Ruteng, Vox NTT – Corona virus disease 2019 (Covid-19) kian merebak di seluruh pelosok bumi ini.
Hampir semua aktivitas terganggu setelah adanya wabah yang berbahaya ini.
Program stunting misalnya. Semenjak virus ini merebak di Indonesia pelayanan program stunting yang menjadi salah satu program pemerintah tak lagi berjalan seperti biasanya.
Hal itu diungkapkan Kristina Muti, salah satu kader posyandu di Desa Barang, Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.
Menurutnya, selama virus corona kegiatan untuk mengurangi angka stunting tidak berjalan seperti biasanya.
Apalagi dengan adanya imbauan pemerintah untuk jaga jarak dan hindari kerumunan.
“Sekarang kami juga bingung, karena hampir semua kegiatan mengenai stunting selama corona ini tidak lagi dilaksanakan,” katanya kepada VoxNtt.com, Kamis (21/05/2020).
Selama dua bulan terkahir kata dia, kegiatan posyandu tidak dilaksanakan karena virus corona.
Hanya kegiatan Imunisasi untuk ibu hamil yang tetap berjalan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Namun tetap mengikuti protokol kesehatan dan menggunakan jadwal.
Sebelumnya kata dia, Kader Posyandu di Desa Barang membuat program “Lima Meja” dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting.
Kegiatan itu di antaranya, pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, penyuluhan oleh kader atau tenaga kesehatan, dan pelayanan kesehatan seperti imunisasi.
Kader Posyandu lainnya, Katarina Iman mengaku selain tidak bisa menjalankan beberapa kegiatan, corona juga berdampak pada pemenuhan gizi.
Sebab, di tengah pandemi banyak aktivitas yang dibatasi sehingga berpengatuh pada ekonomi keluarga.
“Salah satu penanganan stunting ini kan pemenuhan gizi, tapi kalau orangtua dari anak stunting itu tidak bisa bekerja karena corona yang pasti kebutuhan gizi anak juga tidak terpenuhi, begitu juga ibu hamil,” katanya.
Sementara Kepala Desa Barang Thomas Tahir mengatakan, selama ini pemerintah desa kian gencar melakukan upaya untuk mengurangi angka stunting.
Terbukti, jumlah anak stunting di desa itu kata dia, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2019 jelas dia, terdapat 54 orang anak stunting. Sementara data terakhir pada Februari tahun 2020 meyisahkan 32 orang anak stunting.
“Tapi jumlahnya berkurang sejak ada pendampingan dari desa dan Ayo Indonesia dan pohak ketiga lainnya,” ujarnya kepada VoxNtt.com.
Ia mengaku pemerintah desa telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya pengurangan angka stunting.
Di antaranya intervensi anggaran, pembagian susu, telur, PMT, dan bubur kacang hijau.
Selain itu, pemerintah desa juga gencar melakukan penyuluhan tentang stunting maupun mendorong masyarakat untuk membuat kebun gizi.
Bahkan di Desa Barang kata dia, sejak tahun 2017 lalu, selain anak stunting dan ibu hamil, balita lainnya juga diperhatikan oleh pemerintah desa untuk diberikan bantuan.
Apalagi, dalam menjalankan program tersebut PKK dan Kader Posyandu berperan aktif membantu pemerintah desa.
Di tengah pandemi Covid-19 lanjut Thomas, kondisi pangan dan gizi di desa itu masih stabil.
Ia mengaku, adapun dampak corona terhadap pangan dan gizi tidak terlalu signifikan. Namun hal itu tergantung perkembangan Covid-19 ke depannya.
“Tapi kalau corona ini terus berlanjut, yang pasti dampaknya nanti cukup besar terhadap kondisi pangan dan gizi. Kita berdoa saja semoga wabah ini cepat berlalu,” ujarnya.
Kepala Puskesmas Pagal Maria Ermelinda Paka mengungkapkan, selama ini pemerintah daerah melalui puskesmas terus berupaya mengurangi angka stunting.
Dalam rangka menyukseskan program pengurangan angka stating pihaknya telah melakukan berbagai upaya seperti:
Peningkaptan kapasitas tenaga kesehatan. Hal ini kata dia, untuk melatih tenaga kesehatan sesuai perekmbangan saat ini.
Selain itu, program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk remaja putri. Hal itu dilakukan agar sejak remaja muali diperhatikan sebelum menjadi ibu yang mengandung.
Sehingga saat mengandung tetap sehat dan melahirkan anak yang sehat.
Puskesmas Pagal juga menjalankan program kelas ibu hamil. Setelah mereka hamil, dibina melalui kelas tersebut.
Ibu hamil yang datang itu harus bersama suaminya. Pihaknya memberikan informasi tambahan dalam mempersiapkan masa kehamilan maupun saat melahirkan.
Ia juga mengaku selalu melaksanakan posyandu sekali sebulan guna memantau tumbuh kembang bayi balita.
Bidan Maria juga mengaku selama ini kerja sama dengan beberapa stakeholder, di antaranya Ayo Indonesia dan Plan Internasional.
“Kalau Ayo Indonesia untuk meningkatkan kapasitas kader posyandu dan melatih pengolahan bahan makanan lokal, seperti kedelai untuk diolah menjadi susu dan tempe,” ujarnya kepada VoxNtt.com.
Untuk penanganan stunting, Puskesmas Pagal bersama pemerintah desa, Pustu dan Poskesdes membagikan PMT.
PMT Biskuit itu untuk ibu hamil anak stunting dan gizi buruk lainnya.
Selain itu juga, porgram Inovasi pembuatan kebun gizi.
Tetapi pada tahun 2020 ini karena wabah virus corona, sehingga dinas pertanian akan menyumbang bibit tanaman.
“Kita sebenarnya hanya memberikan contoh, kami berharap masyarakat nanti bisa mengikutinya,” katanya.
Puskesmas Pagal juga jelas dia, melakukan pendekatan Lonto Leok (duduk bersama) tingkat Rumah Gendang (rumah adat) di desa untuk membahas persoalan stunting.
Dikatakan, Kader Posyandu di setiap desa juga selalu pantau setelah pembagian PMT maupun bantuan lainnya agar tidak disalahgunakan.
Bidan Maria mengungkapkan, sejauh ini program pengurangan angka stunting juga mendapatkan respon yang baik dari pemerintah desa.
Berkat kerja sama tersebut, alhasil jumlah angka stunting di wilayah kerja Puskesmas Pagal mengalami penurunan.
Pada Agustus 2019 sebanyak 631 anak stunting. Smentara data pada Februari 2020 mengalami penurunan yakni 498 anak stunting.
Namun, Bidan Maria mengungkapkan selama Covid-19 kegiatan posyandu tidak lagi berjalan sepeti biasanya karena mengikuti imbauan pemerintah untuk jaga jarak.
Sebab, kegiatan posyandu jelas dia, diikuti oleh semua balita di setiap desa, sehingga berpotensi mengumpulkan banyak orang.
“Karena tidak bisa mengumpulkan banyak orang sehingga posyandu tidak dijalankan sehingga kita tidak bisa memantau tumbuh kembang anak,” katanya.
Sementara pelaksanaan imuniasi dan pemberian TTD untuk ibu hamil kata dia, tetap dilakukan dengan cara kunjungan rumah.
“Untuk menjawab persolan maupun hambatan dalam pelaksanaan program, kita melakukan kunjungan rumah,” katanya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba