Catatan: Pius Rengka
“Border area di seluruh wilayah NTT harus segera dibuka karena pembangunan tak boleh ditunda dan dihalangi oleh kebijakan lokalistik yang menyulitkan rakyat. Aktivitas sosial ekonomi dan bisnis harus tetap berjalan agar pasar tetap dinamis dan bertumbuh. Meski demikian, protokol kesehatan pemerintah wajib tetap berlaku,” ujar Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, di Maumere dan Bajawa, pekan lalu (4/6/2020).
Menurut Wagub, ada tiga dimensi dan perspektif konsideransi yang patut dicermati menyusul ketegangan pilihan antara pola penanganan covid secara efektif di satu pihak dan keberlangsungan pembangunan di pihak lain.
Tiga hal itu masing-masing perspektif WHO dan Pemerintah Pusat yang terkait antisipasi penanganan covid-19, kedua perspektif yang disesuaikan dengan konteks lokal NTT dan perspektif fleksibilitas sesuai kondisi masing-masing daerah.
Terkait dengan tiga perspektif itu, Pemerintah NTT memilih untuk memutuskan dan memastikan bahwa mulai 15 Juni 2020, tak lagi boleh ada lock down area atau border area di seluruh NTT.
Selain itu, dipastikan untuk bepergian di dalam kawasan propvinsi NTT, pemerintah NTT menginstruksikan agar rapid test tidak diperlukan lagi bagi semua warga NTT yang selama ini tinggal di NTT. Syarat rapid test hanya berlaku bagi pendatang baru dari luar NTT. Para pendatang baru itu itu patut tunduk pada beberapa langkah pencegahan yang relevan sesuai protokol kesehatan pemerintah dan WHO.
Pernyataan itu disampaikan Wagub Jos Nae Soi, usai menyerahkan bantuan beras dan alat pelindung diri untuk beberapa lembaga di Kabupaten Sikka dan Ngada. Lembaga yang mendapat bantuan beras masing-masing satu ton adalah susteran CIJ, SSps, Alma, Yayasan Muhammadiyah, dan Seminari Mataloko. Selain mendapat bantuan beras, juga diterima bantuan alat pelindung diri untuk antisipasi penyebaran virus corona.
Wagub NTT, Jos Nae Soi menyadari, derap langkah pembangunan NTT kini dihadang wabah Corona. Tetapi, ancaman serius virus itu tidak sedikit pun melemahkan semangat juang perubahan pembangunan di NTT. Josef Nae Soi, malah berkata, hadangan virus corona justru merangsang adrenalin perlawanan yang kian kuat meletup dari dalam dirinya.
Kata Wagub Josef Nae Soi, selama manusia hidup, masalah itu persisten adanya. Artinya, masalah pasti datang silih berganti. Bahkan aneka masalah yang menghujam hidup manusia bagai duri derita yang menikam kehidupan manusia bertubi-tubi. Tetapi, ikhtiar untuk menemukan solusi tak pernah boleh padam tanpa resolusi.
Diyakininya, seberkas cahaya perubahan yang menyembul dari celah pekat hitam tantangan pembangunan NTT justru akan menuntunnya ke arah pembebasan.
“Kami berdua (Victor Jos) tak pernah diam. Terus terang, makin kami ditantang aneka masalah, justru kami kian kuat melantang. Makin kami dihambat justru kami akan kian merambat,” katanya. Karena itu, Wagub meminta agar semua pihak, terutama para bupati untuk tidak lagi memperlakukan aturan border area di wilayahnya masing-masing. Kebijakan border area justru menaikkan ketakutan, kerisauan dan ketercekaman, sehingga rakyat tidak dapat bergerak ke mana-mana untuk berintteraksi secara sosial ekonomi. “Yang penting ialah interaksi antarmanusia tetap berjaga jarak, pake masker, dan hindari untuk berkerumun dalam satu area yang sama tanpa menggunakan masker dan protokol Kesehatan,” ujar Wagub.
Apa kiranya spirit pendorong pria kelahiran Mataloko, Ngada, itu yakin pada sikapnya? Menurut pengakuannya, dirinya tak hanya percaya pada pengalaman sejarah hidupnya, tetapi dia juga percaya pada teori dependesia. Teori itu, tak hanya hidup dalam sejarah keilmuan, tetapi itu teori pun sanggup menciptakan sejarah itu sendiri.
Dalam terang semangat teori dependensia, pemimpin menjadi tonggak sejarah utama. Pemimpin harus sanggup menentukan arah perubahan pembangunan. Para pemimpin itu ada di setiap jenjang di setiap wilayah.
Karena itu, tatkala rakyat galau berhadapan dengan masalah yang mengepungnya atau kian bergantung pada para pemimpinnya, maka pemimpin harus tampil paling depan untuk menunjuk arah sejarah dan menuntun pedoman.
Ketika rakyat meredup merayap ketakutan menyusul cengkeraman jemari ganas aneka informasi menyusul bahaya virus corona, pemimpin tak boleh ikut redup dan sendu dalam selimut ketakutan, bersembunyi di balik penjara home from home atau sejenisnya.
Diam di tempat, work from home atau work at home malah menerbitkan ketercekaman kian meluas. Pemimpin wajib tampil paling depan memberi sapaan dan harapan agar rakyat merasa ada impian bersama yang menjanjikan kita semua sama-sama keluar dari masalah. Dependensia juga bermakna ketergantungan rakyat pada sikap para pemimpin.
“Masa depan kemanusiaan tergantung pada adanya sikap kritis dewasa ini. Tindakan hari ini menentukan apa yang bakal terjadi di hari esok. Dan, saya bersama Gubernur Victor, tak akan pernah tinggal diam demi kepentingan rakyat NTT, sesuai janji-janji politik yang pernah kami ucapkan,” kata Jos Nae Soi.
Kak Jos, begitu pria matang politik ini biasa disapa Gubernur Victor, sangat yakin bahwa badai Covid-19 berhasil menggiring masyarakat NTT (terutama pemerintah di bawah kontrolnya), ke dalam relung langgam pelambatan sejarah gerakan pembangunan.
Derap langkah pembangunan di NTT lamban karena didera duri derita kabar dari segala arah yang memilukan bahkan penuh bibit pesimisme. Akibatnya, pembangunan di NTT terkesan berjalan terseok-seok, bahkan berjalan di tempat.
Implikasinya jamak. Tak hanya banyak sumber produksi ekonomi lumpuh dan tak bergerak menuju pasar karena khawatir akan ancaman virus corona, pertumbuhan ekonomi berjalan lamban, tetapi sejumlah rumah makan, hotel dan tempat wisata dilanda krisis. Lainnya terpaksa mengambil langkah merumahkan sejumlah karyawan tanpa ada kepastian kapan batas akhir nasib mereka.
Tambahan pula para komentator partikulir di ruang publik tak henti-henti sinis menuding Victor B Lasikodat dan Josef Nae Soi, sebagai pemimpin tak berdaya. Belakangan bahkan diperoleh komentar miring sarkastis yang menuding Gubernur dan Wakil Gubernur hanya suka omong besar. Tetapi omongannya terbukti di lapangan nihil nol kaboak, kata mereka dalam diksi khas Kupang. Apakah benar begitu?
Menuju Sikka dan Ngada:
Hari Kamis, 4 Mei 2020. Dini hari, pukul 05.00 Wita. Crew pesawat carteran Transnusa menunggu rombongan Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi di bandara Internasional El Tari. Rombongan bersama Wagub NTT berkekuatan penuh.
Nyaris hampir semua pimpinan SKPD Provinsi NTT turun gunung. Mereka terbang ke Maumere dan Ngada dalam skema memberi bantuan beras dan alat pengaman diri kepada sejumlah lembaga sosial karitatif.
Sehari sebelumnya, Protokol kegubernuran mengingatkan semua anggota rombongan, agar harus siap di bandara El Tari pukul 05.00 Wita. Pesawat Transnusa take off pukul 07.00 Wita. Tak boleh ada yang terlambat.
Diinstruksikan, semua anggota rombongan melengkapi diri dengan semua jenis persyaratan, termasuk yang terpenting ialah data hasil rapid test corona-19 dari rumah sakit yang credibel. Tanpa bekal dokumen rapid test, siapa pun tak boleh berangkat melintas dalam wilayah NTT.
Maka, Sekwilda NTT Ben Pop Maing, Asisten III Cosmas Lana, Kepala Dinas Kesehatan NTT DR. Drg. Dominggus Mere didampingi dua dokter muda, Kepala Dinas Pendapatan Daerah DR. Z. Sonny Libing, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Maksi Nenabu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian M. Nasir Abdullah, Kepala Dinas Perikanan, Kepala Dinas Perhubungan NTT, Isak Nuka, Kepala Dinas Sosial dr. Mese Ataupah, Staf inti Humas NTT, Verry Guru dan staf Khusus Gubernur NTT, DR. Imanuel Blegur pun bergegas ke sana.
Maksud kunjungan, selain Pemda NTT memberi bantuan alat perlengkapan diri untuk paramedis, juga menyerahkan bantuan beras dan makanan lain di sejumlah Yayasan yang dikelola Susteran, Seminari dan sekolah di bawah naungan Yayasan Muhammadiyah. Maka susteran CIJ, SSps, Padma dan sekolah di bawah naungan yayasan Muhahmadiyah di Maumere pun dibantu pemerintah. Sejumlah lembaga itu menerima beras masing-masing satu ton dan bantuan alat perlengkapan lain.
Rombongan dengan kekuatan penuh itu bermaksud untuk memberi pesan sangat kuat bahwa pemerintah tak main-main dengan tindakan dan kebijakan publik yang telah diambil. Jika menggunakan cahaya terang teori dependensia lahir dari konteks ketakberdayaan rakyat atas peristiwa ini, maka pemerintah harus tampil meyakinkan untuk membawa rakyat keluar dari situasi ini.
Secara teoritik, kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di kalangan masyarakat karena faktor internal di antara mereka sekaligus karena terjadi kekerasan struktural menyusul kebijakan publik yang salah arah atau tidak sensitif kepentingan dasar rakyat. Karena faktor internal itulah kemudian rakyat tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan, ketika saat yang bersamaan pemerintah sendiri mengalami kegamangan akut atau mengalami disorientasi.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh spirit atau inspirasi teori dependensia yang dipercayai Josef Nae Soi. Disebutkannya, kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di NTT bukan satu-satunya disebabkan oleh faktor internal mereka, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal, terutama para pemimpinnya.
Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan itu adalah adanya campur tangan dan dominasi negara pada laju pembangunan di daerah ini. Itu berarti, dominasi negara menentukan arah perubahan dan kemajuan. Berdasarkan pengalaman empirik selama ini, tercatat bahwa campur tangan pemerintah tersebut sungguh sangat signifikan atas perubahan di NTT.
Maka pembangunan tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan.
Keterbelakangan disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan pemimpin, sehingga dengan demikian pemimpin menjadi pusat gravitasi perubahan atau center of gravity. Pada saat bersamaan, rakyat diajak untuk keluar dari ketergantungan itu, agar mereka tidak hanya mengandalkan para pemimpin. Itulah alasan mengapa Victor Jos terus menggalang konsolidasi ke bawah dengan membawa rombongan superteam.
Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan rakyat melakukan roda pembangunannya secara mandiri dan harus dimulai dari sikap para pemimpinnya sendiri.
Selama berada di Maumere, isi pidato Josef Nae Soi tidak bergeser banyak. Dia menggalang semangat dan optimisme para suster, biarawati dan para pengelola yayasan Muhaamdiyah, agar terus optimis membantu kaum terpinggirkan. Bahkan di sebuah yayasan yang membantu kaum terpinggirkan di Maumere, di sekolah milik susteran Palma, Josef Nae Soi menyerukan untuk selalu bahu membahu menolong kaum lemah.
Diulangnya berkali-kali seruan moral yang menegaskan sikap kritis dan humanisme saat sulit justru akan menentukan masa depan rakyat NTT. Mengutip Max Horkheimer dari sekolah Frankfurt, mantan anggota DPR RI dua periode dari Partai Golkar ini berkata: “Masa depan kemanusiaan tergantung pada adanya sikap kritis dewasa ini. Masa depan manusia ditentukan juga oleh pilihan sikap humanisme pada kaum lemah yang terpinggirkan,” ujar Josef Nae Soi.
Sejuta Kerapu di Riung
Enam bulan silam, Gubernur NTT Victor B. Laiskodat, menebar satu juta benih ikan kerapu di cekungan teluk Waikelambu, Riung. Tatkala 5 Juni 2020, ketika rombongan Wakil Gubernur tiba di lokasi itu, ikan kerapu telah bertumbuh dewasa.
Laporan yang diperoleh menyebutkan, bibit ikan kerapu saat pertama dilepas masih berukuran 4 cm. Tetapi, kini ikan kerapu telah berkembang menjadi ikan kerapu remaja berukuran 15 sampai 20 cm. Diperkirakan, panen pertama dilangsungkan September tahun ini.
Rakyat Riung di Waikelambu untung. Keuntungan yang diperoleh rakyat Riung sekitar lokasi Waikelambu itu, ialah ikan kerapu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan mobilisasi kemakmuran ekonomi rakyat melalui sektor perikanan, memaksimalkan potensi laut yang digalang melalui koperasi para orang kampung sekitar.
Ikan kerapu nanti ditangkap dan dijual ke pasar eksport melalui koperasi rakyat yang dibantu pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah membantu bibit ikan yang laku di pasaran eksport, sekaligus membantu pemasaran agar ada kepastian pasar. Sehingga kerjasama rakyat dan pemerintah membuahkan kemakmuran. Dengan pola ini, rakyat akan melindungi ekologi dan ekosistem tepi laut dan pariwisata, sekaligus merangsang pikiran ekonomis untuk menyelesaikan problem akut kemiskinan dan keterbelakangan. “Nah, pemimpin berfungsi untuk menunjuk jalan sekaligus menggerakkan agar rakyat mengikuti jalan yang telah ditunjuk itu,” kata Josef Nae Soi.
Terkait dengan itu, Wakil Gubernur Josef Nae Soi, menegaskan, jalan provinsi Bajawa Riung, 73 km, harus tuntas tahun 2021. Kepada Kepala Dinas PUPR, Maksi Nenabu, Wagub Josef Nae Soi menegaskan, pengerjaan jalan provinsi di kawasan itu dikontrol ketat agar kualitas pengerjaan proyek terjaga baik. Harus dipastikan juga jalan provinsi itu linking dengan jalan trans utara Flores, jalan kabupaten, dan jalan desa.
Diproyeksikan, dalam jangka panjang dinamika mobilisasi manusia dan barang berjalan tanpa hambatan di Kabupaten Ngada. Apalagi kawasan Riung seluruhnya memiliki potensi sangat kuat di sektor pariwisata. Jalan provinsi Bajawa Riung kini sedang dibangun, dengan rata-rata lebar jalan 12 meter. Beberapa kali tampak Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi turun dari mobil tumpangannya, memeriksa dan mengomentari konstruksi jalan provinsi yang kini sedang dibuat. Jika kini, waktu tempuh Bajawa Riung, 3 jam perjalanan, maka diperkirakan waktu tempuh bakal tersisa satu jam perjalanan jika jalan provinsi tuntas dikerjakan.
Wakil Gubernur mengingatkan kepada Bupati Ngada, Paul Soliwoa, agar kerja sama dalam skema sinergitas antaran kabupaten dan provinsi haruslah niscaya, karena baik pemerintah provinsi maupun kabupaten melayani kepentingan rakyat yang sama. “Kita hanya bagi sebutan adminstratif saja. Tetapi substansi urusan subye yang hendak dibangun dan disejahterakan itu adalah manusia yang sama, yaitu rakyat NTT,” ujar Josef Nae Soi.
Kecuali memantau pengerjaan jalan provinsi di Kabupaten Ngada, Wagub Josef Nae Soi pun mengingatkan seluruh dinas terkait provinsi untuk mencermati kemungkinan perubahan postur jalan provinsi itu.
Misalnya, dinas pertanian, peternakan dan perikanan serta dinas pariwisata, segera mengambil inisiatif kreatif atas kemungkinan perubahan rona jalan provinsi nantinya melalui dinas masing-masing. Karena itu diingatkannya agar semua elemen bekerja dalam satu formasi gerakan yang sama, melalui kompartemen sektor berbeda. Bukan dibalik. Kerja sendiri-sendiri dalam satu lingkup pemerintahan, tanpa peduli apa yang dikerjakan dinas lain.
“Kita ingin membentuk superteam, bukan membentuk superman di provinsi NTT ini,” kata Wagub berkali-kali.