Borong, Vox NTT-Himpunan Pelajar Mahasiswa Manggarai Timur (HIPMMATIM) Kupang akan menggelar aksi di kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur, Kamis, 21 November 2019, esok.
Mereka menggugat sejumlah kebijakan Bupati Agas Andreas dan Wakil Bupati Stefanus Jagur (ASET) yang sudah berkomitmen membangun
Matim menuju sejahtera, berdaya saing dan berbudaya (Matim Seber).
“Di usia kepemimpinan yang terbilang sangat mudah ini, sejumlah kebijakan yang kontroversial seperti tidak terkendalikan. Kepentingan masyarakat seperti terabaikan,” ujar koordinator umum (Kordum) Yohanes Jefri dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (20/11/2019) pagi.
Menurut Jefri, komitmen membangun Matim Seber pun tampak hanya sebatas jargon politik yang membaluti tindakan serakah para pejabat di Matim.
Dalam aksi itu papar Jefri, HIPMMATIM akan menyoroti beberapa poin penting. Pertama, berkaitan keputusan sepihak penetapan tapal batas Kabupaten Matim dan Ngada oleh Gubernur NTT, Bupati Ngada dan Bupati Matim pada tanggal 14 Mei 2019 lalu.
Keputusan itu kata dia, hanya melahirkan setumpuk konflik berkepanjangan di tengah masyarakat yang berada di wilayah perbatasan, serta merusak keharmonisan masyarakat perbatasan yang sudah mendara daging.
“Keputusan ini dianggap sangat sepihak dan sarat kepentingan kelompok tertentu karena mengesampingkan aspek musyawarah bersama sejumlah tokoh yang memahami sejarah perbatasan itu,” ujarnya.
Kedua lanjut dia, HIPMMATIM juga menyoroti penggusuran mangrove di pantai Borong, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
Menurut Jefri, kebijakan itu dianggap kontroversial lantaran mengesampingkan aspek lingkungan.
“Mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan dan pencegah laju abrasi pantai,” jelasnya.
“Atas dasar itu maka Bupati Manggarai Timur telah melanggar Undang-undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang mengatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi terdapat di suatau daerah tertentu,” tambahnya.
Jefri melanjutkan, larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove, juga tertuang dalam Pasal 50 Undang-undang kehutanan dan diatur masalah pidananya pada Pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 Miliar.
Poin ketiga jelas Jefri, akan menyoroti aktivitas tambang batu ilegal di padang Mausui, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba yang diduga kuat di backing oleh Agas Andreas.
Dijelaskannya, hal ini didasari oleh pengakuan pemilik lahan yang didatangi oleh seorang kontraktor untuk menyampaikan pesan Bupati Matim agar mengeksploitasi isi di padang itu.
Kendati pengakuan pemilik lahan ini dibantah Bupati Matim, namun bantahan tersebut dinilai sebagai upaya cuci tangan.
“Sebagai Bupati harusnya mengambil langkah tegas kepada pihak yang mencatut namanya. Namun langkah ini tidak dilakukan,” kata Jefri.
Oleh karena itu, HIPMMATIM menilai keterlibatan Bupati dalam aktivitas tambang ilegal di Mausui benar adanya dan juga diduga kuat sebagai buntut dari dukungan kontraktor dalam menunjang ongkos politik pada Pilkada lalu.
Di lain sisi kata dia, bantahan tersebut secara tidak langsung menuding Pemeritah Provinsi NTT yang melegalkan tambang ilegal di Mausui itu. Fakta ini justru berbanding terbalik dengan semangat Gubernur NTT dalam memerangi tambang ilegal.
“Oleh karena itu, pemerintah provinsi perlu mengambil langkah tegas dalam menangani tambang ilegal di Mausui yang diduga kuat di backing Bupati Matim,” ucapnya.
Jefri menambahkan, HIPMMATIM juga akan menyoroti nasib ratusan Pegawai Tenaga Harian Lepas (THL) di Manggarai Timur yang terabaikan oleh pemerintah daerah sejak bulan Januari 2019 sampai saat ini.
Selain belum mendapatkan upah kata dia, sebagian besar nasib dari THL hingga saat ini masih berstatus ‘dirumahkan’.
“Padahal mereka dijanjikan untuk dipanggil kembali sebagai THL, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur justru memanggil/merekrut THL baru,” imbuhnya.
Kondisi ini tambah dia, menunjukkan bahwa sikap Pemda Matim sangat diskriminatif serta sarat kepentingan.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba