Kupang, Vox NTT-“NTT Bangkit, NTT Sejahtera” merupakan slogan politik yang diusung pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) sebagai Gubernur dan Josef A. Nae Soi (JNS) sebagai Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kebermaknaan slogan ini diungkap Prof. DR. Fransiskus Bustan, M.Lib dalam bukunya yang berjudul “Slogan Politik ‘NTT Bangkit, NTT Sejahtera’ Sebagai Jangkar Pembangunan Masyarakat Nusa Tenggara Timur”.
Buku ini mengkaji slogan tersebut dalam tautan dengan fungsi dan kebermaknaan sebagai jangkar pembangunan masyarakat NTT ditilik dari prisma linguistik sebagai cabang ilmu yang mengkaji secara khusus dan mendalam tentang bahasa sebagai sistem tanda.
Prof Frans tertarik mengkaji slogan politik ‘NTT bangkit, NTT sejahtera’ yang diusung pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan Josef A. Nae Soi (JNS) karena fitur bahasa yang dipakai memiliki karakteristik bentuk dan makna khas sebagai kekhususan pembeda dengan dengan fitur bahasa yang dipakai dalam slogan politik beberapa kandidat yang lain.
Meskipun bentuk bahasa yang dipakai tampak begitu singkat dalam struktur mukaan, namun esensi isi pesan yang tersurat dan tersirat di dalamnya sarat makna.
Selain berfungsi sebagai strategi marketing politik dalam memenangkan PILGUB NTT tahun 2018, slogan politik itu bermakna sebagai jangkar pembangunan masyarakat NTT yang pengejawantahannya menyatu dan menyata dalam visi mereka, ‘NTT Bangkit Mewujudkan Masyarakat Sejahtera’.
Melalui slogan politik, ‘NTT bangkit, NTT sejahtera’’, pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan Josef A. Nae Soi (JNS) terpanggil secara moral untuk mengarak seluruh kalangan masyarakat NTT bangkit dan beraksi bersama pemerintah membangun masyarakat NTT agar bisa ke luar dari stigma ‘Nanti Tuhan Tolong’ atau ‘Nasib Tidak Tentu’ sebagai plesetan untuk NTT karena sebagian besar warga masyarakatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan yang dalam pemetaan nasional tergolong provinsi termiskin ketiga di Indonesia.
Tanpa mempersoalkan proses dan mekanisme pemaknaannya dalam tataran operasional setelah mereka meraih kemenangan dalam PILGUB tahun 2018 dan seberapa jauh keberhasilan yang mereka sudah capai, ditilik dari perpektif linguistik, slogan politik ‘NTT bangkit, NTT sejahtera’, bukan sekadar hadir sebagai segmen wacana politik demi pencitraan diri mereka melalui pemakaian fitur bahasa beronamen retoris agar tampil beda dari beberapa pasangan lain sebagai mitra tanding dalam PILGUB NTT tahun 2018.
Karakteristik bentuk bahasa yang dipakai dalam slogan politik tersebut, sebagaimana disinggung sebelumnya, memang tampak singkat dalam struktur mukaan, namun padat makna karena bertujuan mengarak seluruh alangan masyarakat NTT bangkit dari kertertinggalan dan keterpurukan hidup menuju tatanan hidup sejahtera.
Beberapa manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dari buku ini adalah:
(1) menunjang kebermaknaan teori linguistik sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji secara khusus dan mendalam tentang bahasa sebagai lambang keberadaan manusia sebagai anggota suatu masyarakat;
(2) menunjang kebermaknaan konsep lingustik tentang fenomena pemakaian bahasa dalam ranah politik yang menelaah hubungan bahasa dan politik, sebagaimana tercermin dalam fitur bahasa yang dipakai dalam slogan politik; dan
(3) menunjang kebermaknaan konsep tentang dua kutub tanda linguistik, bentuk dan makna, sebagai cakupan aspek pencandraan bahasa dalam pemakaian sebagai sarana komunikasi paling efektif dalam konteks kehidupan suatu masyarakat.
Beberapa manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dari buku ini adalah sebagai berikut:
(1) terjadinya kesepahaman antara seluruh kalangan dan lapisan masyarakat NTT tentang arah dan muara program pembangunan masyarakat NTT di bawah kepemimpinan pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan Josef A. Nae Soi (JNS) sebagai Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT pada periode 2018-2023;
(2) terjadinya peningkatan kesadaran seluruh kalangan dan lapisan masyarakat NTT tentang pentingnya partisipasi aktif mereka dalam suatu mekanisme kerjasama bahu-membahu, melalui berbagai bentuk dan cara, dalam upaya mensukseskan visi ‘NTT Bangkit Mewujudkan Masyarakat Sejahtera’; dan
(3) terjadinya restorasi pola pikir dan pola perilaku masyarakat NTT dari kebiasaan lama bernuansa tradisional yang sudah sekian lama mengakar dalam rahim kehidupan masyarakat NTT dengan pola pikir dan pola perilaku berdimensi baru yang konstruktif dan produktif demi mewujudkan masyarakat sejahtera.
Slogan politik ‘NTT bangkit, NTT sejahtera’ adalah sebuah gugus kata berbentuk kalimat majemuk setara yang terbentuk dari dua klausa independen sebagai unsur bawahan, (1) NTT bangkit dan (2) NTT sejahtera.
Kata (nomina) NTT dalam klausa (1) yang menunjuk pada masyarakat NTT adalah subjek (S) dan kata (verba) ‘bangkit’ sebagai verba tindakan adalah predikat (P). Kata (nomina) NTT dalam klausa (2) yang menunjuk pada masyarakat NTT adalah subjek (S) dan kata (verba) ‘sejahtera’ sebagai verba keadaan adalah predikat (P).
Tanpa tindakan atau aksi ‘bangkit’ dalam klausa (1), masyarakat NTT tidak mungkin mencapai keadaan ‘sejahtera’ dalam klausa (2). Jika masyarakat NTT bangkit, maka masyarakat NTT sejahtera dan stigma ‘Nanti Tuhan Tolong’ dan ‘Nasib Tidak Tentu’ sebagai plesetan untuk NTT akan pupus.
Bentuk tekstual slogan politik itu memang singkat, namun padat makna sesuai konteks situasi dan konteks sosial budaya masyarakat NTT sebagai lingkungan nirkata yang melatari pemaknaannya.
Sesuai fungsi dan kebermaknaannya sebagai jangkar pembangunan masyarakat NTT, karakteristik bentuk bahasa yang dipakai dimaknai sebagai restorasi pola pikir dan perilaku masyarakat NTT, energi pemacu semangat juang masyarakat NTT, dan kristalisasi mimpi sosial kolektif masyarakat NTT.
Untuk diketahui, buku ini merupakan salah satu produk publikasi dari Biro Humas dan Protokol Setda NTT. Buku ini diterbitkan oleh CV. Sejahtera Mandiri Teknik Indonesia.