Ruteng, Vox NTT- Praktisi psikologi Jefrin Haryanto menanggapi polling dukungan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Manggarai yang hingga kini ramai di media online dan media sosial.
Ia mengatakan sejak Juli 2019 lalu, traffic polling dukungan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Manggarai dan survei kepuasan incumbet lewat media online mulai ramai di jagat maya.
Lembaganya, Yayasan Mariamoe Peduli (YMP) mencatat sedikitnya ada 11 polling terkait Pilkada Manggarai tahun 2020 dan 1 survei kepuasan publik terhadap kinerja Bupati Manggarai Deno Kamelus dan Wakil Bupati Victor Madur.
Jefrin menjelaskan, perkembangan informasi teknologi yang pesat membuat media sosial diminati sebagai sarana untuk menyalurkan unek-unek dan gagasan.
Hasil studi YMP, kata dia, sampai November 2019 memperlihatkan bahwa pengguna media sosial aktif di Kabupaten Manggarai mencapai 46.000. Itu tersebar dalam beberapa jenis media sosial mulai dari facebook, WhatsApp, Twitter, dan lain-lain.
Fakta lain juga terkait dengan maraknya kemunculan akun-akun anonim sampai dengan angka 10 persen.
Menurut Jefrin, di sejumlah group facebook, dan WhatsApp beberapa orang juga menyitir hasil polling di facebook untuk menunjukkan kuatnya dukungan publik terhadap calon yang dia dukung, tanpa mempertimbangkan bandwagon effect atau menguntungkan pasangan lain.
“Banyak pertanyaan yang muncul kemudian apakah hasil polling di media online itu bisa dipercaya?” tanya Jefrin dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (04/11/2019).
Merespon hal tersebut, ia pun menjelaskan dalam survei, hal mendasar yang harus didefenisikan terlebih dahulu ialah siapa populasi yang akan diteliti dan bagaimana proses pengambilan sampelnya.
Selanjutnya, kata dia, apakah sampelnya proporsional atau representatif.
Menurut Jefrin, defenisi terhadap populasi akan menjadi penting apakah hasil survei itu bisa menjadi rujukan atau dianggap valid untuk menjelaskan presepsi populasi atau tidak.
“Terkait dengan Pilkada Manggarai, populasi survei tentu warga Kabupaten manggarai yang ditandai dengan kepemilikan KTP,” jelas alumnus pascasarjana psikologi Universitas Gadjah Mada itu.
Ia menambahkan dalam proses pengambilan sampel, yang dimaksud sebagai populasi sasaran ialah warga Kabupaten Manggarai yang mempunyai hak pilih dan berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
“Lalu bagaimana dengan poling kita.com di FB saat ini?” tanya peneliti sekaligus konsultan itu.
Dengan mengacu ke kaidah ilmiah, menurut Jefrin jelas hasil polling facebook tidak valid dan tidak bisa menjelaskan presepsi pemilih Kabupaten Manggarai.
Ia beralasan, pertama, polling facebook tidak mewakili populasi masyarakat Manggarai. Sebab tidak teridentifikasi usia, KTP dan jenis kelamin, dan pemilik akun tidak 100 persen pemilih Kabupaten Manggarai.
Kedua, polling di facebook tidak mencerminkan proporsional pemilih. Sebab, tidak mewakili distribusi pemilih Kabupaten Manggarai.
Ketiga, polling tidak mempresentasikan berdasarkan jenis kelamin dan usia.
Keempat, hasil polling tidak bisa diregenerasi karena tidak menggunakan proses pengacakan.
Kelima, para kandidat atau tim yang menjadi subyek polling cenderung menggerakan dan membagikan link polling ke orang- orang yang pasti mendukungnya. Sehingga bisa terlihat yang unggul adalah yang paling rajin membagikan linknya.
Penulis: Ardy Abba