Borong, Vox NTT-Pukul 10.00 Wita Rabu (27/05/2020), beberapa kader PDIP Manggarai Timur (Matim) serius berdialog di Sekretariat partai itu yang berlokasi di Kelurahan Satar Peot. Awan pagi itu tampak bersahabat. Matahari bersninar begitu terang. Kota Borong cerah.
Di dekat jendela Marselis Sarimin Karong tengah duduk santai. Postur tubuh pria paruh baya itu, tinggi dan tegap. Ia pensiunan polisi.
Ia juga pernah menjabat sebagai Kapolres Manggarai. Namun, kini Marselis memilih menjadi politisi. Jabatannya begitu strategis. Ia dipilih menjadi Ketua DPC PDIP Manggarai Timur.
Marselis duduk berhadapan dengan Kanisius Unda. Sius demikian Kanisus disapa menjabat sebagai Ketua PAC PDIP Kecamatan Kota Komba. Istrinya orang Belanda. Keduanya tinggal di Keluarahan Watunggene. Pasutri ini juga memiliki yayasan yang bergerak dalam bidang kemusiaan.
Selain Sius ada juga Roni Agas. Dia putra kelahiran Waerana, Kelurahan Rongga Koe. Ia mantan anggota DPRD Matim periode 2014-2019. Perolehan suara sempat melambung saat pemilihan legislatif. Namun, gagal merebut kursi di DPRD Matim. Partai besutan Megawati Soekarno Putri itu tidak memenuhi kuota suara partai.
Cerita Roni nyaris sama seperti Yorit Poni. Ia masih muda, namun sudah melalang buana dalam dunia politik. Dia pernah gagal. Tapi pria berdarah Elar itu tak pernah pupus harapan. Ia sadar bahwa dirinya sosok pendatang baru di kancah perpolitikan Manggarai Timur. Soal administrasi partai tidak diragukan.
Singkat cerita, kami pun langsung berangkat ke Desa Golo Meni. Menuju Golo Meni membutuhkan waktu sekira 2 jam lebih. Melewati beberapa perkampungan warga. Jalannya mendaki dan terjal. Banyak ruas jalan rusak parah, becek bahkan berlubang. Aspal terkupas, bahkan tak terurus.
VoxNtt.com bersama beberapa kader partai bermoncong putih itu, tiba di Desa Golo Meni sekira pukul 12.30 Wita. Marselis tampak lincah mengemudikan mobil fortuner miliknya. Memasuki lorong berliku dan rusak. Sesekali ia menyapa warga kampung.
Rupanya ia bukanlah sosok yang asing bagi warga kampung itu. Selain pernah ikut bertarung dalam Pilkada Matim beberapa waktu lalu, Desa Golo Meni adalah tanah kelahiran seorang Marselis.
Golo Meni desa yang subur. Kopi, padi, cengkih, keladi sangat cocok untuk ditamam di daerah ini. Udaranya sejuk dan dingin. Pemandangannya juga bagus. Apalagi luas sawahnya ribuan hektare, seolah menambah kecantikan desa itu.
Desa itu berpenduduk 3333 jiwa. Sebagian besar warganya bekerja sebagai petani. Dari penuturan Kanisius Jon warga kampung itu, dalam setahun Desa Golo Meni mampu menghasilkan lebih dari 70 ton beras, 30 ton cengkih dan 200 ton beras.
Kendati demikian para petani di kampung itu kebingungan untuk menjual hasil pertaniannya. Wabah Covid-19, turut membuat perekonomian mereka jadi lumpuh.
Lima Orang Dipasung
Di Desa Golo Meni ada lima orang penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Semuanya hidup dalam pasungan.
Raut wajah Marselis pun berubah seketika. Begitupula Sius dan beberapa kader partai itu. Mereka tampak sedih tatkala melihat Agustinus Amat dan Sandri Joman dalam kondisi terpasung. Kaki keduanya diapiti balok besar.
Asgustinus adalah ayah Sandri. Mereka tinggal di Kampung Waru Leok. Sudah lama mereka dipasung. Saat kunjungan itu Marselis memberi mereka bantuan Sembako.
“Ini ada sumbangan sedikit dari partai PDIP Manggarai Timur. Semoga ini bisa membatu. Cepat sembuh dan sehat selalu,” ucap Marselis dengan nada pelan.
Usai mengunjungi Agustinus, beberapa kader partai itu melanjutkan perjalanan ke Kampung Rembong. Di sana, ada dua orang yang dipasung. Ada yang dipasung 29 tahun lamanya.
Namanya Alosius Andar (60). Ia tinggal di gubuk reyot yang berada di samping rumahnya. Ia tidak memiliki istri. Dami Jondo (70) sang kakak menuturkan Aloisius menderita sakit sejak pulang merantau dari Kalimantan. Di pulau sawit itu ia bekerja 7 tahun lamanya.
“Pulang dari sana dia selalu buat ulah dengan warga di sini. Maka kami keluarga tidak ada pilihan untuk dia. Terpaksa kami pasung dia,” ucap Dami.
Aloisius tidak pernah mandi atau dimandikan. Kata sang kaka ia menolak untuk dimandikan. Pangkas rambutnya pun, enggan. Namun mirisnya, selama dalam pasungan Alosius tidak pernah dikunjungi oleh pemerintah.
“Datang saja tidak pernah apalagi mau beri bantuan,” tukas Dami.
Selain Aloisius, Frans Nanggal tetangganya, juga dalam kondisi terpasung. Ia pria kelahiran tahun 1940 silam. Frans dipasung sejak 26 januari 2015 lalu. Ia memiliki 6 orang buah hati. Yeremias Okang putranya mengaku ayahnya menderita tuli selama 5 tahun.
Di Kampung Rembong ada juga yang dipasung. Namanya Mikael Joman. Ia dipasung sejak pulang merantau dari Surabaya. Saat kunjungan itu turut hadir Kepala Desa Golo Meni Paulus Darman. Ia baru saja terpilih menjadi Kades di wilayah itu.
Darman berjanji akan memperhatikan para ODGJ di desanya.
Di desa tetangga tepatnya Rana Mbeling ada juga yang dipasung. Namanya, Dionesius Mada. Ia tinggal digubuk reyot di belakang rumahnya.
Kondisi sangat miris. Marselis tampak meneteskan air mata. Ia tak sanggup melihat penderitaan Dionesius. Apalagi kondisi gubuk itu sangat memprihatinkan. Kukunya tajam dan panjang. Rambutnya juga panjang. Siapa pun pasti tak kuat melihatnya.
“Ini mesti diperhatikan oleh pemerintah. Mereka tidak boleh ditelantarkan seperti ini. Mereka juga saudara-saudara kita. Mudah-mudahan ini menjadi perhatian pemerintah,” tegas Marselis.
Sementara di Desa Mokel Morit ada dua orang penderita ODGJ. Mereka tidak terpasung. Saat itu Marselis hanya memberikan bantuan. Sembari memberi pesan dan penguatan, Marselis berharap semoga cepat sembuh.
Di sela-sela kegiatan Marselis mengucapkan terima kasih atas dukungan dari Herman Heri, Andre Hugo Parera, Ketua DPD Partai PDIP Provinsi NTT Emilia Nomleni dan beberapa kader partai itu.
“Hari ini PDIP mendistribusikan bantuan Sembako berupa beras 10 kilogram (kg) mie instan, minyak goreng dan telur dan untuk penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Jumlah ODGJ yang terdata baru sejumlah 50. Hari ini baru bisa mengunjungi 11 ODGJ,” imbuhnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba