Ruteng, Vox NTT- Diskursus rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus bergulir.
Hingga kini ada banyak pihak yang menolak kehadiran pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok tersebut. Salah satunya Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Koordinator TPDI Petrus Salestinus menyatakan, masyarakat dan gereja mesti mendukung pabrik semen agar pindah ke luar Provinsi NTT.
Ia menilai masyarakat dan gereja di Flores berpandangan bahwa tambang jelas merusak lingkungan. Keindahan Pulau Flores dalam sudut pandang pariwisata di masa yang akan datang pun tentu saja terancam.
Selain itu, lanjut dia, sejarah membuktikan bahwa selama ini industri apapun yang datang dari swasta tidak membawa keuntungan bagi masyarakat setempat.
“Karena masyarakat hanya kenyang dengan janji-janji akan memperoleh kesejahteraan, malah yang muncul penyakit TBC, Ispa, kulit gatal-gatal,” ujar Salestinus dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin (27/04/2020).
Sebab itu, ia meminta Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat agar jangan merubah pemahaman masyarakat tentang dampak buruk dan daya rusak yang ditimbulkan akibat pabrik semen.
Baca: TPDI: Bupati Agas Seolah Jadi Juru Selamat untuk Warganya
Ia pun menawarkan lebih baik Gubernur Laiskodat berusaha memahami alasan penolakan pembangunan industri yang merusak lingkungan hidup.
“Punahnya budaya berarti tidak mendukung industri pariwisata. Dengan demikian, maka jangan bermimpi industri tambang diterima masyarakat dan gereja di NTT,” tegasnya.
Ia kembali mengingatkan pemerintah sebaiknya menghentikan dan menutup total keinginan investor dari manapun yang hendak membangun pabrik semen di NTT.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Itu karena Salestinus menilai bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat sangat minim dan daya rusak lingkungan sangat dahsyat.
Kemudian hanya memberi untung besar kepada pemilik modal dan pejabat. Sedangkan masyarakat hanya diwariskan bangkai-bangkai mesin tua, limbah lingkungan bekas galian yang tidak dihijaukan kembali dan penyakit TBC, Ispa, dan lain-lain.
“Ini yang diderita masyarakat tanpa ada yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Terkini, sebagaimana dilansir Mediaindonesia.com, Gubernur Laiskodat menyatakan, jika masyarakat Matim menolak pabrik semen itu, maka ia akan memindahkannya ke Pulau Timor.
Baca: Gubernur NTT: Kalau Tolak di Matim, Pabrik Semen akan Dipindahkan ke Timor
Salestinus pun merespon pernyataan Gubernur Laiskodat tersebut.
Ia menyatakan, pemindahan lokasi semen ke Pulau Timor memang langkah tepat, tetapi tidak bijak.
Langkah tepatnya, nilai Salestinus, masyarakat Matim memang menolak pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok.
Itu karena ada dampak buruknya terhadap lingkungan dan budaya masyarakat.
Dampak lainnya ialah kesehatan lingkungan yakni bisa saja masyarakat sekitar menderita Ispa, TBC, kulit gatal dan lain-lain.
Sedangkan tidak bijaknya ialah karena rencana pendirian pabrik semen tersebut, baik di Matim maupun di Pulau Timor tidak sejalan dengan janji kampanye dan komitmen Gubernur Laiskodat untuk menolak tambang.
“Dampak buruknya sama dan komitmen Gubernur NTT tolak tambang berlaku untuk seluruh wilayah hukum di NTT,” ujar Salestinus.
Menurut dia, jika dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan semen di NTT, maka tidak perlu mendirikan pabrik di provinsi itu. Sekalipun memang NTT memiliki lahan yang kelimpahan kandungan bahan baku batu gamping untuk pembuatan semen.
“Pabrik semen yang besar-besar di Jawa, Sumatera, Sulawesi bahkan ada PT Semen Kupang tinggal pemerintah berdayakan, alat angkut darat dan laut kita makin maju. Daripada NTT bangun pabrik lebih baik sewa kapal laut khusus angkut semen dari Jawa,” tandas Salestinus.
Ia juga mempertanyakan sikap Gubernur Laiskodat yang tidak mengembangkan PT Semen Kupang untuk memenuhi kebutuhan semen NTT dan Negara Timor Leste. Apalagi, lanjut dia, lokasi PT Semen Kupang jauh dari pemukiman warga.
“Semua sudah diperhitungkan dengan matang saat PT Semen Kupang dibangun pemerintah,” tandas advokat Peradi itu.
Salestinus juga menguraikan kebutuhan semen di NTT setiap tahun mencapai 1,2 juta ton. Sedangkan kebutuhan semen di Negara Timor Leste mencapai 600 ribu ton per tahun. Sementara PT Semen Kupang saat ini hanya mampu menghasilkan 250 ribu ton per tahun.
“Artinya kurang, mestinya tinggal diperbesar pabrik PT Semen Kupang atau defisit semen 950 ribu ton per tahun sebaiknya didatangkan dari Jawa atau Sulawesi yang sanggup menyuplai kebutuhan di NTT,” katanya.
Penulis: Ardy Abba