Borong, Vox NTT-Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat merespon pertanyaan VoxNtt.com terkait dialog dengan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas.
Dialog itu terkait pro-kontra pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda.
“Ini bukan saatnya. Kita punya saat terkait ini. Bukan, anda jangan membuat apa, kita ini urusan kemanusiaan bukan urusan-urusan yang lain,” tegas Uskup Sipri usai memberikan bantuan APD Covid-19, di rumah jabatan Bupati Agas Kelurahan Rana Loba, Kecamatan Borong, Senin (04/05/2020).
“Ingat baik-baik ya, jangan buat provokasi,” tambah Uskup Sipri.
Di tempat yang sama Pastor Max Regus mengatakan, dalam kunjungan tersebut tidak membahas agenda pendirian pabrik semen. Ia mengatakan, kegiatan tersebut merupakan kunjungan solidaritas.
Dialog dengan Bupati Agas terkait rencana pabrik semen di Luwuk, dosen di Unika St. Paulus Ruteng mengaku tidak mengetahuinya. Sebab, kata dia, dialog itu di luar urusan posko.
Sebelumnya, Bupati Agas Andreas akan membuka diri untuk berdialog dengan Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat terkait pro-kontra pembangunan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok.
“Kami akan bertemu pada Senin (4/2). Agenda pertemuan mungkin terkait pandemi virus korona atau Covid-19, tapi pasti kami diskusikan soal pro-kontra pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur,” kata Agas dilansir dari Media Indonesia, Sabtu (2/5/2020).
Bupati Agas juga mengakui sudah membaca dokumen JPIC dan dirinya sependapat.
Karena itu, ia meminta gereja dan seluruh komponen masyarakat untuk mengawasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). “Sejauh ini amdalnya belum ada,” katanya.
Menurut Agas, pembangunan pabrik semen itu masih pada tahap negosiasi antara perusahaan dan masyarakat pemilik tanah. Kata dia, sudah ada kesepakatan di antara mereka.
Ia menjelaskan, lokasi tambang batu gamping sebagai bahan baku semen terletak di wilayah Lingko Lolok. Dari 103 orang pemilik lahan, 101 orang sudah menyatakan setuju.
Lokasi pabrik semen, kata Agas, terletak di wilayah Luwuk. Dari 72 orang pemilik lahan di wilayah itu, 65 orang sudah setuju.
“Poin-poin kesepakatan mereka antara lain harga tanah nonsertifikat Rp12 ribu/m2, harga lahan bersertifikat Rp14 ribu/m2,” katanya.
Agas menjelaskan, kegiatan di lokasi pabrik semen saat ini masih melakukan patok lahan. Setelah itu antara pemilik lahan dan perusahaan akan mengikat perjanian di notaris.
Khusus untuk warga di wilayah Lengkololok, kata Agas, semua sepakat untuk pindah ke dataran rendah. Pihak perusahaan sudah menyanggupi untuk membangun rumah warga beserta fasilitasnya.
“Ditambah uang kompensasi pindah Rp 150 juta/keluarga, uang prabot Rp 50 juta. Pembayaran dilakukan secara bertahap, saat ini warga sudah mendapatkan uang muka Rp10 juta,” kata Agas.
Agas mengajak Keuskupan Ruteng dan LSM untuk sama-sama mengawasi AMDAL yang akan dibuat setelah perusahaan bersepakat dengan warga.
“Otoritas AMDAL ada di provinsi, mari kita bersama-sama mengawasinya,” kata Agas.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba