Editorial, Vox NTT-Semarak program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) yang dicetus Bupati Stef Bria Seran, ternoda dugaan korupsi bawang merah.
Kasus tindak pidana korupsi yang terjadi pada tahun 2018 di Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan ini, sedang ditangani oleh Ditreskrimsus Polda NTT.
Hingga kini polisi sudah menetapkan 8 tersangka. Sementara satu orang lagi masih dalam tahap pemeriksaan.
Meski demikian, kasus ini tidak boleh meruntuhkan semangat Pemda Malaka untuk terus melanjutkan dan menuntaskan program revolusi pertanian.
Koruptor (jika dugaan korupsi ini terbukti benar) jangan ditolong, sementara program RPM harus terus ditingkatkan.
Program ini dinilai banyak pihak merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan petani. Para petani juga mengaku sangat terbantu dengan hadirnya RPM.
- Frans Skera: Revolusi Pertanian Malaka Perlu Diikuti Daerah Lain di NTT
- Terkait Program RPM, Warga: Terima Kasih Bupati Telah Membantu Kami
Bagaimana tidak, masyarakat Malaka sudah dipermudahkan untuk menggarap lahan dengan bantuan traktor gratis, bibit, benih dan pupuk yang disediakan pemerintah.
Malaka dan NTT umumnya merupakan daerah agraris. Pertanian merupakan tumpuan sekaligus harapan hidup orang NTT. Karena itu, kebijakan pro petani merupakan harga mati kalau NTT ingin keluar dari kemiskinan.
Jika berkeliling NTT, di mana-mana ada hamparan sawah, kebun kopi, kelapa, kemiri, jambu mente, coklat dan sayur-sayuran dan buah-buahan organik.
Pemandangan itu merupakan bukti kekayaan agraris NTT yang sudah dikembangkan dari masa ke masa.
Di zaman El Tari, kemana pun dia berkunjung selalu mengajak rakyat untuk menanam.
“Tanam, Tanam dan sekali lagi Tanam” merupakan slogan khas kepemimpinan Gubernur El Tari.
Di zaman Ben Mboi, masih lekat dalam ingatan kita soal program Revolusi Nusa Makmur dan Nusa Hijau. Program ini juga merupakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap nasib petani.
Demikian pun motivasi dr. H. Fernandez menjadi gubernur NTT yakni untuk menolong petani keluar dari masalah kekurangan air dan kesejahteraan mereka.
Gubernur Fernandez sepakat, bahwa sebagaian besar rakyat hidup dari sektor pertanian. Maka, program-program pro petani mesti dilanjutkan mengingat pendapatan per kapita orang NTT pada tahun 1987 hanya Rp. 264.267.
Karena itulah, Fernandez menjadikan program peningkatan produksi dan produktivitas pertanian sebagai point pertama dalam 8 program prioritasnya.
Penyebab utama petani di NTT selalu miskin disebabkan oleh kekurangan modal dan alat produksi modern untuk mengolah tanah yang keras dan berbatu-berbatu (lahan kering).Dengan kata lain, petani selalu kalah berhadapan dengan ciri khas pertanian lahan kering NTT.
Dari berbagai pengalaman, dapat disimpulkan, petani NTT terus miskin karena tak sanggup mengolah tanah yang kering, tandus, keras dan berbatu-batu.
Karena itu, program Revolusi Pertanian Malaka sebenarnnya usaha konkrit untuk menuntaskan persoalan tersebut. Petani yang kekurangan faktor/alat produksi akhirnya terbantukan dengan RPM.
Gairah dan semangat mereka yang sebelumnya runtuh akibat kondisi lahan yang pelik akhirnya dibangkitkan kembali. Demikian pun para pemuda yang lelah dan mungkin putus asa menggarap lahan, termotivasi untuk kembali bekerja.
Di tengah gelombang migrasi penduduk desa di Malaka untuk mencari kerja di luar negeri, RPM adalah asa yang dapat membangkitakan harapan.
Maka tak heran jika tokoh senior politisi dan birokrasi NTT, Frans Skera mengajak seluruh bupati di NTT untuk mengikuti program revolusi pertanian Malaka.
“Selama ini pertanian NTT mundur, mandeg dan memelas. Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu petani. Jangan malu-malu tiru itu bupati Malaka” ungkap mantan anggota DPR RI tersebut. (VoN).