Ruteng, Vox NTT- Juru Bicara Forum Pemuda Aliansi Tolak Tambang Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Yohanes Fibrino Maot mengatakan, aktivitas tambang di sejumlah wilayah Indonesia itu telah merampas tanah-tanah sebagai hak milik warga setempat.
Bahkan menurut Yohanes, kehadiran tambang merupakan sumber konflik sosial yang berkepanjangan akibat politik adu domba oleh perusahaan pertambangan.
Yohanes menyatakan hal tersebut saat menggelar pertemuan bersama Lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation-Societas Verbi Divini (JPIC-SVD) Ruteng, Rabu (21/05/2020).
Pertemuan itu membahas rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Dalam rencananya, pabrik semen nanti akan dikelola oleh PT Singa Merah NTT dan PT Istindo Mitra Manggarai.
Dalam kesempatan tersebut, Yohanes menyebut perusahaan tambang dapat merusak sistem struktur budaya masyarakat Manggarai. Itu karena hunian warga Lingko Lolok dalam rencananya akan direlokasi.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Ia menjelaskan, di dalam Undang-undang, perusahaan tidak bisa melakukan aktivitas eksploitasi apabila jarak antara pemukiman warga dengan lokasi tambang 500 meter.
Sebab itu, ia menilai di Lingko Lolok sangat jelas menabrak sejumlah regulasi. Sehingga tidak ada kata lain selain menolak.
Menurut Yohanes, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka, mengatur jarak minimal tepi lubang galian dengan pemukiman warga adalah 500 meter.
Oleh karena itu, lanjut dia, perencanaan kedua perusahaan pabrik semen PT Semen Singa Merah NTT dan PT Istindo Mitra Manggarai berpotensi menabrak regulasi. Sebab harus merelokasi pemukiman warga untuk tambang batu gamping sebagai sumber material pabrik semen.
Baca: “Bagaimanapun Bentuknya, Saya Punya Tanah Tidak Boleh Diganggu”
Kondisi jarak yang dekat itu, menurut dia, bukan hanya menyebabkan anak-anak menjadikan lubang bekas tambang sebagai tempat bermain dan akhirnya merenggut nyawa mereka.
Orang dewasa juga banyak yang menganggap lubang bekas tambang itu tak berbahaya. Padahal ada banyak peristiwa kemanusiaan telah merenggut nyawa korban karena lubang galian tambang mangan.
“Di lokasi-lokasi tempat perusahaan tambang mangan tersebut pernah beroperasi, kehidupan masyarakat tidak berubah menjadi lebih baik, sebagaimana yang dijanjikan. Yang tersisa hanya lingkungan yang rusak, di mana lubang-lubang bekas tambang masih menganga. Perusahaan pergi setelah mengeruk isi alam dan mendapat keuntungan, sementara masyarakat masih tetap dengan narasi kemiskinannya,” tegas Yohanes dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat (22/05/2020) pagi.
Menurut dia, pabrik semen dioperasikan dengan menggunakan teknologi tinggi dan modern, sehingga menuntut keahlian tinggi pula.
Pekerja yang dipakai di pabrik semen adalah para tenaga terdidik dan punya keahlian (skill) tertentu.
“Sementara warga kedua kampung mau jadi apa? Apa mereka mau dijadikan pesuruh, jongos atau tukang jaga pabrik tempat penumpukan harta melimpah investor tambang?” tandas Yohanes.
Di samping itu, lanjut dia, ada beberapa alasan mengapa harus menolak kehadiran pabrik semen.
Pertimbangan soal wilayah eksploitasi tambang semen berdekatan dengan wilayah Kecamatan Reok. Untuk itu pasti berisiko tinggi bagi kesehatan warga Kota Reo karena sumber debu dari pabrik semen.
Baca: Agas: Izin Tambang di Provinsi, Bukan Bupati
Kehadiran pabrik semen di sana, sudah terjadi polemik antara masyarakat yang pro tambang dan yang kontra tambang. Berati kehadiran pabrik semen di sana, sudah menciptakan masalah besar.
“Kami bersama Tim JPIC-SVD Ruteng siap menjadi mitra untuk sama-sama memantau perkembangan kehadiran pabrik semen,” tegas dia.
Yohanes menguraikan, dalam pertemuan tersebut ada sebanyak 20 orang lebih pemuda Reo ikut berdiskusi.
Peserta diskusi merupakan pemuda lintas agama Kecamatan Reok.
Pihaknya berkomitmen untuk berjuang bersama para petani Luwuk dan Lingko Lolok yang ingin mempertahankan tanah mereka dari perampokan perusahaan tambang batu gamping.
“Tindakan setelah ini yang kami harus buat adalah sama-sama berjuang menyikapi dan menolak kehadiran pertambangan semen di Luwuk dan Lingko Lolok,” tandasnya.
Koordinator JPIC-SVD Pastor Simon Suban Tukan mengatakan, efek negatif dari pertambangan tidak hanya berkaitan dengan kerusakan alam, tetapi juga kerusakan sosial.
Kerusakan alam tidak bisa terbantahkan karena aktivitas penambangan batu kapur dan batu gamping.
Baca: Gereja dan Masyarakat Mesti Dukung Pindahkan Pabrik Semen ke Luar NTT
Luas areal lahan pertanian milik warga bakal ditambang lebih dari 500 hektare, maka kerusakan lingkungan tidak bisa dibayangkan.
Belum lagi polusi udara yang pasti tidak bisa dihindari. Kerusakan lingkungan itu berdampak pada kerusakan sosial.
Bahkan ruang hidup warga dan semua sumber daya pendukung akan hancur: air, udara yang bersih, dan tanaman komoditi warga.
Pastor Simon menambahkan, dampak sosial lainnya adalah kebutuhan produksi semen yang besar itu akan membuat warga setempat harus pindah entah atas persetujuan atau tidak dari warga.
Dampak lainnya juga adalah debu pabrik dari cerobong dengan ketinggian yang lebih dari 20 meter akan tersebar ke wilyah sekitar tanpa kendali.
Karena itu, wilayah terdampaknya menjadi sangat luas, wilayah Kedindi sampai Dampek bahkan Ruteng juga akan terdampak.
“Penyakit akan bermunculan, ISPA akan menjadi penyakit pertama yang menyerang warga. Dampak sosial lain adalah ketika manusia dipindahkan maka kampung akan hilang, kalau kampung hilang seluruh identitas budaya masyarakat terdampak akan hilang. Masih banyak dampak sosial lain yang akan terjadi dan bisa ditambahkan dideretkan di sini. Kerusakan lingkungan alam akan berdampak langsung kepada kemerosotan sosial,” beber Pastor Simon.
Oleh karena dampak negatif yang besar dan luas, maka rencana pembangunan pabrik semen ini menurut Pastor Simon, harus segera ditolak.
Untuk itu, perlu pemahaman yang mendalam tentang masalahnya. Masyarakat harus terorganisasi dalam suatu jejaring yang besar dan luas.
Kaum muda menjadi suatu kekuatan yang harus dilibatkan dalam advokasi melawan aktivitas perusak lingkungan.
“Kami berusaha membantu memperluas gerakan penolakan pabrik semen tersebut dengan berdiskusi bersama kaum muda Reo dan sekitarnya yang berkomitmen yang sama,” cetus Pastor Simon.
Pemuda Reok kata dia, juga sudah melihat daya rusak atau efek negatif dari pabrik itu, maka mereka mau berjejaring dengan semua pihak untuk berkomitmen yang sama.
Usai menggelar diskusi, maka kaum muda bersama JPIC SVD Ruteng akan terus mendalami rencana pembangunan pabrik semen itu dan membantu melakukan penyadaran kepada masyarakat sekitar lokasi pabrik maupun masyarakat umum.
“Pertemuan akan dilakukan secara berkala, juga bersama warga dan jejaring lainnya,” ujarnya. (VoN)