok tani Sfunit, 10 petani tersebut saat ini tengah mengembangkan tanaman porang pada lahan seluas 1,2 hektare.
Terpantau VoxNtt.com, Sabtu (05/10/2019) siang, di atas lahan yang sudah dibajak dan dibuat dalam bentuk bedengan itu,10 anggota kelompok tani Sfunit dengan dibantu anggota keluarga lainnya tampak serius menanam tanaman porang.
Sebelum mulai penanaman awal, terlebih dahulu dilakukan doa bersama.
Maria Sasi salah satu anggota kelompok tani Sfunit mengaku, menanam tanaman porang tersebut merupakan hal baru baginya. Kendati baru, ia berkomitmen untuk serius mengembangkannya.
Ia juga mengaku, ingin mengembangkan tanaman porang setelah mendapat informasi bahwa harganya menjanjikan.
“Tiap hari kami kerja dengan pak Ardo, bibit juga kami dapat dari pak Ardo, saya mau tanam karena katanya harga jual bagus,” tutur Maria.
Leonardo Kaet selaku pendamping kelompok tani Sfunit saat diwawancarai VoxNtt.com mengaku, keinginannya untuk berkeliling dan memotivasi petani guna menanam tanaman porang setelah mendapat informasi jika harga jual tanaman umbi tersebut cukup menggiurkan.
Selain itu, kata dia, pekerjaan yang dilakukannya itu secara sukarela. Hanya untuk mengubah pola pikir petani.
Ia mengaku sebelumnya petani hanya berpikir untuk menanam tanaman umur pendek. Namun saat ini harus menanam tanaman jangka menengah seperti porang yang tentu saja memiliki nilai jual dan pasarannya sangat bagus.
“Saya tahun lalu sudah coba kembangkan di Desa Banain A, B dan C, saat ini saya mau kembangkan di sini lagi dengan jumlah tanaman 20 ribu pohon,” tuturnya.
“Selama ini petani kita tanam maunya cepat panen, kalau untuk tanaman porang ini harus agak sabar sampai satu setengah tahun, tapi untuk harga sangat menjanjikan, pola pikir petani ini yang harus kita ubah,” tutur pemuda asal Desa Tes, kecamatan Bikomi Utara itu.
Alumnus Fakultas Pertanian Unimor tersebut menambahkan, selama ini petani hanya mengenal sistem penanaman tanaman porang dengan cara ditugal tanpa ada perlakuan lanjutan.
Sehingga dalam pendampingan yang dilakukannya ini, ia mengarahkan petani untuk terlebih dahulu membajak lahan yang hendak ditanami porang.
“Kemudian ditanam lalu dilakukan pemupukan dasar menggunakan pupuk organik,” kata Leonardo.
“Masyarakat kita lebih banyak tahu tanam porang ini cukup tugal saja, tapi di sini saya mau ajar petani untuk harus buat bedeng dan kasih dengan pupuk dasar pakai pupuk organik karena sistem tanam seperti ini hasilnya akan lebih bagus dari yang hanya sekedar tugal saja tanpa ada perlakuan lainnya,” jelasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba