Kupang, Vox NTT-Hati-hati dengan janji manis iblis. Ia datang di saat hati kita gelap untuk merusak benih-benih ciptaan Tuhan.
Imbauan itu disampaikan Uskup Ruteng, Mgr. Sipri Hormat, Pr dalam khotbahnya saat menggelar ibadat sabda di Kapela Lingko Lolok dan Luwuk, Kamis (11/06/2020).
Dalam kesempatan itu, ia juga mengajak umat di Lingko Lolok dan Luwuk untuk menjaga lingkungan mereka yang telah diwariskan secara turun temurun.
Menurut Uskup Sipri, tanah adalah sumber kehidupan yang perlu selalu dirawat dan dijaga.
Ia juga mengajak umat agat jangan membiarkan tanah yang sudah diwariskan nenek moyang menjadi rusak.
“Saya mengajak kita semua berdoa kepada Tuhan yang telah berkenan memulainya segala sesuatu, menciptakannya melalui diri kita, anak-anak kita, sesama kita, lingkungan kita, mari kita jaga,” ajak Uskup Sipri di hadapan ratusan umat yang hadir.
Uskup Sipri mengingatkan pula tentang kisah iblis yang menggoda Adam dan Hawa di Taman Eden, yang mengimingi-imingi mereka dengan janji manis.
“Kalau hati dan pikiran kita gelap, di situlah setan mempengaruhi kita,” ujarnya.
Usai ibadat sabda, Uskup Sipri juga menanam pohon di depan Kapela Stasi Lingko Lolok secara simbolis.
Dalam doa dalam bahasa Manggarai sebelum menanam pohon, ia menyatakan manusia tidak bisa menciptakan tanah. Sebab itu, harus menjaga tanah yang diberikan Tuhan Sang Pencipta.
“Semua yang kita makan berasal tanah. Dari tanah tumbuh rumput untuk makanan ternak kita, dari tanah tumbuh pohon supaya ada hutan yang meresap air hujan, dari sanalah sumber air yang kita minum,” katanya.
Di Tengah Pro Kontra Tambang dan Pabrik Semen
Kunjungan Uskup Sipri tersebut berlangsung di tengah pro-kontra investasi tambang dan pabrik semen di wilayah itu.
Selama kurang lebih tiga bulan terakhir polemik ini menyedot perhatian khayalak di Manggarai dan NTT umumnya. Tak hanya itu, publik juga terbagi dalam sikap kontra dan pro.
Kalangan pro yang mendukung rencana tersebut berpandangan kehadiran tambang dan pabrik semen dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan pemasukan untuk PAD Manggarai Timur.
Namun kalangan kontra menampik alasan itu dengan berbagai fakta daya rusak tambang yang terjadi selama ini di Manggarai. Tak hanya alam yang dirusak, tetapi juga mengancam lahan pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung masyarakat.
Bagi kelompok kontra, investasi tersebut bersifat jangka pendek. Jika sumber daya sudah dikeruk, maka tamatlah investasi tersebut dengan meninggalkan daya rusak terhadap lahan produktif warga.
Mereka lebih memilih memberdayakan sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan ketimbang industri ekstratif yang memiliki daya rusak terhadap alam maupun peradaban manusia.
Hal ini didukung oleh data statistik. Data BPS menegaskan kurang lebih 85% penduduk miskin NTT adalah petani dan tinggal di pedesaan. Bahkan pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2019 didominasi oleh pertanian, perikanan dan kehutanan.
Di Manggarai Timur sendiri, selama lima tahun terakhir (2015-2019), struktur perekonomian didominasi oleh pertanian, kehutanan dan perikanan yakni mencapai 44,78%.
Sementara riset Faperta UGM tahun 2017 di Manggarai Timur mengungkapkan beberapa fakta. Pertama, perkebunan kopi berpotensi memperoleh omzet penjulan 5 kali biaya budidaya. Kedua, perkebunan cengkeh berpotensi memperoleh omzet penjualan 3 kali biaya budidaya. Ketiga, perkebunan kakao berpotensi memperoleh omzet penjualan 11 kali biaya budidaya.
Masih pada tahun 2017, dalam publikasi Manggarai Timur dalam Angka, kecamatan Lamba Leda yang selalu menjadi lahan industri pertambangan memiliki komoditi produktif diantaranya kemiri (591.95 ton), kopi (307.05 ton), mente (143.67 ton). Yang paling banyak digeluti adalah budidaya kemiri yakni mencakup 3.979 kepala kelurga dan kopi sebanyak 2.183 KK.
“Melihat data ini, apa untungnya bagi rakyat Manggarai Timur? Sebab dari data BPS kontribusi dari semua jenis pertambangan di Matim terhadap PDRB hanya 2,57% di tahun 2019. Pada akhirnya, alih-alih mendatangkan kesejahteraan, justru menyebabkan hilangnya lahan strategis bagi penduduk miskin yang didominasi para petani di Matim,” demikian tulis Rio Banta, salah satu yang termasuk dalam pihak kontra pada opini VoxNtt.com, 06/06/2020 lalu. (VoN).