Betun, Vox NTT- Kabupaten Malaka ditetapkan sebagai salah satu daerah tertinggal di Indonesia. Penetapan itu melalui Perpres Nomor 63 tahun 2020 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2020-2024.
Bupati Malaka Stefanus Bria Seran (SBS) tidak menampik itu. Ia mengakui Kabupaten Malaka memang masih tertinggal dari segala aspek pembangunan.
Hal itu menurut dia, adalah sebuah realita dan sangat wajar dengan
Bupati SBS mengaku tidak marah terkait penetapan Perpres itu karena sesuai dengan kondisi yang ada di Malaka. Penetapan Perpres tersebut tentu saja sesuai dengan kondisi riil di daerah.
Mantan Kadis Kesehatan Provinsi NTT itu mengakui masih banyak bidang di Malaka yang masih mengalami kekurangan.
“Keadaan yang terjadi di Malaka yang masih butuh perhatian ke depan, seperti, jumlah penduduk miskin masih banyak, jalan raya masih di bawah standar, baik akses antar kabupaten, kecamatan dan desa,” katanya kepada VoxNtt.com di aula kantor Bupati Malaka, Senin (11/05/2020).
Bupati pertama Kabupaten Malaka itu juga mengakui masih banyak wilayah yang belum terakses jaringan komunikasi dan listrik.
“Jaringan komunikasi baik yang menggunakan kabel maupun non kabel masih banyak yang belum terjangkau ke kecamatan dan desa. Sekarang masih terfokus di Kota Betun. Masih banyak daerah yang gelap gulita,” ujarnya.
Dikatakan, masih ada kekurangan lain berupa perumahan rakyat. Menurut Bupati SBS banyak rumah masih jauh dari kelayakan.
Air bersih pun masih belum menjangkau semua wilayah dan tingkat kesehatan masih di bawah standar.
“Kantor pemerintahan belum ada dan belum tertata dengan baik. Ibu kota kabupaten belum ditata, termasuk ibu kota kecamatan. Jadi dikatakan masih tertinggal memang betul. Saya tidak marah,” katanya lagi.
Bupati SBS menambahkan, Perpres itu menjadi bahan masukan untuk berbenah. Tugas pemerintah secara bersama, baik dari pemerintah pusat sampai kabupaten untuk saling membantu.
“Ke depan tentu semua cakupan bidang yang mengalami kekurangan ini bisa ditangani. Tentunya dengan melihat ketersediaan anggaran yang ada,” ungkapnya.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba