Ruteng, Vox NTT- Lebih dari enam puluhan desa di Kabupaten Manggarai Timur (Matim) telah selesai melaksanakan Pilkades serentak pada Kamis, 31 Oktober 2019 kemarin.
Ketua DPC Hanura Kabupaten Matim Frumensius Frederik Anam pun mengajak warga desa agar menjadi motor penggerak untuk gerakan rekonsiliasi pasca Pilkades serentak, Kamis kemarin.
“Mari rekonsiliasi. Lakukanlah, jangan tunggu lagi. Sebab akan begitu banyak hal yang dilakukan setelah pelantikan. Mari kita bergandengan tangan, bersatu kembali untuk desa sejahtera, mandiri dan maju,” ajak Anam kepada VoxNtt.com, Jumat (01/10/2019) malam.
Menurut dia, umumnya pelaksanaan Pilkades serentak di Matim itu berjalan lancar dan damai.
Kondisi ini dipandangnya sebagai peristiwa istimewa dalam pelaksanaan demokrasi di tingkat desa.
Anam mengatakan, dalam pelaksanaan pesta demokrasi di tingkat desa tentu ada banyak pelajaran berharga yang sudah didapatkan.
Di sana, tentu saja ada pendidikan politik dan demokrasi, belajar memahami perbedaan, serta belajar menerima kekalahan dan kegagalan.
Dalam pesta demokrasi itu juga lanjut Anam, bisa belajar mengekspresikan kemenangan dengan cara wajar dan tidak berlebihan.
”Di beberapa tempat ada masalah, bahkan ada yang ditunda seperti Desa Benteng Raja Kecamatan Borong. Itulah cara-cara kita menghadapi pesta demokrasi. Kita bisa belajar dari kelemahan-kelemahan seperti ini,” kata mantan anggota DPRD Matim dua periode itu.
Ia menambahkan, warga desa umumnya memiliki asal usul yang sama. Berasal dari suku yang sama.
Kalaupun berbeda pasti ada suku yang sebagai anak rona (berasal dari keturunan pria) maupun sebagai anak wina (berasal dari keturunan anak perempuan).
Rumah juga pasti berdekatan, bersebelahan. Dalam kondisi seperti ini, begitu ada Pilkades serentak tentu ada perbedaan politik, pilihan dan cara pandang dalam melihat visi misi dan program kerja dalam membangun desa yang ditawarkan oleh para calon.
Anam menegaskan, perbedaan ini sulit dihindari. Di sinilah warga belajar demokrasi yang sesungguhnya.
“Padahal sebelumnya satu kampung, satu suku, satu kelompok doa, satu kelompok arisan,” tandasnya.
Atas dasar itu, Anam pun meminta kepada warga desa di seluruh pelosok Matim yang melakukan Pilkades serentak agar melakukan gerakan rekonsiliasi.
“Mengapa pakai gerakan, karena rekonsiliasi itu bersifat penting dan mendesak,” tukas dia.
Anam menjelaskan, gerakan rekonsiliasi bertujuan untuk, pertama, segera kembali kepada kondisi semula yaitu aman dan damai, bersaudara dan bersahabat.
Kedua, agar perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak berdampak pada perpecahan atau anarkis.
”Rekonsiliasi itu sendiri merupakan perbuatan memulihkan hubungan persahabatan/kekeluargaan pada keadaan semula; atau perbuatan menyelesaikan perbedaan. Siapa yang melakukannya? Yang melakukan gerakan rekonsiliasi desa adalah calon yang menang dan tim suksesnya,” jelasnya.
Menurut dia, ada berbagai macam cara rekonsiliasi yang dilakukan. Salah satunya adalah ekspresi kemenangan.
Anam meminta tidak boleh mengekspresikan kemenangan secara berlebihan karena pada saat yang sama ada calon dan timses lainnya bersedih, bahkan menangis.
”Apakah kita tega di saat kita berpesta ada yang bersedih? Tentu tidak. Hindari gengsi dan egoisme,” pesan dia.
Dikatakan, calon terpilih sudah menjadi pemimpin untuk semua warga desa. Dia tidak hanya pemimpin untuk tim sukses dan warga yang memilihnya.
“Demikian halnya juga elemen-elemen di desa, yang merasa dituakan atau komunitas orang muda yang ada di desa disarankan juga untuk menjadi motor penggerak untuk melakukan gerakan rekonsiliasi desa,” tutup Anam.
Penulis: Ardy Abba