Editorial, Vox NTT-Kabar teranyar, Nusa Cendana diduga terpapar virus Corona datang dari Sikka, Pulau Bunga.
Kabar itu datang bersama sekitar 216 penumpang kapal motor Lambelu yang berlabuh di Pelabuhan L. Say Maumere, Selasa 7 April 2020.
Kedatangan mereka sempat memicu situasi menjadi pelik di tengah larangan perantau untuk pulang mudik.
Keresahan masyarakat tak terhindar. Situasi nyaris tak terkendali. Para penumpang memaksa turun di tengah simpang siur informasi bahwa ‘tuan corona’ ikut berlayar bersama kapal.
Alhasil, 8 penumpang nekat melompat dari kapal hendak mencari selamat. Mereka berenang menuju perahu yang ditumpangi Bupati Sikka.
Baca Juga: Kronologi Penanganan Lambelu: Sempat Ditolak, Penumpang Loncat ke Laut, Akhirnya Berlabuh
Kabar itu sebenarnya serempak menciptakan ketakutan massal bermula dari bocornya surat Bupati Robi Idong untuk pihak Pelni. Padahal, protokol siaga sudah disiapkan sebelumnya.
Salah satu isi surat menyebutkan, hasil rapid test menunjukkan 3 awak kapal TERINDIKASI positif Covid-19. Dua orang ABK dan 1 pengelola kantin.
BACA JUGA: Hasil Rapid Test, 3 Awak Kapal KM Lambelu Terindikasi Positif Covid-19
Kata terindikasi sengaja kami bold untuk menunjukan bahwa informasi itu memang belum pasti. Rapid test hanyalah mendeteksi anti-bodi. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan virus Corona.
Dengan kata lain, rapid test di sini hanya sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring, bukan pemeriksaan untuk mendiagnosa infeksi virus Corona.
Meski demikan istilah ini bagi masyarakat NTT tak semuanya paham. Ketakuan terlanjur sudah merajalela. Bagi masyarakat, nama Corona sudah terlanjur dikenal sebagai makhluk buas pemangsa nyawa.
Bocoran surat itu seperti dimaknai sebagai sinyal bahwa di balik milyaran sel tubuh ketiga awak kapal ini sedang berdetik satu bom waktu biologis bernama Virus Corona.
Kabar itu kemudian melesat ke segala arah. Di Flores Timur, kedatangan 27 eks Penumpang Lambelu, ditolak warga meski belum tiba.
Tak hanya itu bus yang mengantar mereka terpaksa berputar arah kembali ke Sikka. Pasalnya, sang sopir mendapat ancaman dari pemilik bus dan keluarga.
Susana Maumere hari itu mendadak mencekam. Ketakutan merajai pikiran, lalu membunuh akal waras serta kemanusiaan.
Lama-lama kelamaan, interpretasi pun mulai liar baik lewat komunikasi langsung maupun di media sosial. Kata INDIKASI dari isi surat yang bocor itu, tak lagi dipeduli. Corona bagi masyarakat Sikka dan NTT umumnya, sudah nyata di depan mata.
Baca Juga: Bila Ada Warga Nagekeo di KM Lambelu, Gugus Tugas Covid-19 Siap Jemput
Fenomena ini sebenarnya menegaskan bahwa ketakutan merupakan hantu yang paling berbahaya dari Corona itu sendiri. Virus yang paling nyata di NTT adalah virus ketakutan. Karena ketakutan diproduksi manusia maka hantu terbesar bukan Corona tetapi manusia, sang pencipta ketakutan itu!
Hasil tes lengkap para penumpang memang masih ditunggu. Namun saat ini, ketakutan sudah menjadi virus ganas yang menyerang sistem imun, persepsi dan perasaan manusia.
Lebih jauh, huru-hara di Sikka sebenarnya menggambarkan kurangnya antisipasi kita terhadap dampak Corona.
Pemudik memang menjadi pemicu saat ini. Namun adakah jaminan ekonomi dan kesehatan bagi perantau jika memang mereka diharapkan untuk tetap bertahan? Jika mereka diistirahatkan sementara dari pekerjaannya, siapa yang menanggung keluarga tercinta di kampung halaman?
Jawaban akhirnya adalah dilema. Namun ‘dilema’ sesungguhnya menggambarkan ketidakpastian kebijakan dan informasi yang terjadi selama ini. Kita lamban mengantisipasi berbagai dampak sejak awal.
Bayangkan saja, sampai saat ini belum ada kesepahaman antara pemda dan pemerintah pusat terkait kebijakan penutupan bandara dan pelabuhan. Pemda menginginkan penutupan sementara di sisi lain pemerintah pusat terus bersikap longgar.
Soal mudik pun demikian, antar presiden dan menterinya masih tak sepaham, begitu pula antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal lain misalnya soal protokol pencegahan. Dulu, Menkes bilang, cuma orang sakit yang pakai masker, namun sekarang ia sendiri sering tampil pakai masker. Masih banyak lagi informasi yang keluar begitu saja, dibiarkan mengendap tanpa kepastian.
Anehnya, di saat ketidakpastian informasi, himbauan agar masyarakat tetap tenang dan jangan panik terus diucapkan. Bagaimana tidak panik kalau informasi saja tak pasti?
Bagaimana tidak takut, kalau koordinasi antar Pemda dan pemerintah pusat masih kocar-kacir? Bagaimana tidak cemas kalau APD untuk petugas medis saja masih kurang di daerah?
Terlalu banyak pertanyaan gugatan yang seharusnya dilayangkan. Namun tulisan ini sebenarnya ingin membuka mata kita semua, bahwa hura-hara di Sikka mengisyaratkan betapa rapuhnya kita. Lekaslah siaga sebelum wabah datang menyapa. Semoga kasus ini menjadi pelajaran agar kita lebih matang melawan bencana.
Hari ini Wuhan sebagai episenter virus Corona sudah bisa menghirup nafas segar. Mereka saling mendukung dalam sistem yang rapi dan terukur.
BACA JUGA: Kereta Berangkat Pukul 05.00, Akses Tol Dibuka, Warga Wuhan Kibarkan Bendera
Secercah harapan itu muncul ketika Rabu pagi tadi, kereta pertama dari kota itu mengangkut penumpang keluar dari Wuhan, petanda isolasi sudah dibuka. Kereta berangkat pukul 05.00 waktu setempat. Begitu pula dengan jalan tol yang menjadi akses keluar Wuhan dibuka pada jam yang sama.
Di sepanjang sungai Yangtze, warga melambaikan bendera dan meneriakkan pekikan kemenangan serta menyanyikan lagu kebangsaan China. Belajarlah dari Wuhan untuk segera berbenah!