Aku Memilih Pergi
Oleh: Fersi Darson
Banyak orang yang berkata bijak “Kita mesti bersyukur telah mengenal seseorang. Entah orang itu baik, jelek, buruk, dan jahat sekalipun. Sebab, kita mendapatkan pelajaran dan pengalaman baru darinya”. Tapi tidak begitu yang dirasakan oleh seorang gadis lugu yang berparas cantik. ‘Putri’ demikian sapaan untuk gadis itu. Yang dia rasakan sekarang tidaklah segampang dan seindah kata-kata bijak itu. Ia tidak merasa bersyukur setelah lama mengenal lelaki tampan yang pernah hadir membawa sejuta mimpi baginya. Kini hatinya terluka dan penuh sesal.
Ardi, demikianlah nama laki-laki yang mengkhianati cinta Putri. Lelaki itu telah memberikan janji manis hingga menumbuhkan kebahagiaan pada hati gadis itu.
Semburat jingga senja menerobosi jendela kamar Putri. Dia baru tersadar dari lamunannya.
“Aku sangat menyesal telah mengenal laki-laki hidung belang itu. Lebih menyesal lagi, aku telah memposisikan dia jadi lelaki yang berharga dalam hidupku”. Putri menggrutu. Ungkapan sesal sambil meneteskan air mata karena luka dan sesalnya.
Sejak pulang dari toko kemarin sore, Putri lebih banyak menghabiskan waktu di kamar saja. Air bening yang mengalir dari pelupuk mata selalu menarasikan suasana frustasi di hati. Sesal dan kesal menyatu. Kebahagiaan yang pernah hadir, kini pergi dan menyisakan luka yang begitu dalam. Kebahagian yang pernah hadir bersama lelaki itu ternyata bukan ditakdirkan untuk selamanya.
***
Semasa kuliah, banyak laki-laki yang menyukai Putri. Mereka mengatakan cinta kepada Putri, tapi Putri selalu menolak. Kecantikan dan kepintarannya membuat ia dikejar-kejar oleh para lelaki, baik yang sekampus dengannya maupun lelaki yang sudah mapan dalam berkarir.
Ardi, adalah laki-laki pertama yang berhasil mendapatkan hati Putri. Mereka berpacaran sejak setahun lalu. Keduannya sama-sama sarjana lulusan tahun lalu.
Dulu, Putri mengharapkan Ardi sebagai laki-laki pertama dan terakhir yang mendapinginya. Mencintai dan dicintai dengan tulus tanpa menyakitkan siapa pun adalah harapannya. ‘Cinta’ adalah sesuatu yang bertetangga dengan ‘damai’. Maka, hendaknya cinta bertumbuh dengan damai tanpa ada yang tersakiti. Keyakinan dan harapan hati kecil Putri.
Untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain merupakan hal yang tidak pernah diinginkannya. Sebaliknya, ia juga berharap untuk tidak diduakan oleh pasangannya.
***
Waktu itu, Putri berada di sebuah toko di Ruteng. Ia hendak membeli sebuah gaun dan beberapa busana lainnya.
Di sebuah lorong dalam toko itu, Putri menggeser satu persatu gaun yang tergantung. Tapi, ia tak menemukan satu pun gaun yang disukainya di lorong itu. Lalu ia memutuskan untuk berpindah ke lorong sebelah.
Ia mencocok-cocokkan sebuah gaun itu pada badannya. Warna merah adalah warna kesukaannya. Gaun warna merah itulah yang dicocok-cocokkan di badannya. Ia tampak senang dengan gaun itu. Lalu ingin ke sebuah kamar tes yang berada di dekatnya.
Seorang perempuan sedang berdiri di depan pintu kamar tes yang dituju Putri. Putri tidak mengenal siapa perempuan itu. Tapi anehnya, celana di tangan perempuan itu adalah celana jeans laki-laki.
Sambil menunggu gilirannya untuk menggunakan kamar itu, Putri berjalan lagi hendak melihat barang belanjaan lainnya. Suasana di toko itu cukup ramai. Begitu banyak orang yang datang berbelanja di siang itu. Ada yang datang dengan keluarga, ada pula yang datang dengan pasangan. Hanya Putri yang datang tanpa ditemani siapa pun.
Tadi siang sebelum berangkat, ia ingin sekali mengajak Ardi untuk menemaninya ke toko itu. Ia menelepon Ardi, tapi nomornya tidak aktif. Terpaksa ia harus pergi sendiri tanpa ditemani sang kekasih. Kebetulan jarak antara rumah dengan toko tidak begitu jauh.
Dari tadi ia memperhatikan ke arah pintu kamar tes itu untuk menunggu gilirannya. Pintu kamar itu sedikit terbuka. Putri melihat laki-laki memberikan celana yang telah dicobanya kepada perempuan yang sedari tadi berdiri di dekat kamar itu. Tapi ia tidak melihat dengan jelas siapa lelaki itu. Kemudian celana yang sedari tadi di tangan perempuan itu diberikan kepada laki-laki di balik pintu kamar tes itu. Celana itu bermodel yang sama, kemungkinan ukurannya yang berbeda. Putri baru menyadari, ternyata perempuan itu sedang menunggu lelaki di balik kamar tes itu.
Dari sebuah lorong yang tidak jauh dari kamar itu, ia terus memfokuskan perhatiannya pada kamar itu dengan tujuan menunggu gilirannya. Beberapa saat kemudian, pintu kamar itu terbuka lagi. Ia berjalan pelan mendekati kamar tes itu.
Tiba-tiba ia terkejut. Ia melihat seseorang yang keluar dari dalam kamar itu adalah orang dekatnya. Tepatnya, Ardi, pacarnya. Sepintas ia bertanya dalam hatinya.
“Siapa perempuan itu?”
Ia memperhatikan Ardi dan perempuan itu tampak akrab dan berpegangan tangan. Mereka hendak membawa belanjaan ke kasir. Tangan keduannya begitu erat, layaknya sepasang kekasih yang berjalan berpegangan tangan menikmati senja di bibir pantai.
Ia semakin mendekati mereka berdua. Tiba-tiba Ardi sangat terkejut saat melihat Putri. Putri berjalan semakin mendekati keduanya. Kedua tangan yang saling berpegangan begitu mesra, tiba-tiba terlepas dengan begitu cepat.
“Siapa Dia?” Tanya putri kepada laki-laki berkumis tipis itu.
Muka laki-laki itu tiba-tiba memerah.
“Emm, Dia…” laki-laki itu belum sempat menyelesaikan ucapannya, tangan Putri lebih dahulu mendarat di pipi Ardi. “Blaak” sebuah kejutan yang mengagetkan gadis di samping Ardi.
Putri bergegas pergi. Gaun yang sedari tadi dipegangnya untuk dicoba pada badan yang lugu itu digantung kembali pada tempat asalnya. Ia berlari pergi dari tempat itu. Air matanya menetes mengiringi setiap langkah.
“Dreet…dreet…dreet..” HP yang diletakan di meja di kamar Putri bergetar. Putri mengusap air matanya lalu sejenak menatap layar HP itu. Ia menggeser untuk menolak panggilan itu. Putri meletakkan kembali HP itu di meja.
“Dreet…dreet…dreet…” panggilan masuk yang keempat kalinya dari nomor yang sama setelah panggilan pertama sampai yang ketiga ditolaknya. Ia memutuskan untuk mengangkat telepon itu, tapi tidak mau memulai pembicaraan. Ia hanya mampu menangis.
“Enu, aku mohon tolong dengarkan dulu penjelasanku. Ini semua hanya salah paham”. Ardi berkata dengan sedikit cepat.
Rupanya perkataan ini merangsang Putri untuk menjawabnya.
“Apakah kamu mau bilang bahwa kamu sudah puas telah menyakitiku?”
“Putri tolong dengarkan aku, kamu salah paham. Dia itu temanku. ”
“Apa kamu bilang, itu hanya salah paham dan itu temanmu? Tidak! Kamu salah. Bagiku, semuanya sudah jelas. Semuanya sudah tampak menyata di depan mataku sendiri”
“Enu, tolong! Aku mohon dengarkan penjelasanku”
“Tidak ada yang perlu kamu jelaskan lagi, Nana. Semua tentangmu bersama perempuan itu sudah jelas. Aku sudah dengar semuanya dari temanku. Awalnya aku tidak percaya dengan temanku itu, tapi ternyata semuanya benar. Jadi, sekarang semuanya sudah jelas. Tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi” Putri berkata sambil menangis tersedu-sedu, rasanya perih sekali sakit di hatinya.
“Put, aku mohon, Putri…..” laki-laki itu mengucap habis kalimatnya.
“Mulai sekarang kita putus!” timpal Putri.
Mulai saat itu, kisah cinta Putri bersama laki-laki itu berakhir.
Meskipun berat baginya, tapi keadaan memaksanya untuk mengakhiri hubungaan itu. Putri menangis tersedu-sedu. Ia merasa dirinya telah dipermainkan oleh lelaki pengkhianat itu. Ia berusaha untuk merelakan kehilangan lelaki yang sangat dicintainya.
Putri berjuang untuk menggugurkan semua mimpi dan harapan yang bertumbuh bersama hadirnya laki-laki itu. Canda-tawa di saat-saat yang telah dilewati selalu hadir untuk mengutuk dirinya. Tapi, ia tetap kuat dengan keputusannya itu. Ia hanya berharap agar sang waktu membawa pergi bayang-bayangnya bersama lelaki itu. Ia ingin kisah indah yang pernah hadir bersama lelaki itu akan berlalu diembus angin senja di bibir pantai.
“aku berharap, hati yang terluka ini akan sembuh seiring berjalannya waktu” hanya inilah yang Putri harapakan kepada waktu.
*Penulis berasal dari Ndiwar-Lelak Manggarai.