Kupang, Vox NTT-Sebulan setelah Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT, Josep Nae Soi dilantik, masyarakat NTT setidaknya bernafas lega dengan pengeluaran SK Moratorium TKI.
Bahkan, pada pidato perdana di depan ribuan Aparatur Sipil Negara yang bertugas di Kantor Pemprov NTT, Gubernur Viktor mengancam akan mematahkan kaki para calo yang berani melakukan pengiriman pekerja migran NTT ke luar daerah.
Surat Keputusan moratorium bernomor 357/KEP/HK/2018 itu berisi tentang beberapa point penting yang mengatur mekanisme perekrutan hingga pengiriman dan penempatan buruh migran asal NTT di luar negeri.
Setidaknya ada dua point penting yang cukup membuat moratorium TKI oleh Gubernur NTT itu mandek.
Dua poin itu yang mengatur proses perekrutan hingga penempatan yang pada dan para calon tenaga kerja harus memiliki kompetensi dan itu dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.
Selain karena kesepakatan kerja sama tenaga kerja Indonesia dan Malaysia belum dilakukan, juga terkait dengan kesiapan managemen perekrutan PMI/TKI secara keseluruhan yang masih bermasalah.
“Kendalanya adalah sertifikasi dan penempatan. Jadi, ada dua model kesepakatan lagi yakni goverment to goverment dan Govermen dengan perusahaan”, ujar Gaberiel Goa Ketua PADMA Indonesia pada 14 Februari di Sasando Hotel, Kupang.
Menurut Gabriel, MoU antara Indonesia dan Malaysia, hingga kini masih tarik ulur oleh penandatanganan kerja sama buruh migran. Jika, MoU sudah dibangun maka kemudian terjadi kesepakatan antar negara dengan perusahan terkait dengan perekrutan dan penempatan tenaga kerja.
“Sisi lain, tarik ulur MoU ini juga membuka black market PMI. Jadi, negara kita masih tarik ulur, sementara para calo PMI mulai beroperasi lewat jalur gelap perdagangan orang. Sehingga mimpi Gubernur NTT soal moratorium dan pengiriman secara legal pekerja migran asal NTT agak sulit terealisasi”, jelas Gabriel.
Kendala lain adalah persoalan teknis dari perekrutan hingga penempatan. Di situ, juga terdapat kesiapan tenaga kerja asal NTT untuk dilatih sehingga secara kompetensi teruji juga sudah siap berdasarkan administrasi.
Mimpi Gubernur NTT Mandek
Gabriel Goa berujar, proses perekrutan hingga penempatan buruh migran tidak semudah membalikan telapak tangan. Calon pekerja migran harus punya sertifikat kompetensi yang ia beroleh dari BLK. Sertifikat hanya bisa diberikan oleh sebuah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
“Masalah krusialnya itu. NTT agak tidak punya lembaga sertifikasi berkompetensi baik dan mumpuni, terkhusus untuk bidang pertanian”, ujar dia.
Sulistyo Ambarsari Kepala UPTD Latihan Kerja NTT di Jalan Tamrin pada Jumat (14/02/2020) siang menerima VoxNtt.com di ruang kerjanya.
BLK milik Pemda NTT itu, kelihatan sepi di tengah maraknya keberangkatan tenaga kerja illegal ke luar NTT. Padahal di saat yang sama, Gubernur NTT agar mengirimkan ribuan anak muda NTT ke luar negeri secara legal dan berkompeten.
Ambarsari mengungkapkan, hingga kini BLK milik Pemda NTT itu masih menerima enam paket pelatihan. Tiga diantaranya, menjahit, otomotif dan menjahit lanjutan.
Menurutnya kompetensi yang paling sedikit permintaan adalah pekerja sawit. Berbanding terbalik dengan permintaan pekerja sawit asal NTT selama setahun yang mencapai 5000 orang.
“Kami di sini hanya pelatihan saja lalu diserahkan ke P3MI untuk pengurusan selanjutnya. Ada 500 pekerja sawit tapi tak satupun dari mereka yang sudah dikirim. 500 orang itu latihnya di Kupang dan Maumere. Banyak yang hasil latihan itu sudah bekerja di Kalimantan tidak secara resmi. Ada sementara beberapa yang diproses oleh P3MI untu dikirim, sementara pengurusan paspor dan medical check”, ujar Ambar.
Ambar menambahkan kendala pada pemberian latihan pekerja sawit adalah belum adanya lembaga sertifikat kompetensi bidang pekerja sawit.
“Kami masih kerja sama dengan LSP Pertanian dari Malang. Mereka tinggal di sini selama tiga bulan. Sepi peminat pekerja sawit padahal paling banyak dibutuhkan”, ujarnya.
Menurutnya pengadaan lemabaga sertifikasi bidang pertanian di NTT adalah sebuah kebutuhan yang sangat urgen agar mimpi Gubernur NTT untuk mengirimkan tenaga kerja profesional bisa terwujud.
VoxNtt.com, kemudian bertolak ke Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang terletak di bagian timur Bundaran Tirosa Kota Kupang. Kantor itu juga terlihat sepi tanpa hilir mudik aktivitas.
Padahal dalam Surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Indonesia tertanggal 16 Oktober 2019, sudah ada perintah terhadap Gubernur dan Bupati/walikota se-Indonesia untuk mengadakan Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Surat edaran bernomor M/6/PK.02.03/X/2019 yang ditandatangani oleh Menteri Ketenagkerjaan RI M. Hanif Dhakiri itu, salah satunya menegaskan pengoptimalisasian LTSA.
Sayangnya, kepala LTSA NTT tidak berada di tempat. Salah satu staf di LTSA, Zem Takaeb, bagian operasional PPTK menjelaskan, bahwa pimpinannya sedang berada di Jakarta.
Bagian lain, Peraturan Gubernur NTT Nomor 35 tahun 2016 sudah mencantumkan anggota LTSA yakni; Dinas Nakertrans provinsi NTT, BP3TKI Kupang, Kanwil Hukum dan HAM NTT (Imigrasi), Dinas Kesehatan Provinsi NTT, BPJS Ketenagakerjaan NTT dan Perbankan.
“Dari Imigrasi itu masih kurang maksimal karena butuh sebuah alat (mesin pencetak pasport) senilai kurang lebih 2 M”, ujar Zem tanpa menjelaskan nama alat nama tersebut.
VoxNtt.com, kemudian, menghubungi Sjachrir, Kepala Kantor Migrasi Kupang. Menurutnya, jam 9.30 hingga pukul 12.00 Wita pada hari Ju’mat, stafnya sedang melakukan ibadah. Ia membantah jika pelayanan migrasi kurang maksimal.
Terkait dengan kurangnya alat, dirinya ikut membenarkan. Selain mesin cuma satu juga terkait dengan sistem jaringan yang kadang mengalami gangguan.
“Kita sejak ada aturan 2019, ada 29 diduga TKI yang kami tolak. Kami kerja berdasarkan rekomendasi P3CTKI dan Dinas Ketenagkerjaan. Kalau mesin cuma satu. Kita kendala bukan dengan sistemnya tetapi jaringannya yang kadang lelet. Kita tunggu konfirmasi ke pusat karena 130-an kantor Migrasi dari seluruh Indonesia terintegrasi ke pusat. Jadi kita tunggu konfirmasi dulu baru bisa melakukan percetakkan”, ujar Sjachrir melalui sambungan seluler.
Sementara untuk perusahaan perekrut tenaga kerja, ada sebanyak 43 perusahaan perekrutan PMI yang ada di Kupang. Perusahaan-perusahaan itu tersebar di seluruh Kota Kupang.
Namun hingga Februari 2019, sebanyak 31 masih berstatus aktif sedang 12 lain tidak aktif. Ketidakaktifan itu karena perpanjangan izin yang tidak dilakukan oleh pihak perusahaan.
Jenazah PMI Terus Berdatangan
Di tengah carut marutnya sistem pengiriman PMI/TKI asal NTT, Negara sepertinya belum serius menanggapi persoalan itu.
Sementara, kurang lebih 20 Km dari Kantor LTSA pada bagian Timur, tak jauh dari Bandara Eltari, jenazah terus berdatangan.
Hari itu, Jumat (14/02/2020), dua jenazah TKI datang lagi. Kurang lebih belasan relawan kemanusiaan menyambut kepulangan mereka.
Timoteus S. Suban dari BP3TKI Kupang menjelaskan, bahwa siang itu ada dua jenazah yang tiba di NTT. Satunya meninggal di Malaysia, satu lain adalah tenaga kerja antar daerah (AKAD).
Adalah Almahrum Bernadus Bura (37), jenazah PMI ke 11 tahun 2020 yang kembali ke NTT. Bernadus berasal dari Rianbao Lembata. Dalam salinan surat kematian yang diterima VoxNtt.com, ia meninggal akibat struk dan jantung.
Kemudian, oleh ambulance milik BP3CTKI langsung diberangkatkan ke Pelabuhan Fery Bolok, untuk menempuh jalur penyebrangan laut ke Lembata.
Minim Pengawasan
Kebijakan Gubernur NTT soal keberangkatan PMI asal NTT yang kompetensi dan sudah dilengkapi adminsitrasi, harus diikuti dengan pengawasan, mulai dari BLK, LTSA hingga BP3TKI.
Semua jenis peraturan dan jalur legal PMI harus disosialisasikan secara terus menerus dan luas kepada masyarakat.
“Dinas Ketenagakerjaan Provinsi NTT harus secara dini mulai melakukan pencegahan bukan hanya berkutat dengan sektor hilir. Sosialisasi secara meluas harus terus menerus dilakukan supaya tenaga kerja asal NTT tahu kemana untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi hingga kepada pengiriman mereka keluar negeri”, kata Gabriel goa, direktur PADMA Indonesia.
Sementara aktivis kemanusiaan NTT, Pendeta Emmy Sahertian, menyebut bahwa negara belum hadir dalam maraknya kasus kematian TKI di NTT..
Pendeta Emmy yang juga setia menjemput jenazah PMI asal NTT di bandara Eltari, sebelumnya geram dengan pernyataan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. Gubernur Viktor menyebut ‘jika TKI tewas tinggal dikubur’.
Emmy menegaskan, pernyataan Gubernur Viktor menunjukkan ketidakmampuannya untuk mengatasi persoalan human trafficking di NTT.
“Dia sudah putus asa, tidak tahu mau buat apa. Neu (baik sudah) yang sukses yang tewas tinggal kubur. Saya curiga Gubernur sudah putus asa dan tidak berdaya,” ujarnya di Kargo Bandara El Tari Kupang, Kamis (28/11/2019).
“Kalau dia anggap yang meninggal ini sisa dari masa lalu, lebih baik dia berhenti saja. Persoalan TKI yang meninggal itu bukan orang konyol. Mereka pergi karena terpaksa migrasi untuk kerja,” tambah Emmy.
Menurut dia, ruang politik untuk masyarakat di NTT tidak ada. Semua sudah dibajak oleh koorporasi dan pengusaha.
Migrasi yang paling diminati karena murah adalah melalui cara non prosedural. Sayangnya, itu adalah jalan kematian.
“Paling tidak dengan keberanian Gubernur Viktor di awal yakni perlindungan bagi warga itu adalah harapan. Ini bukan soal dia sendiri yang mau pergi makanya mereka ikut iming-iming untuk kerja. Ini soal lahan uang sudah tidak ada untuk meluapkan keterampilan mereka,” tambah dia.
Untuk diketahui jenazah TKI yang dipulangkan selama tahun 2019 berjumlah 124 orang. Sementara tahun 2020 hingga pertengahan Februari berjumlah 11 orang.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Irvan K