Ende, Vox NTT-Magdalena Aji (59), seorang warga asal Kelurahan Tetendara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende- Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku tidak pernah mendapat bantuan sosial pemerintah dari dulu hingga sekarang.
Ia merupakan salah satu keluarga yang tergolong miskin, tetapi luput dari bantuan sosial pemerintah. Mulai dari Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan bahkan hingga beras sejahtera (Rastra).
Mama Magdalena membandingan keluarganya dan orang-orang di sekitar yang ekonominya mapan justru mendapatkan berbagai bantuan sosial pemerintah tersebut.
“Rasanya iri juga. Tetapi sampai hari ini pemerintah tidak kunjung perhatikan keluarga kami. Padahal kami ini kategori miskin pak. Ada pegawai yang malah dapat bantuan sosial di wilayah kami,” ungkap mama Magdalena kepada VoxNtt.com di Kota Ende, Sabtu (12/10/2019).
Dia mengaku pernah mengamuk di Kantor Kelurahan Tentandara soal pemerataan bantuan tersebut. Namun, hingga saat ini bantuan sosial itu tidak kunjung menyentuh keluarganya.
“Miris memang pak. Tetapi begitulah pemerintah kita. Saya harap keluhan saya muat di koran biar pemerintah bisa buka mata,” tutur Mama Magdalena sambil geleng-geleng kepala.
Perempuan paruh baya ini berharap pemerintah mulai dari pusat hingga ke desa dan kelurahan agar tidak pilih kasih dalam memberi bantuan kepada masyarakat. Sehingga, bantuan yang diberikan pemerintah tidak meleset dan betul-betul tepat sasaran.
Untuk menghidupkan keluarganya, ia harus menjual makanan ringan keliling kota Ende hingga bahkan sesekali ia mampir di area pelabuan saat suasana ramai. Hal ini ia lakukan sudah hampir 20 tahun lamanya.
Pekerjaan yang ia geluti itu benar-benar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga termasuk menyekolahkan anak-anaknya.
Jika tidak begitu, keluarganya bisa mati kelaparan dan anak-anaknya terancam tidak bisa duduk di bangku sekolah.
Mama Magdalena memang jadi tulang punggung keluarga. Tidak ada lagi yang membantunya untuk menopang ekonomi keluarga.
“Suami saya sudah tidak bisa kerja. Dia sudah lama sakit-sakit. Saya ini jadi tulang punggung ekonomi keluarga. Saya jual keliling ini untuk beli kebutuhan rumah tangga dan bayar uang sekolah anak-anak,” ungkap Mama Magdalena.
Ia menceritakan, dirinya memeroleh rejeki dari hasil jual makanan ringan di pelabuhan dan di kota Ende dari Rp200ribu hingga 600 per bulannya. Penghasilan tersebut sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi banyak tuntutan bagi anaknya yang sedang sekolah.
Dalam kondisi itu, ia dengan berbagai cara mengatur keuangan. Ia selalu memerioritaskan hal-hal yang utama yakni bayar utang, beli beras dan bayar uang sekolah anak-anaknya.
“Tanggungan besar saya sekarang ini ongkos satu orang anak lagi kuliah dan satu di bangku SMA. Ini yang masih butuh banyak biaya. Sehingga saya ini harus terus kerja keras. Saya tidak mau mereka putus sekolah,” cerita Mama Magdalena.
Ia menyebutkan dari hasil jual makanan ringan itu salah seorang anaknya sudah menjadi sarjana pendidikan. Ia tamat dari salah satu universitas ternama di kota Ende. Saat itu anaknya itu sudah bekerja.
Berangkat dari itulah, ia bilang selalu yakin dan percaya kerja kecilnya itu pasti bisa menghidupkan keluarga dan menyekolahkan anak.
“Yang saya minta kepada Tuhan itu diberi kesehatan saja. Saya sehat, pasti keluarga bisa hidup. Karena itu, jangan lupa bersyukur. Biar rejeki sedikit. Tetap bersyukur,” ungkap Mama Magdalena.
Mama Magdalena mengisahkan, ia mulai jual makanan ringan itu dengan modal pinjam di koperasi. Awalnya ada keraguan untuk memulai. Tetapi, demi keluarga, ia berani meminjam uang di koperasi dan menjual makanan ringan di pelabuhan dan di kota Ende.
Waktu terus berjalan, hasil jualannya pun cukup membantu ekonomi keluarga. Dari situlah, ia terus menekuni pekerjaan itu hingga berhasil menyekolahkan anak-anaknya.
“Sempat putus asa saat hasil tidak sesuai harapan. Tetapi, saya selalu pasrah kepada Tuhan,” kisah Mama Magdalena.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba