Borong, Vox NTT- Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Manggarai Timur (Matim) Frumensius Frederik Anam mempertanyakan alasan pemerintah tidak mencairkan gaji guru Bosda selama 10 bulan terakhir.
Anam menegaskan, bulan Oktober 2019 hingga kini hampir berakhir. Namun, belum ada tanda-tanda keberpihakan dan kepedulian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Matim akan nasib para guru Bosda yang telah susah payah mendidik anak-anak di daerah ujung timur Manggarai itu.
Padahal lanjut dia, APBD Perubahan sudah ditetapkan. Sayangnya, insentif bagi para guru Bosda selama 10 bulan terakhir tak kunjung diperhatikan oleh pemerintah.
“Di mana kita punya empati dan kepedulian? Saya mohon kepada dinas terkait, bayar sudah. Atau mau bikin bunga tambah banyak ko?” tanya mantan anggota DPRD Matim dua periode itu dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat (25/10/2019).
Anam pun membandingkan, saat dirinya menjabat sebagai anggota DPRD Matim, hanya karena terlambat satu hari saja gaji tidak dicairkan langsung bertanya-tanya.
”Padahal baru tanggal 5 dalam bulan. Apalagi mereka, teman-teman guru. Tidak hanya terlambat hari, tidak hanya terlambat minggu, tidak hanya terlambat satu atau enam bulan. Tetapi terlambat 10 bulan. Sadis nian keterlambatan ini,” ujar mantan anggota DPRD Matim dari Dapil Lamba Leda itu.
Tak hanya soal insentif, Anam juga mengaku telah menerima banyak keluhan terkait hasil tes guru Bosda.
Umumnya, kata dia, para guru menanyakan hasil seleksi guru Bosda yang telah dilaksanakan beberapa bulan lalu.
”Siapa saja yang lulus, siapa saja yang tidak. Kapan realisasinya. Biar kami sebagai guru ini tidak bingung. Nanti kalau itu diterapkan, misalnya saya tidak lulus, terus gaji atau insentif kami dari Bosda itu sampai bulan berapa? Kapan bayarnya dan berapa besaran gajinya,” tukas Anam meniru pertanyaan sejumlah guru Bosda di Matim.
”Inilah beberapa hal pengaduan oleh guru-guru kepada saya melalui SMS, telepon, WhatsApp. Saya mencoba melanjutkan dan menuturkan kembali pengaduan mereka kepada media ini. Karena saya tahu mereka pasti takut untuk menyampaikannya secara langsung,” tandasnya.
Sebab itu, Anam meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Matim harus transparan dan terbuka terkait kebijakan para guru Bosda tersebut.
Menurut dia, pemerintah tidak boleh menggantung nasib para guru tanpa ada kejelasan.
Pemerintah wajib memastikan nasib para guru honor yang telah mengikuti seleksi penerima Bosda beberapa bulan lalu. Termasuk harus mempublikasikan berapa peserta yang lolos seleksi.
”Berapa besaran gaji atau insentifnya. Kapan dibayarkannya. Bagaimana model pembayarannya. Ini semua harus transparan. Harus dijelaskan kepada teman – teman guru. Urusan guru adalah urusan publik. Harus diketahui publik. Supaya jangan simpang siur,” pungkasnya.
Di balik sorotannya, Anam mengaku masih menaruh kepercayaan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Matim mempunyai kepedulian dan kepekaan yang tinggi terhadap nasib guru.
Anam percaya bahwa ketika guru sejaterah maka kualitas pendidikan terjamin.
“Salam sabar terhadap teman-teman guruku di seluruh pelosok Manggarai Timur. Terima kasih,” tutup dia.
Penulis: Ardy Abba