Maumere, Vox NTT- Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia berujung pada pemberalukan social distancing secara besar-besaran.
Di daerah seperti di Sikka, sejak 20 Maret 2020 telah diberlakukan Karantina Wilayah yang berlaku 14 hari. Kantor-kantor tutup dan pegawai diperintahkan bekerja dari rumah. Sekolah-sekolah pun diliburkan sampai 21 April mendatang.
Meski sampai saat ini belum ada pasien yang berstatus suspect atau pun positif Covid-19 di Sikka, namun pandemi ini sudah mulai ‘makan korban’.
Beberapa pekerja dan penyedia jasa sektor informal mengeluh kesulitan ekonomi.
Ambu Titha, seorang perempuan pengojek di Maumere mengeluh kehilangan pendapatan. Pasalnya, dua pekan terakhir aktivitas warga turun. Ini berdampak terhadap pemasukannya sebagai tukang ojek.
“Sepi penumpang, sepi penghasilan bahkan kadang sama sekali tidak ada penghasilan,” terang single parent ini kepada VoxNtt.com saat dihubungi, Jumat (02/04/2020).
Ambu Tita menambahkan, tutupnya kantor-kantor dan sekolah dirasakan sangat berdampak. Ia punya banyak langganan orang kantoran dan anak sekolahan. Namun dengan situasi ini, dia akan kehilangan pendapatan bulanannya pula.
Sama halnya dengan Marsel, sopir angkutan Kota Maumere. Ia pun mengeluhkan hal serupa.
Ada pula Momi, tukang tambal ban yang membuka bengkel tambal ban di Geliting.
Kepada VoxNtt.com, Sabtu (03/04/2020) di bengkel miliknya, Momi mengaku pendapatannya turun drastis.
“Biasanya setiap hari di atas Rp 100.000 sekarang paling Rp 50.000. Kami pakai untuk makan minum, ya hanya bisa simpan Rp 10.000 sampai Rp 20.000,” terang Momi.
Selain ketiganya, ada pula penjual nasi bungkus di Terminal Lokaria yang tidak ingin namanya disebutkan. Terminal sepi. Langganannya seperti tukang ojek dan sopir pun berkurang drastis. Terpaksa ia berhenti berjualan nasi bungkus untuk sementara waktu.
Baik Ambu Titha, Marsel atau pun Momi pasrah. Mereka bukan malas bekerja. Hanya saja situasi sedang tak bersahabat dengan pekerjaan yang mereka geluti.
“Situasi serba sulit. Belum barang kebutuhan naik harganya. Mau minta kebijakan dari pemerintah pun kami sadar saat ini pemerintah juga lagi pusing. Kami hanya bisa berharap semuanya cepat berlalu,” tandas Ambu Titha.
Keluhan serupa juga datang dari kampung. Salah satu petani asal Doreng, Mus Muliadi mengaku kewalahan.
Meski punya kebun, tidak menjamin ia dan keluarganya bisa mengakses pangan. Pasalnya, mereka menyadarkan hidup pada komoditi. Sementara sejak tahun-tahun sebelumnya harga komoditi pun anjlok.
“Kami tidak tanam palawija jadi kami hanya berharap bisa jual kelapa, kemiri atau komoditi lainnya untuk beli makan. Sekarang harga Vanili tidak seperti tahun kemarin. Mau tidak mau harus dijual meski lebih banyak dipakai bayar hutang,” terangnya kepada VoxNtt.com, Sabtu (04/04/2020).
Mus berharap ada kebijakan pemerintah soal pangan untuk rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Harga Sembako Naik
Di tengah fakta hilangnya pendapatan masyarakat bawah, harga sembako mengalami kenaikan. Pantauan VoxNtt.com di Sikka harga sembako mulai mengalami kenaikan.
Khusus beras harga masih stabil berkisar antara Rp 9.000 sampai dengan Rp 12.000 tergantung kualitas.
Sementara gula pasir dari semula seharga Rp 16.000 per kg naik menjadi Rp 19.000 per kg.
Khusus minyak goreng masih stabil. Sementara minyak tanah di pasaran bahkan ada menjual seharga Rp 6000 per liter.
Garam, sayuran, ikan dan terigu masih stabil di pasaran.
Akan tetapi, tidak dengan kelompok bawang. Baik bawang merah maupun bawang putih mengalami kenaikan. Informasinya, bawang putih saat ini Rp 50.000 per kg sementara bawang merah seharga Rp 30.000 per kg.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba