Kupang, Vox NTT-Pengamat politik dan advokat NTT, Frans D. Tulung mensinyalir, aneka riak politik yang muncul di Kabupaten Malaka dan di sejumlah kabupaten lain di NTT akan segera redup manakala Pemilihan Bupati di sejumlah kabupaten tersebut usai.
Frans Tulung mengatakan itu menanggapi pertanyaan VoxNtt.com bagaimana memahami aneka riak politik yang terjadi di Malaka, Ngada, Ruteng, Labuanbajo, Belu, dan sejumah kabupaten lain di NTT belakangan ini.
Ditemui di rumahnya di Jl. Soverdi, Sabtu (18/4/2020), Frans mengatakan, amat sangat gampang melihat riak politik dan friksi politik belakangan ini di sejumlah kabupaten, di NTT.
Menurutnya, banyak kalangan di NTT menduga, para kritikus dan organisasi kritis dadakan yang muncul pada konteks musim Pilkada itu sejujurnya berpendapat sangat normatif dan dapat menyehatkan demokrasi. Tetapi jika dicermati lebih jauh, motif politik mereka dipaksakan untuk memenuhi dahaga perlawanan politik, karena mereka sendiri ingin menduduki posisi politik dari aktor yang mereka kritik itu.
“Kritik bupati saat musim Pilkada karena mereka mau menjadi bupati juga,” itu saja.
Di Malaka misalnya, kata Frans, Bupati Malaka dr. Stef Bria Seran dihajar kritik dari berbagai kalangan, tetapi jika ditilik benar para aktor di balik penerbit kritik itu, mereka adalah juga pemain politik yang mengalami frustrasi dengan politik masa silam mereka sendiri. Mereka ini, mungkin saja tadinya memiliki imajinasi kepentingan masing-masing. Tetapi kepentingan mereka segera terkonsolidasi ketika memiliki kepentingan bersama yaitu hendak menggusur dr. Stef Bria Seran dari posisinya sebagai calon bupati Malaka.
Mereka menduga, dengan cara itu reputasi dr. Stef Bria Seran redup dan gampang ditumbangkan. Padahal gerakan serupa itu justru menguatkan posisi dr. Stef Bria Seran yang ditampakkan melalui hujan dukungan politik sejumlah partai politik besar di tanah air.
“Saya kira mereka keliru memainkan politik menafikan reputasi dr. Stef karena pola itu tidak akan mendelegitimasi reputasi dr. Stef Bria Seran. Dia justru mendapat amunisi baru untuk memompa kekuatannya secara ekstra tanpa ongkos politik. Dukungan lain justru menaikkan reputasinya,” ujar Frans Tulung yakin.
Meski demikian, Frans Tulung mengakui, kasus korupsi bawang merah di Malaka tampaknya didorong sekuat tenaga oleh sejumlah kalangan lawan politik agar dr. Stef Bria Seran harus dipastikan terlibat dengan aneka argumentasi yang tampaknya masuk akal atau seolah-olah masuk akal.
Opini yang dibangun lawan politik di banyak media sosial, sesungguhnya diarahkan dan dikonstruksi sedemikian rupa untuk menyudutkan dr. Stef.
“Saya kira kasus bawang merah itu sedang diproses secara hukum. Ya, proseslah normal hukum. Wajar saja. Ya, sudah, mestinya wajar juga jika semua pihak menahan diri untuk mengikuti flow proses hukum. Tetapi, rupanya kasus bawang merah ini dipaksa masuk dalam kamar konteks politik Pemilu. Lalu diwarnai sedemikian rupa oleh para lawan politik dr. Stef Bria Seran. Mereka tersebar di Kupang, Jakarta dan Denpasar,” sebut Frans Tulung sambil mengingatkan dirinya tekun mengikuti sebaran berita media sosial dan group lokal politik.
“Mencermati para pemain di balik dinamika gerakan politik itu, sangat mudah dibaca. Tampak sangat jelas para diaspora Malaka anti Stef Bria Seran terkonsolidasi dalam kepentingan yang sama. Mereka berusaha memaksimalkan kasus dugaan korupsi bawang merah ini sebagai titik masuk untuk menumbangkan reputasi dr. Stef,” ujar Frans.
Upaya politik ini, menurut Frans Tulung, bukan membuat reputasi Stef Bria kian redup, malah justru aneka gerakan itu seperti ikut menegaskan dan sekaligus mengakui bahwa Stef Bria Seran memang sangat kuat dan sulit ditumbangkan.
Apalagi secara empirik tampak jelas banyak Partai Politik menumpuk memberi dukungan untuk Stef Bria Seran maju ikut Pilkada lagi. Jadi gerakan-gerakan itu sejenis kegelisahan dan juga kegenitan politik lokal, kata mantan Ketua AMPI NTT ini.
“Saya kira bacaan politik biasa saja. Tak membutuhkan kecerdasan lebih. Bahwa tidak mungkinlah partai sekaliber Golkar, Nasdem dan Demokrat menumpuk ke dr. Stef mendukungnya. Saya kira PDIP pun mungkin saja sedang berpikir mengarahkan dukungan ke sana, karena saya tahu PDIP di Malaka mendapat dukungan sangat besar karena peran orang-orang sekitar Stef juga. Insentif politik ini perlu dilihat juga agar kita tidak rabun tanggung jawab politik ke depan,” kata Frans sambil tersenyum.
Tetapi, bagaimana kita menguji kebenaran obyektif analisis ini, jika arus politik empirik di Malaka belakangan ini terbelah, tanya VoxNtt.com? Dijawab Frans, pembilahan sosial politik itu sangat wajar karena ada aktor yang sengaja memainkan peran itu. Diyakininya, riak politik di Kabupaten Malaka dan juga suhu politik di sejumlah kabupaten lain bakal kompetisi Pemilihan Bupati akan memanas menjelang pemilihan, dan setelahnya redup dengan sendirinya. Dingin.
Problem Hukum
Menjawab problem hukum yang melibatkan nama para calon bupati di sejumlah tempat, menurut Frans Tulung, sangat wajar juga tema itu dipanggungkan karena lawan politik atau para pemain politik lawan harus punya isu yang tepat untuk menegasikan kompetitor kuat.
Ini semua kan gara-gara para petahana ikut lagi. Di Malaka misalnya, dr. Stef Bria Seran adalah kandidat petahana yang sangat kuat. Dia dinilai kuat karena reputasi intelektual keluarganya, pribadinya, juga reputasi dan prestasi leadershipnya sangat kuat.
Memang ada sedikit kekurangan dr. Stef, misalnya, yang mungkin dia kurang sensitif dengan kultur atau sejenisnya di daerah itu. Tetapi, jika ada pemimpin yang tidak memiliki sedikit kekurangan, ya berhentilah dia menjadi manusia.
“Manusia normal itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika manusia tidak punya sedikit pun kekurangan, maka menurut saya sejak itu dia berhenti menjadi manusia. Dia telah berubah menjadi malaikat. Nah, adakah contoh yang pernah ada di bumi ini. Atau adakah contoh dari lawan politik dr. Stef Bria Seran yang tak ada cacat sama sekali? Coba tunjuk saya batang hidung orang itu. Saya mau lihat betul-betul,” ujar Frans sambil menuding kepalanya.
“Tetapi saya pun sadar, dalam politik, sedikit kekurangan lawan itulah yang akan dipompa sedemikian rupa, untuk menutupi sejumlah prestasi positif yang menumpuk pada lawan politik itu sendiri. Tampaknya, politik di Indonesia masih didominasi pola politik bumi hangus, bukan politik sebagai game yang menawarkan gagasan dan kearifan sosial,” ujarnya.
Namun, dr. Stef Bria Seran itu dinilai kalangan tertentu itu kasar, lugas, anggap orang lain bodoh saja. Bagaimana pendapat Bung Frans?
“Saya kira orang lugas dan terus terang seperti dr. Stef itu memang langka di NTT. Dokter Stef itu manusia langka. Tetapi omong lugas itu tidak sama dengan kasar dan jahat. Secara akademis, kita semua tahu dr. Stef memang pintar cerdas, saya kenal keluarga ini sudah lama, termasuk almarhum kakak mereka Ir. Julis Bria saat kami sama-sama di Golkar. Coba kita bandingkan dan perhatikan juga ucapan Gubernur kita Pak Viktor. Beliau lugas, terus terang. Orang malas ya dikatakan malas. Terang. Lalu apakah dengan demikian Anda lalu menilai dua tokoh ini otoriter, kasar dan jahat? Saya kira tidak,” ungkapnya.
Frans Tulung berkisah tentang Pak Ben Mboi. Gubernur Ben Mboi juga dulu keras bukan main.
“Saya tahu Pak Ben Mboi begitu karena Beliau ingin agar NTT segera keluar dari derita miskin ini. Saya kira dr. Stef Bria Seran di Malaka pun begitu. Dia gemes sekali dengan kondisi Malaka yang subur itu, koq tidak maju-maju dari dulu,”
“Saya kira Malaka sudah banyak berubah. Perubahan memang belum sempurna, iya. Tetapi revolusi pertanian dan kesehatan, saya kira itulah yang memahat dr. Stef Bria Seran sebagai salah satu Bupati terbaik milik NTT sekarang ini. Infrastruktur jalan raya bagus. Berubah sekali ketika Malaka masih bergabung dengan Belu. Ya silakan Anda berbeda pandangan dengan saya. Tetapi saya mengikuti perkembangan banyak kabupaten di NTT,” kisah Frans.
Manggarai
Sedangkan untuk politik elektoral di Kabupaten Manggarai, menurut Frans Tulung, baik Kamelus Deno maupun Herry Nabit, sama-sama menghadapi problem serupa yaitu rasa bosan rakyat. Rakyat sudah bosa dengan dua tokoh ini.
Kamelus Deno sudah memasuki masa empat periode jika dia mengikuti kompetisi Pilkada yang akan datang. Dua periode sebagai Wakil Bupati, satu periode sebagai Bupati, dan jika dia terpilih lagi, maka dia menguasai Manggarai selama empat periode. Tentu saja wajar jika rakyat Manggarai mempertanyakan reputasi dan prestasinya. Misalnya, apa progres pembangunan yang menonjol yang dapat menjadi legacy ketika Deno memimpin ini kabupaten selama itu.
“Saya mengikuti prestasi kepemimpinan para Bupati di Manggarai, sejak jaman Bapak Lega sampai Bung Kamelus Deno. Saya lihat ada dua Pemimpin Manggarai yang berprestasi spektakuler karena keduanya sanggup memecahkan masalah rakyat Manggarai itu. Dua tokoh itu masing-masing Bapak Frans Sales Lega dan Pak Gaspar Parang Ehok,” ujar Frans.
Dua tokoh ini tampil memimpin Manggarai saat situasi dan kondisi keuangan negara dan daerah tak selimpah sekarang. Tetapi, dua tokoh ini sanggup melakukan perubahan yang sangat terasa yang akibatnya diceriterakan turun temurun oleh banyak orang Manggarai hingga kini. Tentu ada penerus lain yang juga baik. Tetapi reputasi spektakuler sekelas Bapak Lega dan Gaspar Ehok, sepetinya tak ada yang sanggup mengulanginya sampai hari ini.
Orang Manggarai hari ini bisa saja mengatakan masak tidak ada tokoh pandai lain di tengah sebaran banyak orang pintar di Manggarai hari ini. Bukankah banyak intelektual dan pemimpin Manggarai yang tersebar di macam-macam daerah di seluruh Indonesia.
“Saya tahu banyak orang Manggarai yang pintar-pintar dan sanggup memimpin Manggarai,” ujar Frans.
Sedangkan Herry Nabit, menurut advocat jujur ini, juga akan mengalami derita tantangan yang sama. Rakyat bosan melihat dia ikut lagi kompetisi Pilkada setelah serial kelakahan beruntun. Kita tidak tahu kapan dia peroleh kemenangan.
“Saya berharap kali ini dia mendapat kesempatan untuk memimpin Manggarai. Tetapi karena saya tidak ikut memilih yang saya mengikuti saja apa maunya mayoritas rakyat di Manggarai,” ujar Frans Tulung.
Tetapi mengapa Anda tiba-tiba berharap Herry Nabit terpilih, tanya VoxNtt.com.
“Ya karena keduanya menghadapi jenis kebosanan yang sama tetapi beda rasa, lalu kebosanan untuk Deno sudah teruji hasilnya pada periode kepemimpinannya, lalu kini kebosanan yang sama tapi beda rasa siapa tahu berubah pada orang baru, itu saja,” ujarnya sambil tersenyum. Menurutnya, tampaknya kandidat untuk Manggarai hanya ada dua pasangan.
Sedangkan di Manggarai Barat, menurut Frans Tulung, tergantung pada elit capital mana yang berkepentingan dengan geliat investasi pariwisata di sana. Dia itulah nanti yang jadi bupati, tanpa dia rinci kandidat mana yang bakal dipilih itu. (VoN)