Kupang, Vox NTT-Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas, harus bertanggung jawab terhadap nasib guru Bosda di daerah itu. Pasalnya hingga saat ini, gaji mereka belum dibayar sejak bulan Januari 2019.
“Kami mendengar informasi dari Matim, mendengar keluhan-keluhan para guru honor dan guru Bosda yang diangkat daerah, gaji mereka tidak dibayar sejak bulan Januari, 2019. Itu rentang waktu sangat panjang, kasian nasib mereka. Sampai sekarang mereka bertahan menjadi guru, karena pengabdian, modal loyalitas terhadap murid dan daerah. Namun, Bupati yang mereka pilih dalam Pilkada sama-sekali menelantarkan mereka, sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap nasib guru-guru ini”, Kata Ferdy Hasiman, Peneliti Alpha Research Database, Indonesia.
Untuk itu, Ferdy meminta Bupati Andreas Agas segera menuntaskan kewajibannya membayar gaji guru honorer.
“Mereka butuh makan-minum dan butuh diperhatikan. Januari sampai November itu bukan rentang waktu yang pendek, itu rentang waktu panjang. Daerah harus mengeluarkan dana besar untuk membayar gaji guru Bosda yang mencapai angka ribuan itu. Secara akuntansi liability atau kewajiban Pemda Matim semakin besar, karena gaji guru-guru Bosda ini harus dibayar dan keluar dari rekening daerah,” tegas Ferdy.
Dikatakan Ferdy, pengabaian terhadap hak guru Bosda ini pasti ada alasannya.
“Sampai sekarang kan bupati Manggarai Timur belum mengklarifikasi apa-apa soal gaji guru Bosda yang tidak dibayar. Andreas Agas ini kelakuannya selalu begini. Setiap ada masalah di Matim tidak pernah transparan ke publik, mulai dari masalah perbatasan, sampai masalah gaji guru Bosda ini. Ini bukti bupati tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya,” tutur Ferdy.
Ferdy pun mencurigai ketidaksanggupan Pemda Matim membayar gaji guru Bosda, karena APBD mengalami defisit dan tekor besar. Defisit anggaran ini sudah terjadi tahun sebelumnya.
Untuk menutup defisit anggaran, daerah harus ijon atau menunggu dana APBD tahun berikutnya.
“Jadi bisa jadi ini strategi licik yang dibuat Pemda Matim dan ini pasti diketahui dan bekerjasama dengan teman-teman di DPRD. Mereka yang susun dan rancang anggaran, masa DPRDnya tak paham keuangan dan rancangan keuangan daerah. DPRD seharusnya memperjuangkan gaji Bosda itu” lanjut Ferdy.
Ferdy menambahkan, jika keuangan daerah mengalami defisit dan bupatinya tidak memiliki manajemen keuangan daerah yang baik, maka bukan hanya guru Bosda yang akan dikorbankan dengan manajemen fiskal yang buruk seperti itu.
“Ini nestapa dan bencana bagi Matim. Pemekaran Matim dari kabupaten induk bukannya membuat rakyat menjadi lebih baik, tetapi hanya menjadi proyek bancakan elit untuk menggorong uang negara. Bupati Matim tidak memiliki manajemen keuangan dan manajemen fiskal yang baik. Keuangan daerah selalu mengalami defisit jika banyak anggaran dikorupsi dan digunakan untuk hal-hal yang tak penting,” ungkapnya.
Guru Harus Diprioritaskan
Guru harus menjadi prioritas penting dalam pembangunan Matim. Gaji guru Bosda ini seharusnya bukan menjadi beban bagi Bupati Matim, jika Andreas Agas memiliki political will (Kehendak politik) dan manajerial skill mengolah daerah.
Bupati Andreas bisa melakukan pemangkasan anggaran yang tidak perlu untuk membiayai gaji guru Bosda. Bisa juga bupati memangkas anggaran daerah untuk biaya perjalan dinas dan belanja pegawai lain-lain yang tak penting dan bukan prioritas.
Lebih jauh dari itu, lanjut Ferdy, jika DPRD Matim adalah wakil rakyat Matim, sudah seharusnya mereka bersepakat memangkas biaya perjalanan dinas DPRD untuk pembayaran gaji guru Bosda.
“Untuk itu, Pemda Matim harus segera membayar gaji guru Bosda mulai bulan November ini. Gaji guru Bosda itu penting sebagai jaminan meningkatkan mutu kualitas pendidikan Matim dan jaminan mutu kekuasaan Sang Bupati yang dipilih rakyat,” pinta Ferdy. (von).