Betun, Vox NTT- Pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Emanuel Bria dan Roy Tei Seran (Paket EB-RTS) mendorong visi besar “Malaka Bangkit” menuju Pilkada 2020.
“Kita ingin melihat sebuah Kabupaten Malaka yang bangkit, bermartabat dan sejahtera,” ungkap Emanuel kepada VoxNtt.com, Sabtu (09/05/2020).
Eman menegaskan, Malaka tidak angkat bangkit, jika saja tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan bermartabat. SDM yang ia maksudkan ialah pendidikan dan kesehatan.
Pendidikan, kata dia, mencakup pendidikan formal dan nonformal, seperti; pelatihan-pelatihan, peningkatan skill dan keterampilan-keterampilan yang relevan dengan dunia kerja sekarang.
Tak hanya itu, Emanuel juga berjanji akan membangun sektor kesehatan.
“EB-RTS pastikan akan terus mendorong inisiatif-inisiatif baik pendidikan yang ada sekarang, dan ke depannya EB-RTS akan fokus pada aspek-aspek pencegahan berkaitan dengan kesehatan masyarakat (public health),” kata Ketua Koperasi Digital Indonesia Cabang NTT itu.
Dalam pembangunan sektor kesehatan, Emanuel kemudian mengangkat kisah pengalaman konkret teman-teman dokternya di Cuba yang bergeliat dalam pelayanan akses kesehatan masyarakat di negara tersebut.
“Dulu saya memiliki teman-teman dokter di Cuba yang cukup memberikan inspirasi terkait pembagunan kesehatan masyarakat (puclic health),” katanya.
Cuba itu, lanjut dia, adalah sebuah negara kecil di Amerika Latin. Meski demikian, negara itu memiliki human development index (indeks pembangunan manusia) yang cukup tinggi. Grafik pendidikan dan kesehatannya sangat tinggi.
Di bidang kesehatan di Cuba lebih fokus pada aspek pencegahan. Dokter yang bertugas tinggal di desa. Setiap hari mengunjungi setiap keluarga atau masyarakat dan memperhatikan aspek higyne, kebersihan, kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
Oleh karena terjun langsung ke masyarakat, maka mereka menghindari sedini mungkin orang pergi ke rumah sakit.
“Kalau ada yang ke rumah sakit, maka kita perlu memastikan bahwa fasilitas, sarana-prasarana rumah sakitnya memadai, lalu kesehatan yang gratis,” jelas pria kelahiran Rabasa Hain, 16 November 1979 itu.
Menurut dia, universal access to health care itu program global yang kemudian diadopsi oleh Pemerintah Indonesia supaya semua orang dapat memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan.
Di Kabupaten Malaka, Emanuel berjanji juga akan melakukan hal yang sama. Tenaga medis akan terus dikembangkan oleh pemerintah.
EB – RTS, kata dia, juga mendorong apa yang disebut sebagai ‘Malaka yang Bermartabat.’
Ia menegakan, dulu Malaka adalah pusat sebuah kerajaan terbesar di Pulau Timor. Nama kerajaannya Wewiku-Wehali dengan adat-istiadat budaya yang sangat kental.
Meski begitu, tampak dalam perjalanan sejarah berikutnya, tradisi-tradisi yang positif seperti; menghormati, haknetar malu, haktaek malu sudah pelan-pelan menghilang.
“Nah, ini bagaimana semangat nilai-nilai kebudayaan seperti itu bisa kita angkat kembali, kebudayaan kita restorasi, lalu struktur-struktur adat yang selama ini terbaikan kita angkat kembali, dan ini menjadi kekuatan atau modal bagi Kabupaten Malaka untuk dikenal sebagai sebuah kabupaten yang berbudaya, kabupaten yang unik dan khas tiada duanya yang ada di muka bumi, tidak hanya di Indonesia,” ungkap Konsultan EITI Internasional, Oslo di Norwegia itu.
Emanuel menambahkan, keunikan-keunikan atau kekhasan-kekhasan seperti ini yang perlu diangkat kembali menjadi sebuah karakter.
“Kita tidak bisa membangun sebuah bangsa atau daerah tanpa sebuah karakter. Karakter seperti ini yang perlu kita bangun kembali, yang akan kita angkat dalam perubahan politik, dalam kehidupan kebudayaan, kehidupan sosial, dan sebagainya,” tandasnya.
Karakter semacam ini menurut Emanuel tercermin dalam pengelolaan sebuah birokrasi. Sebab itu, Paket EB-RTS ingin mendorong sebuah birokrasi yang bersih, yang efektif dan efisien. Penerapan prinsip-prinsip meritokrasi dalam sebuah rekrutmen birokrasi harus berjalan.
Paket EB-RTS ingin memiliki sebuah birokrasi yang profesional, di mana orang-orang yang tepat menempati posisi-posisi yang tepat (putting right persons in the right place).
“Itu bukan karena balas jasa politik atau balas dendam politik. Bagaimana Malaka bisa maju sebagai sebuah kabupaten kalau birokrasinya/mesinnya diisi oleh orang-orang yang tidak tepat,” tandas mantan Manajer Asia Tenggara, Phnom Penh, Kamboja, Catholic Agency for Overseas Development itu.
Ia menambahkan, Paket EB-RTS ingin mendorong sebuah politik rekonsiliasi. Pilkada adalah sebuah proses politik lima tahun. Setelah itu harus bekerja sama untuk membangun daerah Malaka.
“Kita tidak ingin lagi ada dikotomi antara feha dan foho, kita semua anak-anak Malaka. Rumah-rumah adat kita saling terhubung dari laut ke gunung, gunung ke laut. Tidak ada yang namanya foho-fehan atau ini anak emas dan ini anak emas. Ayo mari kita bersama-sama bersatu membangun Kabupaten Malaka,” ajak Emanuel.
Aktivis pemberdayaan masyarakat itu juga menyoroti perihal kasus-kasus korupsi di Kabupaten Malaka akhir-akhir ini.
Akhir-akhir ini, kata dia, ada banyak berita tentang beberapa orang pejabat di Malaka yang ditangkap oleh Polda NTT karena dugaan korupsi.
Baca: Lawan Covid-19 dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Mereka menjadi tersangka korupsi bawang merah dan banyak lagi dugaan-dugaan korupsi lain, baik di tingkat kabupaten maupun di desa.
Menurut Emanuel, ini menunjukkan bahwa sistem manajemen birokrasi yang sekarang ini tidak cukup ampuh untuk mencegah korupsi.
Tugas kepala daerah memang bukannya untuk menangkap orang yang korupsi. Itu sudah ranahnya KPK dan polisi.
Emanuel menyatakan, seorang pemimpin atau kepala daerah harus memastikan bahwa sistem yang dibangun sebisa mungkin mencegah korupsi.
Oleh karena itu, Paket EB-RTS mendorong sebuah sistem birokrasi, manajemen, dan tatakelola keuangan yang terbuka atau transparan.
Hal itu agar rakyat bisa mengetahui sampai satu sen uangnya itu direncanakan untuk apa, dipakai untuk apa, oleh siapa, dan kualitas pengerjaan proyek-proyeknya seperti apa.
Baca: Mengenal Sosok Eman Bria, Bakal Calon Bupati Malaka
“Ini harus kita buka semua sehingga bisa mencegah terjadinya korupsi,” pungkasnya.
Selanjutnya dalam kaitan dengan agenda ‘Malaka Sejahtera dengan Ekonomi Kerakyatan’, politisi PKB itu menguraikan refleksi kritisnya bersama RTS.
Emanuel menilai ekonomi di Malaka sekarang masih sangat bertumpuh pada pemerintah (government driven economy).
Semua itu berasal dari APBD. Padahal APBD Malaka terbatas untuk membangun Malaka.
“Ini tidak salah karena untuk alokasi dana infrastruktur guna pembangunan infrastruktur dan kita perlu pengusaha-pengusaha swasta atau kontraktor-kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek. Tetapi kita harus membalikan paradigma ini dari government centric menjadi people centric economy,” tandasnya.
People centric economy yang dimaksudkan Emanuel ialah pemberdayaan ekonomi rakyat. Jadi, masyarakat menjadi pusat pelaku ekonominya.
Hal ini tentu saja akan berdampak pada proses pembuatan kebijakan publik terutama alokasi anggaran di Kabupaten Malaka.
“Kita harus berdayakan usaha-usaha rakyat, pertaniannya, perikanannya, industri-industri kreatif dan sebagainya.” tuturnya.
Emanuel bahkan punya mimpi ingin menjadikan Malaka sebagai centra tenun dan sebagai pusat industri kreatif tenun di NTT.
Kata dia, Malaka memiliki penenun-penenun yang sangat hebat. Sebab itu, potensi-potensi seperti ini harus bisa diberdayakan untuk meningkatkan ekonominya.
“Dan bagi kami ini adalah solusi penciptaan lapangan kerja di Kabupaten Malaka,” ujar Emanuel
Ia menambahkan pula bahwa banyak sekali anak-anak muda Malaka harus pergi bekerja di daerah lain seperti Kalimantan dan Malaysia karena lapangan kerja di daerah sendiri tidak tersedia.
APBD Malaka sangat terbatas untuk menyediakan lapangan kerja, khususnya ASN. Karena itu, perlu memikirkan peluang-peluang pekerjaan yang lain di luar profesi ASN.
“Inilah penjelasan tiga agenda besar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Eman Bria-Roy Tei Seran (EB-RTS) periode 2020-2025 untuk mendorong apa yang disebut sebagai ‘Malaka Bangkit, Malaka Bermartabat, dan Malaka Sejahtera’. “Bersama Kita Bisa, Merdeka!” tutupnya.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba