Oleh: Boni Jehadin
Di tengah dunia yang dibuat “huru-hara” oleh hantaman pandemi Covid-19, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga zona merah Covid-19 malah dibikin gaduh oleh ulah pemimpinnya.
Bagaimana tidak, di tengah kepanikan dan ketakutan wabah yang kian mencekam, pemimpin di daerah ini (Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas), malah menimpakan rakyatnya dengan ”virus lain” bernama tambang dan penambangan bahan baku semen.
Sebagaimana diberitakan berbagai media, Gubernur Laiskodat dan Bupati Agas berencana membangun Pabrik Semen di Lingko Lolok dan Luwuk Satar Punda, Lamba Leda, Matim.
Jika ditelisik ke belakang, Laiskodat dan Agas memang seperti sahabat lama yang selalu mesrah dalam arena kepentingan.
Sebelumnya, kedua sosok ini dibanjiiri kritikan keras sebagian besar warga Manggarai dan warga Manggarai Diaspora lantaran penyelesaian sengketa perbatasan Matim dan Ngada di Buntal yang terkesan tidak transparan dan sepihak.
BACA JUGA: Diaspora Manggarai Tolak Tambang dan Izin Penambangan Bahan Baku Semen
Penyelesaian sengketa itupun berujung kekecewaan yang luar biasa karena diduga ahistoris dan minim kajian sosial-budaya.
Kini keduanya kembali hadir sebagai sosok yang menyeramkan bagi warga Matim dengan rencana pembangunan pabrik semen yang tentu saja akan menimbulkan keresahan sekaligus bencana baru bagi warga Manggarai, khususnya warga Lingko Lolok dan Luwuk yang saat ini tengah berjuang keras, berperang melawan serangan virus corona.
BACA JUGA: Rencana Tambang di Tengah Wabah, Mengapa Kita Ulangi Kesalahan yang Sama?
Seperti sebelumnya, mereka pun kembali menuai kritikan keras. Kritikan itu tentu berangkat dari kesadaran bahwa tambang berbahaya untuk lingkungan hidup. Ini bukan khayalan sebagaimana dinarasikan para pendukung Ande Agas di Facebook.
Belajar dari Sirise
Sejarah mencatat, di mana-mana, tambang selalu menyisakan cerita kelam bagi warga sekitar. Awalnya memang mereka datang membawa angin surga tetapi berakhir menjadi malapetaka. Dalih mewujudkan kesejahteraan ternyata berujung bencana tragis.
Sebagai data pembanding, tak perlu terlalu jauh, Sirise yang juga tetangga depan mata kampung Luwuk di Lamba Leda telah menjadi bukti bahwa tambang, begitu ganas dan sangat membahayakan warga sekitar.
Pasalnya, sejak beroperasi tahun 1990-an, tambang telah membawa dampak kerusakan lingkungan yang begitu dasyat bagi Sirise.
Ekosistem di sekitar wiayah tambang telah merasakan itu, betapa pertambangan telah membawa mimpi buruk terhadap kesehatan lingkungan dan manusia. Tak hanya itu, tambang juga membunuh masa depan anak cucu.
Sirise dalam berbagai cerita, ialah surga bagi warganya. Namun kekaguman itu berubah sekejab pasca kehadiran tambang. Warga yang sejak dahulu kala menikmati udara segar kemudian menderita berbagai penyakit ISPA akibat debu mangan yang dihirup langsung atau terkontaminasi dengan air. Mereka sebelumnya meneguk tetesan air sejuk berubah menjadi air keruh beracun, akibat debu dan cairan limbah perusahaan.
Hal itu karena Sirise tak lagi mempunyai gunung-gunung dan hutan karena telah digusur rata tanah oleh alat berat PT. Arumbai Mangan Beti.
Perkebunan dan peternakan warga pun ikut merasakan dampaknya, sebab saban hari sejak pagi hingga malam mereka dikepung debu-debu yang disembur dari tempat eksploitasi tambang. Tak hanya itu, suplai air bersih di daerah itupun kian berkurang.
Kesejahteraan yang dijanjikan sejak awal ternyata hanya omong kosong dan akal busuk penguasa dan pengusaha, guna melanggengkan niatnya mengeruk kekayaan alam demi meraup keuntungan.
Cerita kelam Sirise, sesungguhnya ingin menggambarkan bahwa tambang, tidak kalah mematikan dari corona, bahkan dalam konteks NTT, boleh dikatakan, tambang lebih mematikan ketimbang corona. Sebab, ia tak hanya membunuh peradaban manusia tetapi seluruh ekosistem melalui penghancuran ruang ekologi.
Oleh karena itu, demi alasan kemanusiaan dan demi hak-hak makhluk hidup lainnya, Gubernur Laiskodat dan Bupati Agas harus membatalkan kontrak dengan Perusahaan PT Semen Singah Merah NTT dan PT Istindo Mitra Manggarai.
Dan bila benar, alasan Viktor dan Ande demi kesejahteraan rakyat di lokasi itu, maka tambang bukanlah jalan menuju ke sana.
Sejak dahulu kala, masyarakat Manggarai terlahir sebagai masyarakat agraris. Manggarai Timur pun mempunyai potensi pertanian dan perkebunan yang sangat mumpuni. Karena itu, jangan membodohi mereka dengan janji kesejahteraan dari hasil tambang tetapi ajari mereka, bagaimana menjadi petani yang profesional.
Ande Agas Menipu Warga?
Hari-hari ini, di tengah polemik pembangunan Pabrik Semen di Luwuk, Bupati Ande Agas sibuk dan gencar membela diri sambil mencuci tangan, seolah-olah tak terlibat dalam skenario pembangunan pabrik tersebut.
Padahal, jika dirunut sejak awal cerita tentang pembangunan Pabrik Semen ini, maka bisa dengan mudah disimpulkan bahwa, Ande merupakan salah seorang yang ngotot agar pabrik di Luwuk itu dibangun, entah demi alasan apa. Hal itu dapat dibuktikan dengan berbagai informasi yang dikumpulkan media ini di lapangan.
Itu artinya, semua pernyataan atau klarifikasi Ande Agas di berbagai media, hanya berisi omong kosong yang kemudian melakukan dugaan penipuan kepada warga di lokasi pembangunan pabrik tersebut.
Mengapa pernyataan Ande di media diduga telah menipu warga? Sebab, apa yang dikatakan Ande di media, tak sebagaimana yang ia lakukan di Luwuk.
Mari kita periksa. Dirilis media ini, di ruangannya, Kamis (23/04/2020) Ande Agas menerangkan bahwa izin tambang ada di provinsi bukan oleh bupati.
“(Izin tambang) provinsi, bukan Bupati. Orang salah mengerti seolah-olah Bupati kasih izin. Tidak,” ujar Bupati Agas saat dikonfirmasi sejumlah awak di media.
Tentu saja secara kasat mata, pernyataan Ande benar, bahwa izin ada di Provinsi. Tetapi satu hal yang paling penting adalah, Ande masih mempunyai kewenangan dalam menolak, yakni jika Ande tidak mengeluarkan izin lokasi. Logikanya, Provinsi tidak akan mengeluarkan izin kalau Ande tidak mengeluarkan izin lokasi. Izin lokasi menjadi salah satu kunci agar Pemprov mengeluarkan izin eksploitasi.
Tetapi realitas hari ini berkata lain. Sesuai pernyataan Ande, izin lokasi sudah dikeluarkan walaupun di kalangan bawah rencana pembangunan pabrik masih berpolemik karena ada warga yang menolak.
Selain itu, izin lokasi yang dikeluarkan Ande malah di saat pengukuran lahan sedang berlangsung, itu artinya secara hukum perusahaan terkait belum mempunyai hak atas tanah (lokasi) terkait. Lalu pertanyaannya, apa dasar Bupati Agas mengeluarkan izin lokasi?
Tetapi kelihatannya di sini, Ande memang lincah berkelit, dia seolah memanfaatkan ketakpahaman warga soal perannya dalam izin tambang. Hal itu membuat dia mudah mencuci tangan dengan dalil, izin ada di provinsi.
Pernyataan Ande yang lain, misalnya dia pernah mengatakan begini, “Selama ini anggapan masyarakat seolah-olah pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok itu sudah berjalan. Namun sebenarnya belum ada izin”.
Pernyataan ini tentu saja tidak sesuai dengan apa yang ia lakukan, sebab realitasnya, izin lokasi sudah ia keluarkan.
Di sisi yang lain, sebagaimana disampaikan Kepala Desa Satar Punda, Fransiskus Hadilaus, Ande pernah mengunjungi Kampung Luwuk pada 21 Januari 2020 lalu. Saat itu, Bupati Agas, kata dia, hanya menginformasikan bahwa akan ada pendirian pabrik semen di wilayah itu.
Kunjungan dan penyampaian Ande ini, jauh sebelum dia bicara soal izin tambang di Provinsi. Hal itu menjawab pernyataan di awal bahwa Ande memang sudah memastikan agar pabrik itu harus dibangun. Soal apa ujung dari kengototan Ande, pasti nanti akan terkuak.
Ini juga ingin menjelaskan bahwa pernyataan Ande soal kawal Amdal itu sebagai harapan palsu. Sebab, di awal dia sudah keluarkan izin lokasi dan saat turun lokasi di bulan Januari, tanpa duduk melingkar dengan warga, Ande langsung serta merta mengatakan bahwa Pabrik Semen akan dibangun di Luwuk.
Keseriusan Ande semakin tampak ketika Asisten II Setda Manggarai Timur, Mikael Jaur seperti pengakuan Kades Fransiskus, pernah mengunjungi masyarakat bersama pihak perusahaan semen pada 07 April 2020 lalu untuk sosialisasi.
Logika birokrasi, Mikael Jaur, tentu pergi tak sekadar membawa diri. Di dalam kepalanya, diisi perintah Bupati. Selain itu, yang berpotensi menipu warga atas sikap Bupati Ande Agas ialah, ketika tidak menjelaskan secara gamblang kepada warga tentang akibat dari pertambangan. Proses sosialisasinya tidak menjelaskan secara gamblang daya rusak dari pertambangan dan pabrik semen.
Sebagai bupati, dipastikan Ande paham betul daya rusak pertambangan yang akan mengorbankan warganya di Luwuk dan Lingko Lolok. Tetapi Ande seakan sembunyikan hal itu di tengah ketakpahaman warga tentang bahaya pertambangan.
Ande justru hadir seperti ‘nabi palsu’ yang hanya menyampaikan kabar baik dari hasil tambang dan menyembunyikan hal-hal yang sebenarnya lebih berbahaya ketimbang hasil yang diperoleh warga.
Potensi kebohongan Ande berikutnya adalah ketika mengatakan pertemuan di rumah pribadinya di Cekalikang Pocoranaka atas permintaan warga.
Seperti juga dirilis media ini, Ande menjelaskan pada Kamis (23/04/2020) di ruang kerjanya mengatakan bahwa warga yang datang menemui dirinya bukan atas permintaannya.
“Kalau masyarakat datang ketemu saya, apa salahnya? Saya hanya memfasilitasi jangan sampai mereka sepakat mengenai hal-hal yang merugikan mereka itu kah. Mereka minta untuk bertemu, masa saya larang?” kata Ande ketika itu
Dikatakan Ande, masyarakat datang dengan membawa kesepakatan di antara mereka. Sebab itu, menurut dia, dalam pertemuan tersebut membicarakan kesepakatan yang dibuat mesti operasional dan tidak boleh merugikan masyarakat.
Pernyataan ini kemudian dibantah oleh salah satu Warga Lingko Lolok, Domi Demas. Kata Demas, pertemuan di rumah pribadi Bupati Agas bukan atas permintaan masyarakat.
“Kalau misalnya ada yang omong kami yang minta untuk ketemu Bupati ke Cekalikang itu, untuk apa kami mau ke sana?” tukas Demas saat dikonfirmasi wartawan media ini melalui telepon, Minggu (26/04/2020).
Menurut Demas, mereka dijemput Sopir Ande atas perintah dia. “Sopir yang datang ke sini jemput kami. Saat itu dia (sopir) bilang ke kami kalau dia disuruh Bupati (Agas Andreas) untuk jemput kami. Kami bukan anak kecil,” ujar Demas.
Demas menjelaskan, pertemuan pertama dengan Bupati Agas di Cekalikang berlangsung pada Minggu (14/03/2020) lalu. Saat itu hanya tiga (3) orang perwakilan warga Lingko Lolok yang menemui Bupati Agas.
Sedangkan pertemuan kedua berlangsung pada Minggu (22/03/2020) lalu. Saat itu dihadiri lebih dari 34 orang perwakilan warga.
Ia juga mengakui, dirinya merupakan salah satu dari 34 warga Lingko Lolok yang telah menemui Bupati Agas di Cekalikang.
“Terus terang, kami dengan pihak perusahaan sudah ada kesepakatan bersama. Sehingga kami tidak ada kegiatan dan hanya berdiam diri selama satu bulan. Saya kaget ada yang panggil waktu itu,” ujar Demas.
Jadi, kalau merujuk pada pernyataan di atas, sangat jelas di sini, Ande dengan sengaja membohongi publik dan sengaja memanfaatkan warga yang ditemuinya.
Hal lain yang kini menjadi tanda tanya besar adalah mengapa Ande melangsungkan pertemuan di rumah pribadi, bukan di Kantor Bupati tanpa ada aparat pemerintah yang lain dan tanpa pihak perusahaan? Apakah dana sosialisasi perusahaan ‘dikelola’ oleh Bupati Ande?
Saatnya Ande Jaga Kedaulatan Warga
Dua kejadian yang tertulis di atas, masalah perbatasan dan tambang telah menunjukkan bahwa Ande tidak mampu mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Ia, sebagaimana dikatakan Ferdy Hasiman sebagai bupati paling lemah di NTT. Dia seakan-akan tak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan otonomi kekuasaannya untuk kesejahteraan Matim.
Dua kejadian ini sekaligus mencatatkan nama Ande dalam sejarah buruk perjalanan Kabupaten Matim. Karena itu, agar Ande tidak dikenang sebagai Bupati yang gemar menggadaikan wilayahnya untuk keuntungan pihak lain, maka sekarang adalah saat paling tepat untuk Ande berubah. Mumpung belum terlambat.
Ande tidak sendiri, sebagai Bupati akan didukung penuh oleh warga Matim termasuk masyarakat Manggarai Diaspora jika pilihan Ande benar dan demi kesejahteraan warga Matim.
Karena itu, sekalipun Gubernur Laiskodat ngotot untuk memberikan izin, Ande harus tolak. Bila Gubernurnya memaksa, maka Ande harus siap untuk memimpin warga untuk berdiri paling depan menghadang siapapun yang berusaha merusak tanah kuni agu kalo Manggarai Timur. Beranikah Agas Andreas?