Vox NTT- Gelombang penolakan atas rencana pemerintah untuk mendirikan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi NTT hingga kini terus mengalir.
Hingga kini, sejumlah elemen termasuk masyarakat setempat terus melakukan perlawanan di balik rencana penambangan batu gamping/kapur tersebut.
Kali ini, sikap penolakan muncul dari organisasi Justice, Peace, Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Organisasi Keadilan, Kedamaian dan Keutuhan Ciptaan ini mengendus jejak buruk di balik rencana pabrik semen.
Berikut! Narasi Singkat Sikap Penolakan JPIC OFM Indonesia
Oleh:
P. Alsis Goa OFM (Direktur JPIC OFM Indonesia)
Di tengah mewabahnya pandemi global Covid-19, belakangan ini ramai diperbincangkan rencana PT. Istindo Mitra Manggarai (IMM) dan PT. Singa Merah NTT yang akan membuka pertambangan batu gamping dan pabrik semen di Kampung Lingko Lolok dan Kampung Luwuk Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
Data Ditjen AU mencatat bahwa PT. Istindo Mitra Manggarai (PT. IMM) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, termasuk juga kegiatan penggalian batu, batu kapur atau gamping. PT. IMM berencana melakukan penambangan batu gamping seluas 599 ha di Lingko Lolok, Satar Punda, Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur. Untuk itu maka pada Maret 2018 PT. IMM mengantongi IUP Eksplorasi batu gamping seluas 198,8 ha dan September 2019 kembali mengantongi IUP Eksplorasi Batu Gamping seluas 599 ha dari pemerintah provinsi NTT. Sebuah kenyataan yang tentu saja berlawanan dengan janji – janji manis sewaktu kempanye, bahkan pada pidato pelantikannya sebagai gubernur NTT: “Tambang bukan pilihan yang baik untuk tingkatkan ekonomi rakyat NTT. Tambang, menurut dia, akan menutup lahan pertanian rakyat, dan merusak lingkungan yang berisiko terjadi banjir dan tanah longsor. “Lubang sisa tambang mengandung zat asam yang berbahaya,” (Tempo.co 10/09/2018). Dan bukan hanya sampai di sini saja gubernur NTT menodai sendiri niat sucinya, karena di saat moratorium IUP pertambangan di NTT yang dikeluarkannya berdasarkan SK No.359/KEP/HK/2018 tertanggal 14 November 2018, gubernur Victor Laiskodat melalui Kadistamben NTT malahan mengeluarkan IUP Eksplorasi kepada PT IMM. Gubernur NTT memberikan IUP eksplorasi kepada PT. IMM yang diduga kuat merupakan metamorphosis dari PT. Istindo Mitra Perdana (IMP), yang selama ini dikenal puluhan tahun melakukan penambangan mangan di Bonewang, Sirise dan Lingko Lolok. Banyak jejak seram dan kelam yang ditinggalkan perusahaan (PT. IMP) yang juga dikenal dengan nama PT. Arumbai Mangan Bekti. Yang paling nyata bisa disaksikan saat ini adalah lubang menganga lebar di macing wul atau Satarneni yang menyingkap secara jelas dan terang benderang kelakuan buruk pertambangan PT. IMP. Belum lagi catatan suram yang dialami oleh warga Serise yang dikriminalisasi dan dipenjara karena mempertahankan tanah warisannya, atau bibit permusuhan dan konflik antara warga dan kampung yang sengaja ditebarkan di wilayah lingkar tambang, dan tidak pernah diurus tuntas bahkan ada kecenderungan sengaja “dipelihara”.
Saat ini setelah berakhirnya IUP produksi pada Oktober 2017, PT. IMP hadir dengan wajah dan gandengan baru, tetapi kelakuan buruk dan lama yakni industri ekstraktif. Di tengah kelebihan pasokan semen di Indonesia sebesar 40 juta ton yang membuat pemerintah Indonesia melakukan moratorium pembangunan pabrik semen, PT. IMM yang bermitra dengan PT. Semen Singa Merah NTT berencana membuka pabrik semen di Kampung Luwuk. Pasokan bahan baku semen akan diambil dari Lingko Lolok, yang wilayah keruknya mencakup perkampungan warga Lingko Lolok, sehingga membuat relokasi (pemindahan) kampung merupakan kenyataan yang tak terbantahkan. Sebuah aktivitas yang merendahkan serta melukai martabat manusia dan budaya Manggarai. Karena kampung (beo dengan naga beo/naga tanah) dan tanah yang merupakan ibu- Ende wa – direduksi sebagai komoditas belaka berdasarkan asas manfaat semata, padahal di sanalah terletak nilai, identitas, keberadaan dan jati diri Orang Manggarai.
Rencana dan keberadaan industri ekstraktif semen di Luwuk dan Lingko Lolok, tidak terlepas dari peran bupati Manggarai Timur Andreas Agas. Hal ini nyata terlihat dari kunjungan kerja yang dilakukan oleh Bupati Andreas Agas ke kampung luwuk 21 Januari 2020 dalam rangka sosialisasi pabrik semen (Floresa.co 24/04/2020). Bukan hanya sampai di situ saja, sebanyak dua kali, bukan jam dinas/kantor dan di rumah pribadinya kampung Cekalikang Poco Ranakan, Bupati Andreas Agas memanggil (atau dipanggil) dan menemui (atau ditemui) warga Luwuk dan Lingko Lolok dalam proses negosiasi jual beli tanah (Voxntt.com 27/04/2020). Selain super aktif bertemu warga, Bupati Agas sendiri mengakui telah mengeluarkan ijin lokasi bagi PT. Singah Merah NTT. Semua yang dilakukan entah sebagai pribadi, bupati, negosiator, fasilitator bahkan dicap sebagai calo dalam proses hadirnya industri semen di Manggarai Timur (Floresa.co 07/05/2020), dengan terang benderang menjelaskan peran Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas di balik rencana – rencana investasi semen. Jadi tidak bisa bupati Agas mencuci tangan dan mengoceh publik dari tanggungjawabnya dengan berlindung di balik UU No. 23 tahun 2014 yang menetapkan ijin tambang merupakan wewenang gubernur. Menjadi jelas bahwa duet maut, bahu membahu gubernur NTT dan bupati Manggarai Timurlah yang memungkinkan hadirnya industri semen.
Industri semen sengaja dibangun dengan tujuan untuk mengurangi angka pengangguran dan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat, jelas Agas dalam kunjungan kerjanya di luwuk 21/01/2020 (Tajukflores.com 22/01/2020). Namun demikian, carut marut rencana pembukaan pabrik semen di Luwuk (dan tambang di Lingko Lolok) mengindikasi ketidakjelasan tata kelolah pemerintahan bagi pembangunan masyarakat yang memperhatikan daya tampung dan daya dukung ruang kehidupan manusia. Memilih mendatangkan korporasi dan menyerahkan urusan pembangunan di tangan korporasi tambang yang selalu berorientasi profit adalah watak dan cerminan dari Pemda yang malas, tidak bertanggungjawab dan mati gaya (tidak kreatif). Pemda tidak memiliki inisiatif untuk memajukan kehidupan rakyat dengan mengoptimalkan kemampuan rakyat yang dibarengi dengan kemampuan daya dukung lingkungan hidup di wilayah administrasi pemerintahannya. Pembangunan fasilitas yang mendukung kesejahteraan masyarakat yang memperhatikan keselarasan lingkungan hidupnya, seringkali alpa dan diabaikan Pemda. Dan ketika pembangunan diserahkan ke tangan para investor ekstraktif, fakta empirik historis menunjukan hilangnya sumber – sumber penghidupan warga dan tercabutnya hak warga atas sumber penghidupan subsistensinya.
Karena itu di hadapan semua kenyataan ini, kami mendesak gubernur NTT Victor Laiskodat dan bupati Manggarai Timur Andreas Agas, untuk menghentikan secara total dan permanen rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan pertambangan di Lingko Lolok khususnya serta di Manggarai Timur umumnya. Bukan pilihan yang tepat rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok karena lebih banyak mendatangkan mudarat dari pada manfaatnya. Kiranya krisis pangan dan ancaman kelaparan akibat pandemi global Covid 19 (Kompas.com, 24/04/2020) menyadarkan para pelayan dan pengurus kebijakan publik (Bupati, gubernur dll) untuk memilih, mendorong dan mengusahakan pertanian, peternakan dan nelayan sebagai leading sektor bagi pembangunan daerah di Manggarai Timur khususnya dan NTT umumnya. Keyakinan Konstantinus Esa (warga Luwuk) yang menyatakan bahwa tanah sawah akan memberikan penghidupan yang layak untuk dirinya dan keturunannya untuk selama-lamanya (Beritaflores 5/5/2020), menggugah nurani bupati Matim dan Gubernur NTT untuk memilih sector pembangunan yang menjadi unggulan di daerah ini yakni pertanian, peternakan dan perikanan. Akhirnya sebagai lembaga Gereja yang bergerak di bidang keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, kami mengajak para pemimpin daerah ini untuk mendengar dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh Paus dalam Laudato Si: “Tantangan yang mendesak untuk melindungi rumah kita bersama melibatkan upaya menyatukan seluruh keluarga manusia guna mencari bentuk pembangunan berkelanjutan dan integral” (#13), maka setiap bentuk pembangunan selain memperhatikan berkelanjutan dan integral tetapi juga harus dan wajib hukumnya memperhatikan “solidaritas yang adil antar generasi, dan mendesak untuk membaharui solidaritas intra-generasi” (#162).