Ruteng, Vox NTT- Lembaga Justice, Peace, Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng meminta Badan Pertanahan Nasional Manggarai Timur (BPN Matim) agar jangan gegabah untuk mengukur tanah di Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda.
Tanah masyarakat Lingko Lolok sendiri saat ini sedang dalam upaya untuk diserahkan ke PT Istindo Mitra Manggarai.
Perusahaan ini dikabarkan akan beroperasi untuk mengeruk batu gamping sebagai bahan pembuatan semen di wilayah itu.
“Saya sangat berharap BPN Matim tidak gegabah dan tidak terjebak dalam konspirasi dengan pihak perusahaan yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri di kemudiaan hari,” ujar Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (30/02/2020) lalu.
Menurut Pastor Marten, saat ini masyarakat Lingko Lolok sedang menyiapkan berkas-berkas untuk mengajukan permohonan pengukuran bidang tanah kepada BPN Matim.
Hal ini, kata dia, untuk memastikan luas bidang tanah masing-masing warga dalam kaitan dengan ganti rugi pembebasan lahan.
Bidang tanah tersebut adalah tanah ulayat yang sudah dibagi kepada masyarakat.
Sebab itu, Pastor Marten berharap pihak BPN Matim jangan gegabah untuk melakukan pengukuran bidang tanah, sebelum mendapat kepastian riwayat perolehan hak atas tanah.
Ia menambahkan, lokasi eksplorasi batu gamping seluas 599 hektare adalah tanah ulayat yang sifat kepemilikannya kolektif.
“Tindakan pengukuran bidang tanah tersebut merupakan upaya untuk menjadikan tanah menjadi milik pribadi dan pada akhirnya menggampang pihak perusahaan menghitung ganti rugi atas tanah,” jelas Pastor Marten.
Ia juga meminta BPN harus mencermati dengan serius agar jangan sampai bidang tanah yang diukur adalah kawasan hutan.
“Ganti rugi atas tanah tersebut berkisar antara Rp 12.000 sampai dengan Rp 16.000 per meter persegi,” katanya.
Penulis: Ardy Abba