Borong, Vox NTT- Pemilik lahan di kawasan mangrove, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong geram dengan pernyataan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Manggarai Timur (PUPR Matim), Yosep Marto.
Pernyataan Kadis Marto yang menyebut proyek pembangunan jalan lingkar luar Kota Borong demi menghindari pengklaiman tanah dari masyarakat di sekitar wilayah itu.
“Selama ini kan batasnya tidak jelas di mana tanah warga di mana hutan mangrove. Seiring dengan perkembangan dari waktu ke waktu ada kecenderungan pencaplokan area kawasan mangrove, di mana warga mulai mengklaim tanah mereka jauh ke dalam wilayah hutan mangrove, diharapkan dengan pembukaan jalan di kawasan tersebut akan memperjelas di mana batas hutan mangrove dan di mana batas tanah warga,” kata Marto seperti dilansir media floreseditorial edisi Senin (11/11/2019).
Menanggapi hal itu, Siti Hawa (62) selaku pemilik lahan geram. Bahkan, ia meminta Kadis Marto untuk mengecek siapa sesungguhnya pemilik lahan dan yang mengklaim tanah itu.
“Siapa yang mengklaim? Mengapa dia menuduh saya. Di daerah itu ada tanah milik saya dan sudah memiliki sertifikat dengan nomor sertifikat Nomor: 256 dan Nomor: 288. Dan ini sudah diakui oleh BPN,” ujarnya kepada VoxNtt.com di Borong.
Dikonfirmasi, Selasa (12/11/2019), Kadis Marto membantah bahwa pihaknya tidak memperhatikan kepemilikan lahan yang sudah bersertifikat itu.
Menurut dia, sebelumnya sudah dilakukan kesepakatan dalam wujud musyawarah di tingkat kelurahan.
Namun, kata Yos, dalam perjalanan pembukaan jalan baru itu beririsan dengan lahan milik masyarakat.
“Kebetulan hanya satu pemilik memang ada sertifikat tanah. Hutan mangrove pengelolaannya berbasis masyarakat. Bekas jalan lama yang akses ke laut. Di batas lahan itu hasil rapat di kelurahan. Hanya dalam perjalanan ini, kita tahu ada beberapa perubahan,” katanya.
“Kalau mama tua marah dengan saya tidak soal. Nanti lahan yang masuk dalam hak mereka itu diatur nanti. Tidak sama sekali menghapus hak atas lahan mereka,” sambung Kadis Marto.
Ia mengatakan, kawasan itu sebelmunya belum masuk kawasan hutan maggrove. Sehingga belakangan, Dinas PUPR Matim ingin mengelolanya.
“Kalau sudah jadi jadi itu. Nanti mereka yang kelola. Kita akan serahkan kepada mereka nanti yang kelola”, kata dia.
Menurut Kadis Marto, penolakan hanya disampaikan oleh hanya satu orang saja. Padahal, sebelumnya sudah ada rapat di tingkat kelurahan dan semuanya sudah ada berita acara.
Kadis Marto juga membantah bahwa proyek jalan lingkar laur Kota Borong tersebut menggusur lahan milik warga.
“Hari ini pemerintah tidak bisa arogan lagi. Ini kan hanya karena miskomunikasi. Saya tidak bermaksud hak mereka, Saya akui mereka ada hak. Itu milik mereka nanti yang diatur adalah kepengurusan ke depan. Termasuk lima yang lain itu. Nanti mereka tahu dan paham bagaimana pemahaman ke depan,” jelasnya.
Menurutnya, program rehabilitasi hutan mangrove itu dikerjakan swakelola oleh masyarakat di sekitar lokasi. Proyek itu senilai Rp 300 juta yang bersumber dari APBN.
“Karena beririsan dengan lahan milik masyarakat sudah diakui Negara, ya nanti kita akan duduk bersama,” tandasnya.
Baca di sini sebelumnya: Sebut Klaim Tanah, Pemilik Lahan Geram dengan Pernyataan Kadis PUPR Matim
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba