Tugas Uskup Sipri memang berat di tengah berbagai tantangan dunia saat ini. Namun sebagai seorang murid Kristus, keteladanan Yesus bisa menjadi rujukan.
Butuh 40 hari bagi Yesus untuk bersemedi, melakukan pengendapan, dan sesudahnya mengambil keputusan penting. Setelah itu, Ia turun ke tengah masyarakat untuk melakukan gerakan sosial dan melakukan advokasi terhadap ketidakadilan, korupsi, kemorosotan moral dan penindasan yang dilakukan penguasa Romawi di zaman itu.
Yesus mengajarkan tentang keharusan pengikutnya untuk keluar dari zona nyaman meski ia tahu akan mati di kayu salib. Misi heroik ini semata-mata dilakukan demi keselamatan dan pembebasan manusia di Bumi.
Keluar dari zona nyaman juga berarti harus ‘lepas-bebas’ dari segala macam ‘belenggu tubuh’ yang bisa saja menjauhkan uskup Sipri dari misi pembebasan. Sebelum membebaskan orang lain, Ia harus mampu membebaskan dirinya dari jeratan ‘gairah-gairah dunia” yang sifatnya semu dan sesaat.
Namun sayangnya, Mgr. Sipri bukanlah Yesus yang punya sisi ke-Allah-an dalam dirinya. Ia hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kelemahan, noda dan dosa.
Karena itu, doa dan dukungan segenap kalangan sangat dibutuhkan agar tongkat kepimpinan yang diserahkan kepadanya, bisa melahirkan perubahan sosial serta mampu menghadirkan kerajaan Allah di Bumi Manggarai