Kupang, Vox NTT – Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Pol Drs. Hamidin menyebut rencana pembangunan titian, restoran apung, kolam apung, pusat kuliner, serta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata telah penalti.
Hal itu disampaikan Kapolda Hamidin usai membaca dokumen soal proyek Awololong saat perwakilan Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera) Kupang beraudiensi di ruang kerja Kapolda NTT, Jumat (18/10/2019) lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Kapolda Hamidin menyesalkan rencana pembangungan titian, restoran apung, kolam apung, pusat kuliner, serta fasilitas lainnya tidak ada Amdal.
Ia pun memerintahkan Ditreskrimsus Polda NTT untuk segera menyelidik kasus tersebut agar diproses lebih lanjut.
Untuk diketahui, ada tiga orang perwakilan dari Amppera Kupang yang mengikuti audiensi itu. Ketiganya yakni, Emanuel Boli, Rivan Sebleku, dan Sengadji Sarabity.
Kedatangan ketiga anggota Amppera itu untuk menyoroti persoalan penegakkan hukum di Kabupten Lembata yang dinilai cenderung tumpul ke atas, tajam ke bawah.
Secara khusus, Amppera membahas proyek Awololong dengan membawa serta kajian dan dokumen pendukung.
Proyek tersebut menurut Amppera telah melanggar aturan yakni, UU lingkungan yakni tidak ada Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan indikasi korupsi yang telah dilaporkan ke KPK.
Amppera Kupang berharap masyarakat Lembata terus mengawasi, mengontrol, dan terus melakukan penolakan terhadap proyek yang sedang bermasalah itu.
Koordinator Umum Ampera Kupang, Emanuel Boli mendesak agar pengerjaan proyek yang sedang bermasalah itu dihentikan.
“Meski masa adendum telah selesai terhitung sejak 31 Desember 2018 sampai dengan 31 Maret 2019, beberapa hari yang lalu, masih juga ada aktivitas pengerjaan di Pulau Siput Awololong,” ujar Emanuel kepada VoxNtt.com, Sabtu (02/11/2019) sore.
Mahasiswa Undana Kupang itu menjelaskan, dalam pengerjaan, upaya untuk menancapkan tiang beton ke dasar laut pun gagal.
“Malah tiang beton itu patah, Sehingga, diduga ada pengurangan volume pekerjaan dikarenakan ada indikasi penyelewengan dana sebesar Rp 6.892.900.000,” ungkapnya.
Selain itu, Emanuel mengutarakan alasannya mengapa Amppera Kupang menolak keras atas rencana Pemda Lembata membangun Jeti dan kolam apung di Pulau Awololong.
Emanuel beralasan karena tidak ada Amdal. Padahal, Amdal menjadi syarat untuk mendapatkan izin pembangunan.
Ia menegaskan, jika Pemda Lembata tetap melanjutkan pembangunan proyek tersebut, maka itu menlanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jika melanggar, kata dia, maka dapat dipidana 1-3 tahun dengan denda 1-3 miliar rupiah.
Senada dengan Emanuel, Elfridus R. L. Sebleku selaku koordinator lapangan menjelaskan, Pemkab Lembata sangat terkesan otoriter dan tertutup dalam setiap proses proyek pembangunan Awololong.
Sebab itu, pihaknya secara tegas meminta Pemkab Lembata agar segera membatalkan proyek pembangunan wisata di Awololong.
“Sudah ada sekian banyaknya penolakan dari elemen masyarakat dan mahasiswa baik secara individu maupun kelompok. Dari berbagai penolakan dengan pandangan rasional sebagai bahan pertimbangan, namun Pemda terkesan menutup mata dan mengabaikan aspirasi masyarakat,” katanya.
Ia mengaku ada sekian banyak masyarakat terutama masyarakat pesisir yang berinteraksi langsung terhadap proyek ini telah menyatakan penolakannnya.
“Maka proyek ini ditujukan bagi kepentingan siapa? Pemda Kabupaten Lembata mesti memprioritaskan infrastruktur dasar sebagai prioritas pembangunan,” ujar aktvis GMNI Kupang itu.
Pembagunan pariwisata di Kabupaten Lembata tegas dia, masih bertolak belakang dengan faktor pendukung pariwisata itu sendiri.
Pemda Lembata mestinya memahami apa yang saat ini menjadi kebutuhan dasar dan mendesak bagi masyarakat, guna meningkatkan kkesejahteraanya.
Sementara itu, anggota Amppera Kupang Sengaji Kamarudin mengutuk keras rencana pembangunan titian, restoran apung, kolam apung, pusat kuliner, serta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong tersebut.
“Saya mengutuk keras agar tidak boleh dilanjutkan pekerjaan proyek itu karena tidak ada nilai dedikasi yang ditawarkan untuk masyarakat Lembata khususnya para nelayan di pesisir pantai,” tutur Sengaji.
Sebab kata dia, pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab Lembata hanya berdampak pada elite politik.
“Jika ini terus kita biarkan maka rakyat Lembata pada umumnya akan merasakan dampak karena merugikan masarakat lembata itu sendiri,” tegasnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba