Kota Kupang, Vox NTT-Sebanyak enam narapidana (napi) tampak mengenakan kopiah dan berbaju muslim, Rabu (08/01/2020).
Para napi yang diketahui beragama Muslim itu sibuk berjabat tangan dengan sejumlah tamu undangan yang hadir dalam acara.
Acara penuh makna tersebut ialah Natal Oikumene 2019 dan Tahun Baru 2020 keluarga besar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kupang, di Jalan Matahari, Oesapa Selatan Kota Kupang.
Keenam napi yang menjamu undangan itu bertugas sebagai penerima tamu.
Persis di gerbang masuk menuju lokasi ibadah, setiap tamu yang masuk, dengan senyum semringah, keenam napi beragama Muslim berjabat tangan, dan menunduk. Para pelayan tamu kemudian mempersilakan tamu ke tempat duduk yang disediakan dalam tenda acara seluas kurang lebih 100 meter.
Tak hanya keenam napi itu yang menyambut tamu. VoxNtt.com memantau, juga terdapat sejumlah napi beragama Muslim ikut dalam Natal Oikumene itu. Mereka mengikuti acara tampak khusyuk.
Pendeta Samuel Pandi dan Pastor Sipri Asa diberikan kepercayaan memimpin acara Natal Oikumene itu.
Meski acara tersebut khusus bagi narapidana dan pegawai Lapas yang beragama Kristen, namun menurut Ketua Panitia Pelaksana, Maxi Aryon Adu, potret toleransi itu sudah sering dilakukan.
“Ini bentuk wawasan kebangsaan. Kan dari mereka sendiri yang mau terlibat.
Bukan hanya ikut, tapi juga memberikan sumbangan materil. Entah dari Masjid juga Gereja saat hari raya masing-masing di sini. Itu sudah jadi kebiasaan,” jelas Kasubsi Bimkemas dan Perawatan Lapas Kelas II A Kupang itu.
Kepala Lapas Kelas II A Kupang Badarudin mengatakan ada hikmah pada momen Natal bersama ini.
“Saya sebagai Kalapas menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut hadir,” katanya.
Menurut Badarudin, warga binaan di Lapas Kelas II A Kupang nemiliki kepercayaan tiga agama.
“Terbesar itu Protestan 350-an, Katolik 130-an dan beragama Muslim 50-an,” ungkap dia.
Oleh karena itu, dalam Lapas, terkenal dengan sebutan ‘satu tungku, tiga batu’.
Sebutan itu memiliki arti ‘satu hati, satu saudara. Pesan toleransi demikian yang ditanamkan Badarudin di dalam Lapas Kelas II A Kupang.
“Kalau di sini kita hidup sebagai sahabat bagi sesama. Jadi tidak ada bedanya. Apalagi kita ikuti perjalanan manusia,” ucap dia.
Badarudin menambahkan, dengan kebesaran Tuhan menyebar di seluruh dunia, pihaknya mencoba menghindari ada intoleransi di dalam Lapas Kelas II A Kupang.
Ia pun mengajak agar warga binaan wajib mengenal dan hidup bersama satu sama lain. Apalagi NTT dikenal sebagai provinsi yang menjunjung tinggi nilai toleransi.
Ia kembali mengingatkan bahwa di Lapas Kelas II Kupang ada Gereja Protestan, Gereja Katolik dan Masjid.
“Kalau masing-masing merayakan hari raya, kami sama-sama rayakan di sini. Apalagi kita dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada warga binaan ataupun para pengunjung,” jelasnya.
Badarudin menambahkan, penghuni Lapas Kelas II A Kupang wajib memiliki tiga hal utama. Ketiganya yakni, memiliki kecerdasan, spiritualitas dan emosional.
Sementara Kepala Badan Kesbangpol NTT, Yohana Lisapaly, yang juga hadir dalam kegiatan itu menyatakan bahwa perayaan Natal memang harus bersukacita.
Hal itu sesuai dengan tema Natal secara nasional yakni ‘hiduplah sebagai sahabat bagi orang lain’.
“Tadi saya diterima oleh mereka yang beragama Muslim di pintu masuk. Itu sesuai dengan tema kita tahun ini ‘jadi sahabat bagi orang lain’. Saya kira masuk di sini bukan suasana yang menyeramkan tetapi persahabatan. Kekeluargaa sebagai ciri kita berbangsa sudah mulai luntur, oleh karena itu kita harus tunjukkan. Sebagai sesama anak bangsa kita harus merasakan sebagai sahabat, diterima oleh rekan-rekan warga binaan beragam Islam saya senang sekali. Sesuai dengan tema yang diangkat,” jelas Yohana.
Predikat Bebas Korupsi
Diketahui, Lapas Kelas II A Kupang pada 10 Desember tahun 2019 mendapat penghargaan sebagaai wilayah bebas korupsi.
Predikat itu menjadi satu-satunya untuk lembaga pemasyarakatan dari wilayah Provinsi NTT.
Penerimaan itu, Kata Kalapas Badarudin, dianugerahkan oleh MenpanRB di Jakarta.
Menurutnya, oleh asas transparansi sama sekali tidak ada pungutan liar di Lapas Kelas II A Kupang.
“Jadi, kalau ada yang temukan silakan adukan ke Ombusman. Kita mendapat predikat wilayah bebas dari korupsi. Semua di sini saya tekankan tidak ada yang macam-macam. Saya langsung tindak sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata dia.
Hingga kini, kata Badarudin, sebanyak 575 warga binaan di Lapas Kelas II A Kupang.
“Sebagai pimpinan saya memberikan kebebasan siapapun untuk merayakan hari raya di sini. Itu kan hak asasi manusia,” tutupnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba