Ruteng, Vox NTT- “Pak bisa saksikan sendiri nanti,” celetuk Isfridus Sota (54), sambil memandu jalan menuju puncak.
Tak lama berselang setelah turun dari sepeda motor, ia menghunuskan parang dari sarungnya. Satu per satu ia memotong kayu dan ranting pohon lamtoro yang tumbuh begitu apik di tempat itu.
Dari bawah kaki bukit memang tidak ada jalan menuju puncak. Hanya ada hutan lamtoro dan berbagai pohon lainnya.
Namun Isfridus tidak kehilangan akal. Bermodalkan parang di tangannya, ia membuka jalan.
“Mari ikut saya,” ajak pria paruh baya itu penuh akrab, Sabtu (13/06/2020) sore.
Di bagian depan, langkah kaki Isfridus perlahan naik di tebing yang cukup curam.
Tangan kanannya yang memegang parang terus menebas, agar ada jalan yang bisa ditapaki. Ruas kecil yang dibuka Isfridus itu hanya cukup digunakan untuk berjalan kaki.
Sambil memandu jalan, ia sangat ramah menyapa warga yang sedang mengontrol sapi di tengah hutan. Sapi-sapi yang sangat banyak itu sedang memakan daun lamtoro.
Napas Isfridus ngos-ngosan, mungkin karena termakan usia. Keringat bercucuran di wajahnya. Kondisi tersebut tidak membuat warga asal Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) itu berhenti bercerita.
Ia terus bercerita tentang betapa beringasnya alat berat yang pernah menggaruk mangan di wilayah itu sejak beberapa tahun silam.
Sesaat sebelum masuk puncak, tampak ada semak yang hampir kering. Rumput yang didominasi alang-alang itu tidak lagi hijau. Di bagian akarnya ada banyak batu kerikil dan pasir.
Untuk sampai ke bekas galian mangan PT Arumbai Mangan Bekti itu memang bukan perkara mudah. Butuh waktu 30 menit. Medannya sangat terjal, apalagi tidak ada jalan.
“Ini dia pak, bisa saksikan sendiri,” ucap Isfridus sambil tangan kanannya menunjuk ke arah lubang yang masih menganga.
Baca: Petani di Luwuk: dari Panen Kacang Hijau 18 Juta hingga Kerja Sawah Tiga Kali Per Tahun
Ia menjelaskan, tempat itu pernah digaruk alat berat milik PT Arumbai Mangan Bekti beberapa tahun lalu.
Dulu, kata dia, tempat itu biasa disebut perusahaan dengan nama Blok E. Namun warga setempat biasa menyebutnya Lingko Ulung Sirise.
Pantauan VoxNtt.com, bekas galian mangan di Lingko Ulung Sirise memang memprihatinkan.
Betapa tidak, di keliling tempat itu ada tebing hasil galian perusahaan. Sementara di bagian tengahnya ada lubang yang masih menganga sekitar puluhan meter.
Di tengah lubang, sebagian ditumbuhi pohon lamtoro dan beragam rumput. Sementara sebagian lainnya tampak gersang dan hanya bongkahan batu.
Baca: Sapi Berkah Bagi Warga Lingko Lolok
Setelah ditinggal perusahaan, tempat itu tidak ada tanda-tanda ditutup kembali. Lubang yang besar dan sangat dalam itu tampak dibiarkan begitu saja, sehingga tidak lagi digunakan warga setempat untuk lahan pertanian.
Baca: Pesona Sunset di Pantai Luwuk
Menurut warga setempat, ada tiga titik di Lingko Lolok yang pernah ditambang PT Arumbai Mangan Bekti. Ketiganya yakni Lingko Watu Lanci, Lingko Bohor Wani dan Lingko Ulung Sirise.
Dua tempat lainnya dikabarkan nasibnya sama dengan Lingko Ulung Sirise yang tidak ditutup kembali.
Lubang yang masih menganga itu membuat Wilibrodus Nurdin, kader PDIP Matim angkat bicara.
Sebelumnya, Wilibrodus meminta DPRD untuk menelusuri dan mendesak Pemkab Matim mempertanggungjawabkan dana reklamasi ekploitasi tambang mangan di Serise yang sudah meninggalkan lubang-lubang.
Baca: Terkait Tambang, Wili Nurdin: DPRD Matim Jangan Seperti Kucing Sembunyi Kuku
“Itu tanggung jawab perusahaan untuk melakukan pemulihan kembali dan pemda mengawasi. Tetapi kalau perusahaan tinggalkan lokasi tanpa pemulihan maka itu tugas Pemda. Jadi mereka jangan sembunyi,” tegasnya saat diwawancarai VoxNtt.com di Borong, Rabu (17/06/2020).
“Uang itu di mana. Karena kalau kita bicara kepemerintahan orang boleh ganti tapi pemerintahan jalan sama dia. Arsip itu ada,” tambahnya.
Ia menambahkan, apabila uang jaminan reklamasi ada di Kabupaten Manggarai atau pun provinsi, maka DPRD dan Pemda harus menanyakan hal tersebut.
Hal itu agar tidak menimbulkan dugaan bahwa mereka sudah melakukan kongkalingkong dengan pihak perusahaan Arumbai.
Penulis: Ardy Abba