Borong, Vox NTT- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Pelajar Manggarai Timur (HIPMMATIM) Kupang menggelar aksi unjuk rasa di kantor Gubernur NTT, Kamis (21/11/2019).
Dalam aksi tersebut HIPMMATIM meminta Bupati Manggarai Timur (Matim), Agas Andreas agar tidak “cuci tangan” untuk menindaklanjuti persoalan yang terjadi di kabupaten itu.
“Kita minta Bupati Matim jangan cuci tangan dengan semua persoalan yang menggerogoti wilyah Manggarai Timur saat ini,” ujar Jefri Nyoman, selaku koordinator umum kepada VoxNtt.com, Kamis (21/11/2019).
Jefri menegaskan, HIPMMATIM Kupang menyoroti beberapa kebijakan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur saat aksi unjuk rasa berlangsung.
Pertama, keputusan sepihak penetapan tapal batas antara Kabupaten Manggarai Timur dan Ngada oleh Gubernur NTT, Bupati Ngada dan Bupati Manggarai Timur pada tanggal 14 Mei 2019 lalu.
Keputusan kata Jefri, hanya melahirkan setumpuk konflik berkepanjangan di tengah masyarakat terutama di wilayah perbatasan. Kemudian, merusak keharmonisan masyarakat perbatasan yang sudah mendarah daging.
Keputusan itu, kata dia, dianggap sepihak dan sarat kepentingan kelompok tertentu karena mengesampingkan aspek musyawarah bersama sejumlah tokoh yang memahami sejarah perbatasan Matim dan Ngada.
Kedua, penggusuran mangrove di pantai Borong, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
Kebijakan itu papar Jefri, dianggap kontroversial karena mengesampingkan aspek lingkungan.
Padahal, mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir pantai yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan, dan pencegah laju abrasi.
“Atas dasar itu maka Bupati Manggarai Timur telah melanggar UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang mengatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi terdapat disuatu daerah tertentu,” terangnya.
Dia menambahkan, larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-undang Kehutanan. Dalam UU ini, masalah pidananya pada Pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 Miliar.
Ketiga kata dia, aktivitas tambang batu ilegal di padang Mausui, Kecamatan Kota Komba yang diduga kuat di-backing oleh Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas.
Hal ini didasari oleh pengakuan pemilik lahan yang didatangi oleh seorang kontraktor untuk menyampaikan pesan Bupati Manggarai Timur guna membalak isi padang Mausui.
Walau pengakuan pemilik lahan ini dibantah Bupati, namun bantahan tersebut dinilai sebagai upaya cuci tangan.
Sebagai Bupati kata dia, harusnya mengambil langkah tegas kepada pihak yang mencatut namanya. Namun langkah ini tidak dilakukan.
“Oleh karena itu kami menilai keterlibatan bupati dalam aktivitas tambang ilegal di Mausui benar adanya. Keterlibatan Bupati ini diduga kuat sebagai buntut dari dukungan kontraktor dalam menunjang ongkos politik pada Pilkada lalu,” katanya.
Di lain sisi kata dia, bantahan Bupati tersebut secara tidak lansung menuding Pemerintah Provinsi yang melegalkan tambang ilegal di Mausui itu. Fakta ini justru berbanding terbalik dengan semangat Gubernur NTT dalam memerangi tambang ilegal.
Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Provinsi NTT perlu mengambil langkah tegas dalam menangani tambang ilegal di Mausui yang diduga kuat di-backing Bupati Agas Andreas.
Keempat tambah Jefri, nasib ratusan Tenaga Harian Lepas (THL) di Manggarai Timur yang terabaikan oleh Pemerintah sejak bulan Januari 2019 sampai saat ini.
Selain belum mendapatkan upah, sebagian besar THL hingga kini masih berstatus “dirumahkan”.
Padahal jelas dia, mereka dijanjikan untuk dipanggil kembali sebagai THL. Namun Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur justru memanggil atau merekrut THL baru.
Kondisi ini menunjukan bahwa sikap Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sangat diskriminatif, serta sarat kepentingan.
Tuntutan
Dalam aksi tersebut menurut Jefri, HIPMMATIM Kupang menyampaikan beberapa poin penting.
Pertama, mendesak Bupati Manggarai Timur untuk segera membatalkan keputusan sepihak bersama tanggal 14 Mei 2019 tentang tapal batas Manggarai Timur dan Ngada.
Kedua, mendesak Bupati Manggarai Timur untuk segera menindaklanjuti temuan Pansus DPRD tanggal 26 Agustus 2019 tentang penyelesaian sengketa perbatasan Manggarai Timur dan Ngada.
Ketiga, mendesak Pemerintah Provinsi NTT dan Kapolda NTT untuk segera mengusut dan menindak tegas pelaku pembabatan mangrove di Pantai Borong, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.
Keempat, mendesak Pemerintah Provinsi NTT dan Kapolda NTT segera mengusut tuntas pelaku penambangan ilegal di padang Mausui, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur
Kelima, mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk segera menertibkan tambang ilegal di padang Mausui.
Keenam, mendesak Bupati Manggarai Timur untuk segera membayar gaji guru Bosda, serta merekrut kembali para THL yang saat ini “dirumahkan” dengan proses yang transparan dan akuntabel.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba