Kupang, Vox NTT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT menggelar rapat gabungan Komisi V dan II di Aula Kelimutu Kantor DPRD NTT, Senin (24/02/2020).
Rapat tersebut guna membahas langkah tindak lanjut atas pengaduan kasus Dr. Lanny Koroh, seorang dosen di Yayasan Universitas Pendidikan Guru 45 (UPG 45) Kupang.
Baca Juga: Saat Air Mata Menjadi Jalan Paling Akhir Seorang Doktor
Terpantau, rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua I Komisi V Mohamad Ansor itu dihadiri Kepala Biro Ketenagakerjaan Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Thomas Suban Hoda, Kepala Seksi Pengawasan Pengupahan dan Jaminan Sosial Nakertrans NTT Victor Adoe, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Johana Engelina Lispaly, juga pimpinan beserta anggota Komisi V dan II DPRD NTT.
Sementara pihak Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 Kupang yang diundang, tidak berkesempatan hadir dalam rapat gabungan tersebut.
Padahal, kehadiran pihak UPG 45 Kupang sangat penting guna mendapatkan penjelasan terkait persoalan yang diadukan Dr. Lanny Koroh ke DPRD NTT beberapa waktu lalu
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua I Komisi V Mohamad Ansor mengatakan, Komisi V DPRD NTT sudah bertemu dengan Dr. Lanny Koroh dan mendengarkan keluhannya.
Ia juga mengaku, sudah merekomendasikan pihak UPG 45 Kupang untuk hadir dalam rapat gabungan tersebut. Namun sayangnya pihak UPG 45 Kupang mangkir dengan alasan rektornya David Selan sementara berada di luar daerah.
“Ada konfirmasi pada pagi hari ini, bahwa terus terang saja jawaban dari UPG bahwa rektornya tidak bisa hadir pada pagi hari ini, dengan alasan bahwa rektornya sementara berada di Jakarta, dan mereka telah menyampaikan permohonan maaf ini kepada Ketua DPRD, tapi kalau dari kami, kalau tidak rektor yang hadir, minimal ada perwakilan yang hadir,” ujar Mohamad.
Ketidakhadiran pihak UPG 45 itu tegas dia, bukan berarti tidak akan melanjutkan pembahasan masalah yang tengah melilit dosen lulusan Udayana tersebut.
Persoalan tersebut terutama antara Dr. Lanny Koroh dengan Kampus yang diwadahi Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi Persatuan Guru Republik Indonesia (YPL PT PGRI) NTT.
“Kami tetap menggelar rapat ini, dengan yang pertama kami meminta kejelasan dari bagian Kesra yaitu bagian Kesra sudah mencermati, tahu dan mendalami peristiwa ini, kita mendengar dari Kesra dan mengetahui upaya-upaya, yang kedua dari Nakertrans terkait dengan pengawasan, dan tindak lanjut dari pengaduan dari Dr Lanny, setelah itu nanti teman-teman anggota Komisi V dan II diminta untuk memberikan pandangan untuk ke depan,” pungkasnya
Kepala Biro Ketenagakerjaan Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Thomas Suban Hoda mengaku, pihaknya sudah menerima surat pengaduan dari Dr. Lanny pada 04 Februari 2020 lalu.
Disnakertrans Provinsi NTT, kata Thomas, juga telah menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan memanggil pihak UPG 45 untuk hadir ke kantor itu pada 13 Februari 2020 lalu.
Menurut dia, pemanggilan dilakukan untuk mendapatkan klarifikasi atas pengaduan Dr. Lanny Koroh. Namun sayangnya, pemanggilan tersebut tidak digubris oleh pihak UPG 45. Buktinya mereka mangkir dari panggilan.
“Panggilan yang disampaikan kepada pihak terkait untuk hadir pada tanggal 13 tersebut, dari pihak Universitas Persatuan Guru 45 tidak hadir, yang hadir hanya Ibu Lanny bersama pendamping,” katanya.
Thomas menegaskan, sampai saat ini pihaknya terus menunggu partisipasi pihak UPG 45 untuk memberikan klarifikasi.
Sebab, sesuai dengan standar penanganan pemasalahan hubungan industrial, jelas dia, harus dilakukan selama 30 hari menunggu klarifikasi dari pihak terkait. Selanjutnya akan dilakukan pencermatan masalah.
DPRD Kesal dan Kecewa
Kali ini, lagi-lagi pihak UPG 45 kembali mangkir dalam rapat gabungan di DPRD NTT.
Anggota Komisi V DPRD NTT Ana Kolin pun mengaku kesal.
Menurutnya, maksud dan tujuan dari rapat itu adalah DPRD ingin memediasikan kedua belah pihak agar persoalan ini dapat diselesaikan secara baik.
“Kalau memang tidak ada pertemuan kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan ini, bawa saja ke ranah pengadilan, di situ masing-masing orang akan membuktikan siapa kalah dan siapa menang, jadi kalau ruang ini dibuat Komisi V dan II seharusnya UPG berterima kasih hal ini, tetapi kehadirannya tidak ada sama sekali ini, berarti secara etikadnya mereka tidak menghargai lembaga legislatif NTT untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tegas Ana.
Politisi PKB itu menegaskan, persoalan ini hanya ditarik ulur dan menjadi trending topic, serta buah bibir di berbagai media massa.
“Perlu diketahui bahwa melalui Komisi V, persoalan ini sudah menjadi masalah yang serius untuk diselesaikan,” tegasnya.
Senada dengan Ana, Anggota Komisi II DPRD NTT Reni Marlina Un juga mengaku kecewa atas ketidakhadiran UPG 45 dalam rapat gabungan tersebut.
“Nah pada pagi hari ini ternyata saya dan kawan-kawan juga sangat kecewa karena pihak yang terkait ini tidak hadir, padahal kita pingin mendengarkan terlebih dari UPG 45, dikarenakan dia sebagai universitas yang mempekerjakan dosen,” kesalnya.
Oleh karena itu, Reni meminta Pemerintah Provinsi NTT melalui Disnakertrans untuk memediasikan kedua belah pihak, sehingga persoalan tersebut dapat diselesaikan. Sebab menurut dia, masalah tersebut sangat mempengaruhi nasib seorang dosen.
Wakil Ketua II komisi V DPRD NTT Kristien Samiyati Pati juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap UPG 45 yang diundang, namun berhalangan untuk menghadirkan salah satu pihak perwakilan.
Ia bahkan menilai ketidakhadiran UPG 45 tersebut merupakan tindakan yang tidak menghargai DPRD NTT.
Padahal menurut Kristien, lembaga legislatif punya andil dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
“Oleh karena itu dengan rapat ini kita rekomendasikan, hadirkan pihak universitas dan Ibu Lanny diatur waktu sebaik mungkin supaya kami juga hadir karena kami juga punya kerinduan bertemu dengan universitas yang diundang, tetapi juga tidak hadir, sebetulnya dia pikir dia hidup sendiri barang kali, dia tidak ada hubungan dengan pemerintah maupun DPR,” pungkasnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba